Blog Rujak : Kumpulan Makalah Online Lengkap

Blog Rujak : Kumpulan Makalah Online Lengkap

Kumpulan Makalah, Artikel dan Tips Lengkap

Contoh makalah puasa







A.    PENDAHULUAN
Puasa merupakan salah satu rukun islam. Salah satu pilar penegak agama islam ini secara jelas disebutkan dalam Al quran, misalnya dalam surat Al Baqarah ayat 183 yang kurang lebih artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. Puasa juga diperintahkan kepada umat-umat sebelum umat Nabi Muhammad SAW. Tujuan utama puasa ini adalah agar kita bertaqwa, bertaqwa kepada Allah SWT.  Puasa merupakan ibadah mahdhoh  yang telah ditentukan syarat, rukun dan ketentuannya. Puasa terbagi atas puasa wajib, sunnah, makruh dan haram. Puasa yang diwajibkan misalnya, puasa pada bulan Ramadhan dan puasa nadzar. Tidak seperti ibadah mahdhoh yang lain, dimana amalan ibadah mahdhoh seperti shalat adalah untuk kita sendiri, akan tetapi ibadah puasa ini adalah milik Allah SWT.
Puasa juga sebagai sarana latihan bagi kita untuk menahan hawa nafsu yang timbul dalam diri kita. Selain itu, puasa juga memberikan kesehatan jasmani bagi orang yang melaksanakannya salah satunya adalah kesehatan pencernaan.


<span class="fullpost">

B. PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN PUASA
Menurut bahasa Shiyam/ puasa berarti "menahan diri". “aku bernadzar kepada tuhan yang maha pengasih akan berpuasa”.(QS Maryam : 26)
Menurut syara' ialah : "menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari, karena perintah Allah semata mata, dengan disertai niat dan syarat-syarat tertentu.
“Telah berfirman Allah ‘azza wajalla: “semua amalaan manusia adalah untuk dirinya, kecuali puasa, maka itu hendaklah untukKu1 dan Aku akan memberinya ganjaran2”. Dan puasa itu merupakaan benteng3, maka ketika datang saat puasa, janganlah seseorang berkata keji, berteriak atau mencaci-maki! Dan seandainya dicaci maki oleh seseorang, atau diajak berkelahi, maka jawablah : “saya ini berpuasa” sampai dua kali. Demi Tuhan yang nyawa Muhammad ada dalam genggaamannya, bau mulut orang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah pada haari kiamat daripada kasturi. Dan orang berpuasa itu akan beroleh kegembiraan yang menyenangkan hati: Di kala berbuka, dia akan gembiira dengan berbuka itu, dan di saat ia menemui Tuhannya nanti, ia akan gembira karena puasanya.”(HR. Ahmad, Muslim dan Nasa’i)
 Puasa Ramadlan adalah salah satu sendi ibadat yang dilakukan pada bulan Ramadlan, selama satu bulan (29 atau 30) hari. Ketentuan yang mewajibkan puasa ini ialah firman Allah swt. :


 

1 dikatakan untuk Allah adalah sebagai penghargaan
2 hadits ini sebagian merupakan hadits qudsi dan sebagian lagi adalah hadits biasa
3 maksudnya yang menjaga diri dari maksiat

Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat men jalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) : memberi makan seorang miskin. Maka barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadlan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permu-laan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kelonggaran bagimu, dan tidak menghendaki kesempitan bagimu. Dan hendak-lah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur". (S.Al-Baqarah, ayat 183-184-185)
Di dalam hadits juga dijelaskan tentang kewajiban puasa ini sebagaimana sabda Nabi saw. :
Untitled-Scanned-02
Artinya :
Islam ditegakkan atas 5 dasar
1.      Bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang patut disembah) melainkan Allah dan Muhammad saw. utusan-Nya.
2.      Mengerjakan shalat.
3.      Mengeluarkan zakat.
4.      Mengerjakan haji.
5.      Berpuasa pada bulan Ramadlan. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Untitled-Scanned-03
Artinya :
Dan dari Abi Hurairah r.a berkata : Rasulullah saw bersabda : "Allah telah berfirman : Semua amal kela-kuan anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu, kecuali puasa, maka itu melulu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Dan puasa itu sebagai perisai, maka jika seorang sedang berpuasa, janganlah berkata keji atau ribut-ribut, dan kalau seorang mencaci maki padanya, atau mengajak berke-lahi maka hendaknya dikatakan padanya : Aku berpuasa. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa bagi Allah lebih ha-rum dari bau misik (kasturi). Dan untuk orang puasa dua kali masa gembira, yaitu ketika akan berbuka puasa, dan ketika ia menghadap Tuhan akan gembira benar, menerima pahala puasanya. (HR. Bukhari dan Muslim)

2. SYARAT WAJIB DAN SYARAT SAHNYA PUASA
1. Tentang  syarat-syarat  wajib  berpuasa ini sebagai berikut :
a.       Beragama Islam.
b.      Baligh dan berakal ; anak-anak belumlah diwajibkan berpuasa ; tetapi apabila kuat mengerjakannya, boleh diajak berpuasa sebagai latihan.
c.       Suci  dari  haidh  dan  nifas   (ini  tertentu  bagi wanita).
d.      Kuasa (ada kekuatan). Kuasa disini artinya, tidak sakit dan bukan yang sudah tua. Orang sakit dan orang tua, mereka ini boleh tidak berpuasa, tetapi wajib membayar fidyah.
2. Syarat-syarat sahnya puasa
Syarat-syarat sahnya puasa sebagai berikut :
a.       Islam.
b.      Tamyiz;   artinya   orang-orang/anak-anak   yang dapat   membedakan   antara   baik   dan   buruk. Tegasnya bukan  anak yang terlalu  kecil  dan bukan orang gila.
c.       Suci dari haidh dan nifas. Wanita yang sedang haidh dan nifas tidak sah jika mereka berpuasa, tetapi wajib qadla pada waktu lain,  sebanyak bilangan hari yang ia tinggalkan.
d.      Tidak di dalam hari-hari yang dilarang untuk berpuasa, yaitu di luar bulan Ramadlan.
3. RUKUN PUASA
1.      Niat ; yaitu menyengaja puasa Ramadlan, setelah terbenam matahari hingga sebelum fajar shadiq. Artinya pada malam harinya, dalam hati telah tergerak (berniat), bahwa besok harinya akan mengerja-kan puasa wajib Ramadlan. Adapun puasa sunnat, boleh niatnya dilakukan pada pagi harinya.

Artinya :
Dari Hafshah Ummul Mu'minin ra., bahwasanya Nabi saw. bersabda : "Barangsiapa yang tidak menetapkan akan berpuasa sebelum fajar, maka tiada sah puasa-nya". (HR. Imam yang lima, Nasa'i dan Turmudzi cenderung mentarjih mauqufhya, tapi disahkan secara marfu' oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dan dalam riwayat Daruq Uthni: "Tidak sah puasanya bagi orang yang tidak menetapkannya dari malam harinya". Niat itu sah pada salah satu saat di malam hari, dan tidak disyaratkan menngucapkannya, karena itu merupakan pekerjaan hati tak ada sangkut pautnya dengan lisan. Hakikat niat adalah menyengaja suatu perbuatan demi mentaati perintah Allah SWT dalam mengharapkan keridhaanNya.4
2.      Meninggalkan segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar shadiq hingga terbenam matahari. Dalam Quran surat Al Baqarah ayat 187 yang aartinya :
“maka sekarang, bolehlah kamu mencampuri mereka dan hendaklah kamu mengusahakan apa yang diwajibkan Allah atasmu, dan makan-minumlah hingga nyata garis putih dari garis hitam5 berupa fajar, kemudian sempurnakanlah puasa saampai malam!”

4.  MACAM-MACAM PUASA
1. Puasa Fardhu
Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan syariat Islam. Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain:
a.       Puasa bulan Ramadhan



 
4 Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah 3. 1993. Bandung :Alma’arif. Hlm175
5 Maksudnya ialah gelapnya malam dan terangnya siang. Lihat pula Sayyid Sabiq. 1993. Fikih Sunnah 3.  Bandung : Alma’arif. Hlm. 174.

b. Puasa Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara lain :
• Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
• Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
• Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
• Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut, (tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.
Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi:
Orang yang berpuasa berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka puasa pada bulan Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari ditengah-tengah 2 (dua) bulan tersebut, karena kalau berbuka berarti ia telah memutuskan kelangsungan yang berturut-turut itu.
Apabila ia berbuka, baik karena uzur atau tidak, ia wajib memulai puasa dari awal lagi selama dua bulan berturut-turut.
c. Puasa Nazar
Puasa nadzar adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.

2. PUASA SUNNAT
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :
a. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya Rasulallah saw. bersabda: “ Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa selama setahun”
b.Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah
Pada suatu hari ada seorang Arab dusun datang pada Rasulullah saw. dengan membawa kelinci yang telah dipanggang. Ketika daging kelinci itu dihidangkan pada beliau maka beliau saw. hanya menyuruh orang-orang yang ada di sekitar beliau saw. untuk menyantapnya, sedangkan beliau sendiri tidak ikut makan, demikian pula ketika si arab dusun tidak ikut makan, maka beliau saw. bertanya padanya, mengapa engkau tidak ikut makan? Jawabnya “aku sedang puasa tiga hari setiap bulan, maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih setiap bulan”. “kalau engkau bisa melakukannya puasa tiga hari setiap bulan maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih yaitu pada hari ke tiga belas, empat belas dan ke lima belas.
c. Puasa hari Senin dan hari Kamis.
Dari Aisyah ra. Nabi saw. memilih puasa hari senin dan hari kamis. (H.R. Turmudzi)
d. Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang tekah lalu dan satu tahun yang akan datang” (H. R. Muslim)
e. Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.
Dari Salim, dari ayahnya berkata: Nabi saw. bersabda: Hari Asyuro (yakni 10 Muharram) itu jika seseorang menghendaki puasa, maka berpuasalah pada hari itu.
f. Puasa nabi Daud as. (satu hari bepuasa satu hari berbuka)
Bersumber dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah swt. ialah puasa Nabi Daud as. sembahyang yang paling d sukai oleh Allah ialah sembahyang Nabi Daud as. Dia tidur sampai tengah malam, kemudian melakukan ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia gunakan untuk tidur, kembali Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.”
Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada hari Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal ini dibolehkan. Karena yang dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari Jum’at yang telah direncanakan hanya pada hari itu saja.
g. Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci
Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga kami mengatakan: beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami mengatakan: beliau tidak berpuasa. Saya tidaklah melihat Rasulullah saw. menyempurnakan puasa sebulan kecuali Ramadhan. Dan saya tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada puasa di bulan Sya’ban.


C. PUASA MAKRUH
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain :
a. Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.”
b. Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah salah seorang dari kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”
c. Puasa pada hari syak (meragukan)
Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada hari yang diragukan Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian kaum menjauh. Maka ‘Ammar berkata: Barangsiapa yang berpuasa hari ini maka berarti dia mendurhakai Abal Qasim

D. PUASA HARAM
Puasa haram adalah puasa yang dilarang dalam agama Islam. Puasa yang diharamkan. Puasa-puasa tersebut antara lain:
a. Puasa pada dua hari raya
Dari Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata: Saya menyaksikan hari raya (yakni mengikuti shalat Ied) bersama Umar bin Khattab r.a, lalu beliau berkata:”Ini adalah dua hari yang dilarang oleh Rasulullah saw. Untuk mengerjakan puasa, yaitu hari ini kamu semua berbuka dari puasamu (1 Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah hajimu.6(Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)
b. Puasa seorang wanita dengan tanpa izin suami
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada di rumah, di suatu hari selain bulan Ramadhan, kecuali mendapat izin suaminya.”7

5.  HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
Yang membatalkan puasa itu ada dua macam :
a.         Yang membatalkan dan karenanya wajib qadha
b.        Yang membatalkan tidak wajib qadha.




 
6 (Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)
7 (Sunan Ibnu Majah, jilid II, No.1761).


Adapun yang membatalkan puasa dan wajib qadha ialah :
1.         Memasukkan sesuatu ke dalam lobang rongga badan dengan sengaja, seperti makan, minum, merokok, memasukkan benda ke dalam telinga atau ke dalam hidung hingga melewati pangkal hidungnya. Tetapi jika karena lupa, tiadalah yang demikian itu membatalkan  puasa.   Suntik  di  lengan,   di  paha,   di punggung atau lainnya yang serupa, tidak memba-talkannya, karena di paha atau di punggung bukan berarti melalui lobang rongga badan.
2.         Muntah dengan sengaja8; muntah yang tidak dengan sengaja tidak membatalkannya.
3.         Haidh dan nifas; wanita yang haidh dan nifas haram mengerjakan puasa, tetapi wajib mengqadha sebanyak hari yang ditinggalkan waktu haidh dan nifas.
4.         Jima' pada siang hari atau pada waktu fajar shadiq telah nampak.
5.         Gila walaupun sebentar.
6.         Mabuk atau pingsan sepanjang hari.
7.         Murtad, yakni keluar dari agama Islam.
Perlu diterangkan disini tentang sangsi orang yang jima' (bercampur) pada siang hari di bulan Ramadlan; Orang yang berjima' (melakukan hubungan kelamin) pada siang hari bulan Ramadlan, puasanya batal. Selain itu ia wajib membayar denda atau kifarah, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah saw. :
Untitled-Scanned-01
Artinya :
Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya seorang laki-laki pernah bercampur dengan isterinya siang hari pada bulan Ramadlan, lalu ia minta fatwa kepada Rasulul lah saw. tentang itu. Maka jawab Nabi saw. : "Adakah engkau mempunyai budak ?. (dimerdekakan). La menjawab : Tidak. Nabi berkata lagi : "Kuatkah engkau puasa dua bulan berturut-turut ?". la menjawab : Tidak. Sabda Nabi lagi : "Kalau engkau tidak berpuasa, maka berilah makan orang-orang miskin sebanyak enam puluh orang". (H.R. Muslim)

c.   HIKMAH PUASA
Puasa merupakan ajaran agama yang mempunyai hikmah sangat banyak. Puasa ialah ibadat badaniyah, dan tindakan serentak yang bertalian antara perasaan jiwa dan perasaan badan dan kerja yang menghubungkan langsung antara bathin dan lahir.



 
8 menyengaja dan mengeluarkan muntah misalnya dengan mencium bau sesuatu yang merangsang muntah atau memasukkan tangan ke dalam kerongkongan.
Dalam berpuasa seseorang dapat mengontrol anggauta badannya hingga gerak gerik jiwa dan bathinnya dan ucapan mulutnya. Kesucian yang ditimbulkan dari akibat puasa adalah kesucian "ma'nawi". Bukan hanya kesucian lahir semata-mata yang mungkin dapat dibersih-kan dengan air, juga kesucian bathin dapat dibersihkan dengan latihan jiwa dan perbuatan kalbu.
Hikmah puasa dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.         Mendidik para mu'min supaya berperangai luhur dan agar dapat mengontrol seluruh nafsu dalam keinginan manusia biasa.
b.        Mendidik jiwa agar biasa dan dapat menguasai diri, sehingga mudah menjalankan semua kebaikan dan meninggalkan segala larangan.
c.         Membiasakan orang yang berpuasa bersabar dan tahan uji.
d.        Mendidik jiwa agar dapat memegang amanat sebaik-baiknya,  karena orang berpuasa itu sebagai  seorang yang mendapat amanat untuk tidak makan dan minum atau hal-hal yang membatalkannya. Sedang amanat itu harus dapat dipegang teguh, baik di hadapan orang banyak maupun di kala sendirian.
e.         Untuk mendidik  manusia  agar jangan   mudah lekas dipengaruhi oleh benda sekalipun ia dalam keadaan sengsara/kelaparan dapat mempertahankan pribadinya dan pribadi Islam hingga tidak lekas terjerumus ke jurang ma'shiat dan sebagainya.
f.         Ditinjau  dari  segi  kesehatan,   puasa  sangat   berguna untuk menjaga dan memperbaiki kesehatan.
g.        Untuk menyuburkan rasa syukur kepada "Allah" atas karunia yang telah diberikan kepada hamba-Nya.
h.        Menanamkan   "rasa   cinta   kasih"   sesama   manusia, terutama  terhadap   orang-orang   miskin,   orang-orang yang menderita kelaparan dan kesengsaraan.  Dengan berlatih lapar dan dahaga setiap hari selama satu bulan, orang yang mampu dapat merasakan nasib fakir dan miskin.

















C. PENUTUP
1.  SIMPULAN DAN SARAN
Memang segala sesuatu harus diketahuai ilmunya dan dasar-dasar yang mendasari sesuatu hal, sehingga seseorang akan mau dan mampu mempelajari dan mengamalkan sesutuatu hal lebih banyak dan dengan baik seperti pula puasa, maka seseorang itu akan melaksanakan puasa dengan sungguh-sungguh jikalau tahu manfaatnya dan hukum-hukum yang mendasari sebuah amalan. Kerjakanlah puasa sesuai dengan segala ketentuannya dan pada bulan Ramadhan jadikanlah bulan suci Ramadhan sebagai bulan untuk berprestasi seperti halnya Rasulullah saw. Para sahabat dan orang-orang saleh sebagai bulan untuk berprestasi kepada Allah.
Jangan sia-siakan kesempatan terbaik ini karena kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil oleh Allah Swt. Bulan Ramadhan merupakan hadiah besar yang langsung dberikan Allah . Bagi umat islam sebagai sarana penyucian diri, Insya Allah,orang termalangpun bisa sukses apabila melaksanakan puasa dengan baik dan benar. Oleh karena itu segeralah mengejar ilmunya dan amalkan dengan sungguh-sungguh.




























DAFTAR PUSTAKA

Sabiq. Sayyid. 1993. FIKIH SUNNAH 3. Bandung: Alma’arif.

atau kawan-kawan bisa download disini


</span>























Sejarah Kebudayaan Islam


RESUME PERKULIAHAN
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM : ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW, KHULAFAUR RASYIDIN DAN PASKA KHULAFAUR  RASYIDIN


logo-stain.gif
 








Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas UAS

Mata Kuliah                : Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen Pengampu   : Drs. H. Sangidun, M.Si


1 PGMI A
Disusun Oleh

Alfam Atthamimy                   1123305024


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sejarah peradaban manusia, tidak lepas dari sejarah kebudayaan atau peradaban Islam. Peradaban Islam bukan hanya sekedar tentang kisah-kisah para nabi dan rasul utusan Allah SWT. Akan tetapi juga tentang sejarah nabi Muhammad SAW dan umat Islam, baik umat pada zaman nabi Muhammad maupun setelah beliau wafat. Termasuk perjalanan nabi SAW dalam menyebarkan agama Islam beserta kesulitan-kesulitan dan tantangan yang dihadapi di Jazirah Arab yang juga tantangan itu datang dari keluarganya Bani Hasyim dan kaum Kafir Quraisy. Dakwah beliau pun dapat di bagi menjadi dua periode yaitu periode Mekah dan periode Madinah
Selain itu, juga tentang kepemimpinan-kepemimpinan paska wafatnya beliau yang diteruskan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’u dan tabi’un. Penerus beliau setelah beliau wafat adalah para khalifah yang biasa disebut dengan Khulafaur Rasyidin. Khulafaur Rasyidin terdiri atas empat sahabat nabi SAW yang paling terkemuka, yaitu Abu Bakar Ash Sidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan diakhiri oleh Ali bin Abi Thalib. Proses pemilihan yang berbeda satu sama lain seolah-olah merupakan hal baru bagi umat Islam masa itu, karena memang nabi Muhammad SAW tidak berwasiat siapakah yang akan menggantikan kepemimpinan beliau.
Paska Khulafaur Rasyidin, muncullah era baru pemerintahan Islam, berupa kerajaan-kerajaan beserta kemajuan-kemajuan yang dibawanya bagi umat Islam bahkan dapat disebut pula masa-masa kejayaan dan keemasan Islam.








BAB II
PEMBAHASAN
I.         ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW
Islam tersebar ke berbagai penjuru dunia dengan sangat cepat. Dalam waktu +23 tahun, Islam sudah tersebar ke seluruh Jazirah Arab. Waktu 23 tahun itu dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode Mekah yang berlangsung selama + 13 tahun dan periode Madinah + 10 tahun.
Cepatnya penyebaran Islam itu tidak berarti bahwa dakwah yang dilakukan nabi Muhammad SAW. Berjalan mulus. Pada periode Mekah nabi menghadapi rintangan berat dari kaum Quraisy. Selama itu, nabi hanya memperoleh pengikut sekitar 200 orang. Itupun kebanyakan dari kalangan lemah.

A.      PENYEBARAN ISLAM PERIODE MEKAH
Rasulullah SAW berdakwah menyebarkan Islam di Mekah selama + 13 tahun.
1.                   Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Pada awalnya, nabi Muhammad SAW melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi. Hal ini untuk mengantisipasi guncangan di masyarakat. Beliau memulai dakwah kepada keluarga dan karib kerabatnya. Beliau mengetahui bahwa orang Quraisy sangat terikat, fanatik dan kuat mempertahankan kepercayaan jahiliah. Dakwah dengan sembunyi-sembunyi berlangsung selama 3-4 tahun. Orang pertama yang menyatakan keIslamannya adalah Siti Khadijah istri nabi, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah disusul Abu Bakar dan Ummu Aiman. Selanjutnya golongan yang pertama masuk Islam disebut As Sabiqunal Awwalun.
2.                   Dakwah secara terbuka
Tiga tahun lamanya Rasul berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah Arqam bin Abil Arqam. Penduduk Mekah sudah banyak yang mengetahui dan mulai membicarakan agama baru yang beliau bawa. Mereka menganggap agama Islam bertentangan dengan agama nenek moyang mereka. Pada waktu itulah turun wahyu yang memerintahkan kepada beliau untuk melakukan dakwah secara terbuka kepada masyarakat. Quran surat Al Hijr ayat 94.
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”.
Dakwah ini membuat seorang tokoh bani Giffar yaitu Abu Dzar Al Giffari masuk Islam dan kemudian melanjutkan dakwah dari Rasul di kampungnya di barat laut merah. Sejak itulah banyak orang masuk Islam melalui Abu Dzar. Dengan demikian Islam sudah mulai tersebar ke luar Mekah.
Keberhasilan Rasul dalam berdakwah mendorong kaum Quraisy melancarkan tindakan kekerasan terhadap beliau dan pengikutnya. Di tengah meningkatnya kekejaman pemimpin kaum Quraisy terhadap Rasul dan pengikutnya, Hamzah bin Abdul Mutalib dan Ummar bin Khattab, dua orang kuat Quraisy masuk Islam. Hal ini membuat kaum kafir Quraisy mengalami kesulitan untuk menghentikan dakwah beliau.
3.                  Pemboikotan dan rencana pembunuhan
Merasa gagal dengan cara diplomatik dan bujuk rayu, para pemimpin kaum Quraisy kemudian melakukan tindakan kekerasan secara fisik terhadap orang yang masuk Islam, budak yang masuk Islam disiksa dengan kejam. Seperti Bilal bin Rabah, Amir bin Fuhairah At tamimi, Ummu Ubais, an Nahdiyah serta anaknya.
Tekanan-tekanan yang diberikan kaum Quraisy tidak membuat Islam dijauhi. Namun umat Islam semakin bertambah. Hal ini membuat Abu Jahal menekan kepada semua pemimpin Quraisy untuk memboikot bani Hasyim. Tindakan ini sangat menyengsarakan bani Hasyim. Berikut adalah isi surat pemboikotan :
a.                  Muhammad dan keluarganya serta pengikutnya tidak diperbolehkan menikah dengan bangsa Arab Quraisy lainnya, baik laki-laki maupun perempuan.
b.                  Muhammad dan keluarganya serta pengikutnya tidak boleh mengadakan hubungan jual beli dengan kaum Quraisy lainnya.
c.                  Muhammad dan keluarganya serta pengikutnya tidak boleh bergaul dengan kaum Quraisy lainnya.
d.                 Kaum Quraisy tidak dibenarkan membantu dan menolong Muhammad, keluarganya ataupun pengikutnya.
4.                                          Hijrah ke Habsyi
Setelah Abu Thalib meninggal, beberapa hari setelah pemboikotan berakhir, kepemimpinan bani Hasyim beralih kepada Abu Lahab. Tekanan terhadap nabi dan pengikutnya bertambah kejam. Kemudian Rasul memerintahkan kepada pengikutnya hijrah ke Habsyi. Pada tahun 615 M berangkatlah kaum muslimin hijrah ke Habsyi. Rombongan pertama sejumlah 15 orang. Rombongan kedua sejumlah hampir 100 orang. Diantara sahabat yang ikut adalah Utsman bin Affan dan istrinya (Ruqayah), Zubair bin Awam, Abdurrahman bin Auf, dan Jafar bin Abi Thalib.
Kedatangan kaum muslimin di Habsyi diterima dengan baik oleh raja Najasyi. Mereka mendapat perlindungan dan bantuan bahan makanan.
5.                   Misi ke Thaif
Rasul mencoba berdakwah ke Thaif, sebuah kota di Hijaz di sebelah tenggara Mekah. Namun, disana beliau mendapatkan kelompok masyarakat yang lebih kejam dalam menerima dakwahnya. Penduduk kota Thaif menghina dan melemparinya hingga terluka. Kemudian Rasul SAW terpaksa menyelamatkan diri dan berlindung dibalik pagar kebun Utbah dan Syaibah. Beliau beristirahat dan berdoa kepada Allah SWT, “ya Allah SWT, hanya kepada Mu aku mengadukan kelemahanku. Ya Allah, Engkau maha penyayang yang melindungi orang yang lemah. Kepada siapa Engkau serahkan diriku. Kepada orang jauh yang menerima aku dengan kebengisannya atau kepada musuh yang akan menghancurkan diriku. Ya Allah, biarlah, asal aku tidak mendapat kemurkaan Mu. Aku tidak peduli terhadap mereka. Aku berlindung pada cahaya Mu, rahmat dan kelapangan Mu. Engkau yang menerangi segala yang gelap, yang memperbaiki dunia dan akhirat. Semoga Engkau tidak menjatuhkan murka Mu kepadaku. Aku hanya menurut keridaan Mu. Tidak ada daya upaya melainkan dari kelimpahan rida Mu.”
6.                  Respon masyarakat Yastrib
Pada saat suku Aus dan Khazraj berhaji pada tahun 620 M, Rasul SAW menyampaikan dakwah kepada jamaah haji yang hadir di sekitar Ka’bah, beliau mengajak mereka untuk beriman kepada Allah SWT dan berbuat baik. Mendengar ajakan tersebut, suku Aus dan Khazraj memperhatikan dengan seksama. Dakwah tersebut sesuai dengan pemahaman mereka yang diperoleh dari orang-orang Yahudi. Mereka sepakat untuk menerima dakwah dan mendekati beliau seraya berkata, “wahai Rasulullah! Kami datang dari Yastrib yang penduduknya saling bermusuhan, dengan dakwahmu mudah-mudahan Allah SWT mendamaikan mereka dan menjadikan bersaudara. Kamu adalah laki-laki yang  paling mulia.”
7.                   Perjanjian Aqabah I
Pada tahun 620 M, kaum muslimin dari suku Aus dan Khazraj berangkat ke Mekah untuk beribadah haji. Mereka bertemu dengan Rasul SAW di aqabah (mina) dan menyatakan baiat (sumpah setia). Ada enam pokok persoalan penting dalam baiat aqabah I :
a.       Mereka tidak akan menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun,
b.      Mereka tidak akan mencuri,
c.       Mereka tidak akan berzina,
d.      Mereka tidak akan membunuh anak-anaknya,
e.       Mereka tidak akan berbuat fitnah, dusta dan curang,
f.       Mereka tidak akan mendurhakai nabi Muhammad SAW.
8.                   Perjanjian Aqabah II
Pada tahun 622 M, serombongan kaum muslimin dari Yastrib menuju Mekah untuk beribadah haji sejumlah 75 orang. Mereka segera menghadap Rasul dan meminta diadakan pertemuan di Mina. Isi dari baiat aqabah II :
a.       Kami bersumpah untuk taat kepada Rasulullah dalam susah dan senang,
b.      Kami bersumpah akan mengatakan kebenaran dimanapun kami berada,
c.       Kami bersumpah tidak gentar menghadapi fitnah dari siapapun juga.
Perjanjian tersebut dinamakan baiat aqabah II atau baiat aqabah kubra. Baiat ini terjadi pada malam yang sunyi. Dengan terjadinya baiat aqabah II ada arti penting bagi perkembangan Islam, yaitu :
a.         Kaum muslimin Yastrib siap membela Islam dan Rasulullah,
b.        Rasulullah siap untuk hijrah ke Yastrib,
c.         Rasulullah dan umat Islam akan menghadapi perjuangan yang sangat besar menghadapi kemarahan orang-orang kafir Quraisy.

B.       PENYEBARAN ISLAM PERIODE MADINAH
Berikut beberapa peristiwa besar dalam sejarah penyebaran Islam yang terjadi pada periode Madinah :
1.                  Perang Badar
Perang badar terjadi pada tahun 2 H/ 625 M di lembah badar. Pasukan muslimin berjumlah 313 orang, sedangkan pasukan kafir berjumlah 1000 orang. Perang ini dimenangi kaum muslimin.
Perang badar terjadi karena kaum kafir Quraisy telah mengusir dan merampas seluruh harta benda kaum muslimin sehingga terpaksa hijrah ke Madinah. Selain itu kaum Quraisy selalu berusaha menghancurkan kaum muslimin.
Pengaruh kemenangan umat muslim dalam perang badar sangat besar, yaitu meningkatkan nama harum umat Islam. Selain itu, banyak orang yang masuk Islam dengan kesadarannya. Perang badar disebut juga Yaumul Taqal Jam’an. Artinya hari bertemunya dua golongan, yaitu Islam dan kaum kafir Quraisy.
2.                   Perang Uhud
Pada tahun 3 H/ 625 M, dengan bantuan dari kabilah Saqif, Tihamah dan Kinaah kaum Quraisy berangkat ke Madinah dengan membawa 3000 pasukan unta, 200 pasukan berkuda dibawah pimpinan Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) dan 700 orang pasukan berbaju besi. Sedang kaum muslimin berjumlah 1000 orang. Rasul menempatkan 50 orang pemanah mahir di lereng bukit yang cukup tinggi di bukit Uhud, dibawah pimpinan Hamzah bin Abdul Muthalib. Rasul berpesan agar tidak meninggalkan tempat itu dengan alasan apapun.
Pasukan muslimin dapat memukul mundur pasukan musuh yang lebih besar. Kemenangan yang sudah didepan mata digagalkan oleh godaan harta yang ditinggalkan pihak musuh. Pasukan muslimin termasuk anggota pemanah, mulai memungut harta rampasan dan tidak menghiraukan gerakan musuh. Pasukan musuh pun kembali menyerang dari atas bukit yang ditinggalkan pasukan muslimin. Pasukan muslimin tak mampu bertahan. Hamzah, paman Rasul terbunuh dengan dada dibelah.
3.                  Perang Khandak (perang parit)
Peristiwa ini terjadi pada tahun 5 H/ 627 M, pasukan muslimin berjumlah 3000 orang dan pasukan sekutu berjumlah 10.000 orang dibawah komando Abu sufyan. Kekuatan musuh yang sangat besar membuat umat Islam berfikir keras. Akhirnya muncul usulan dari Salman Al Farisi untuk membuat parit sebagai benteng pertahanan. Pembuatan parit selesai dalam waktu 6 hari.
Dalam perang ini tidak terjadi baku hantam karena kedua pasukan dipisahkan oleh parit pertahanan. Dalam perang ini Ali bin Abi Thalib berhasil membunuh Amr bin Abdul Wudd bin Abi Qais.  Umat Islam terkepung oleh pasukan sekutu selama satu bulan. Dalam suasana yang tidak menguntungkan tanpa diketahui siapapun seorang dari kabilah Gatafan yang bernama Nu’man bin Mu’az menyatakan diri masuk Islam. Kemudian ia diberi tugas oleh Rasul untuk memecah belah pasukan sekutu dan berhasil. Akhirnya, tumbuh sikap saling tidak percaya di antara pasukan sekutu. Pasukan sekutu makin kacau ketika suatu malam Allah SWT menurunkan angin topan yang memporak-porandakan kemah mereka. Merekapun memutuskan untuk pulang kembali ke tempat masing-masing.
4.                   Perang Mu’tah
Penyebab terjadinya perang ini adalah dibunuhnya utusan nabi SAW yang membawa surat kepada raja Gassan untuk menyeru masuk Islam. Beliau mengirim sebanyak 3000 orang dibawah pimpinan Zaid bin Harisah untuk menghadapi raja Gassan. Perang ini terjadi di utara Jazirah Arab. Perang ini disebut perang Mu’tah karena terjadi di daerah Mu’tah.



5.                  Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, Rasul beserta kaum muslimin berangkat ke Mekah untuk beribadah haji. Mereka sejumlah 1000 orang. Ketika sampai di suatu tempat bernama Hudaibiyah, Rasul mengutus Usman bin Affan kepada orang kafir Quraisy untuk menjelaskan tujuan kaum muslimin ke Mekah yaitu beribadah haji dan menengok saudara-saudaranya.  Namun, Usman ditahan oleh kaum kafir Quraisy dan terdengar berita bahwa ia dibunuh. Ternyata berita itu tidak benar.
Tidak lama kemudian utusan kafir Quraisy yaitu Suhail bin Amr datang. Dan disepakati perjanjian yang disebut perjanjian Hudaibiyah. Adapun isinya, yaitu :
a.                  Umat Islam tidak diperbolehkan menjalankan umrah tahun ini. Tahun depan baru diperbolehkan. Umat Islam tidak boleh berada di Mekah lebih dari tiga hari.
b.                  Keduanya tidak saling menyerang selama 10 tahun.
c.                  Orang Islam yang lari ke Mekah (murtad) diperbolehkan, sedangkan orang kafir (Mekah) yang lari ke Madinah masuk Islam harus ditolak.
d.                 Suku Arab lain, bebas memilih ikut ke Madinah atau ke Mekah.
Perjanjian ini merugikan kaum muslimin namun hikmahnya sangat besar. Masa 10 tahun dapat dimanfaatkan untuk berdakwah dengan bebas tanpa khawatir ada gangguan dari kaum kafir Quraisy. Dalam masa 2 tahun saja, pengikut nabi Muhammad SAW sudah bertambah menjadi banyak.
Perjanjian hudaibiyah ini berlangsung cukup lama. Orang-orang kafir Quraisylah yang melanggar perjanjian dengan menyerang suku Khuza’ah yang beragama Islam.
6.                  Fathul Mekah ( penaklukan kota Mekah )
Setelah perjanjian Hudaibiyah dilanggar nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya berupaya untuk menaklukkan kota Mekah. Beliau menyiapkan pasukan sejumlah 10.000 orang. Hal itu terjadi pada tahun 8 H.  Beliau memberi perintah, “jangan sekali-kali menyerang jika tidak diserang.”
Melihat jumlah pasukan muslimin yang banyak dengan diiringi suara takbir, orang –orang kafir Quraisy tak mampu berbuat apa-apa. Dalam hatinya timbul ketakutan. Pasukan muslimin masuk Mekah tanpa perlawanan. Selanjutnya, nabi Muhammad SAW menuju Ka’bah dan berseru, “siapa yang menutup pintu rumahnya, aman. Siapa yang menyarungkan pedangnya, aman. Siapa yang masuk ke rumah Abu sufyan, aman.” Orang –orang kafir Quraisy mematuhi seruan tersebut. Mereka menutup pintu rumahnya, menyarungkan pedang dan masuk rumah Abu sufyan. Kemudian, nabi Muhammad SAW menyuruh kaum muslimin menghancurkan berhala-berhala yang ada disekitar ka’bah.

Nabi Muhammad SAW, melakukan haji wada’ pada tahun 10 H / 632 M. Pada waktu melaksanakan haji wada’ inilah beliau menerima wahyu yang terakhir yaitu surah al-maidah ayat 3.
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah SWT, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
Pada hari ini orang-orang kafir Telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa, Karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Setelah melaksanakan haji wada’ dan menerima wahyu tersebut, nabi Muhammad SAW kembali ke Madinah bersama kaum muslimin. Delapan puluh hari kemudian, beliau jatuh sakit sampai wafatnya, pada hari senin tanggal 12 rabiul awal tahun 11 H.

II.      ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Setelah nabi Muhammad SAW wafat kepemimpinan umat Islam dilanjutkan oleh empat sahabat besar. Keempat sahabat yang menggantikan kepemimpinan nabi atas umat Islam itu sering disebut dengan Khulafaur Rasyidin. Khulafaur Rasyidin merupakan para pemimpin ummat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang Islami karena berundang-undangkan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

A.       KHALIFAH ABU BAKAR (11-13 H / 632-634 M)
Dahulu, nama aslinya adalah Abdus Syams. Tetapi, setelah masuk Islam namanya diganti oleh Rasulullah sehingga menjadi Abu Bakar. Gelar Ash- Shiddiq diberikan padanya karena ia adalah orang yang pertama mengakui peristiwa Isra' Mi'raj. Lalu, ia pun diberi gelar Ash- Shiddiq (Orang yang percaya). Abu Bakar Ash Shiddiq adalah sahabat nabi Muhammad SAW yang paling tua dan ikut menyebarkan ajaran Islam, harta kekayaannya pun digunakan untuk kepentingan Islam.
Nabi Muhammad SAW pada hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H atau pada tanggal 8 Juli 632 M wafat, pada usia 63 tahun. Umat Islam amat berduka dan terjadi vacum of power. Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Nabi Muhammad nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa'idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar Ash Shidiq terpilih sebagai Khalifah pertama.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar Ash Shidiq disebut Khalifah Rasulullah (Pengganti Rasul Allah SWT) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja.
Khalifah Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M beliau meninggal dunia. Masa sesingkat itu hanya dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah sepeninggal Rasulullah SAW. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad SAW, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu mereka menentang Khalifah Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Khalifah Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid ra adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah  SAW, bersifat sentral,  kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad  SAW, Khalifah Abu Bakar   selalu mengajak sahabat-sahabat nya bermusyawarah sebelum mengambil keputusan mengenai sesuatu, yang berfungsi sebagai lembaga legislatif pemerintahannya.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Khalifah Abu Bakar   mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil   .
Keputusan-keputusan yang dibuat oleh khalifah Abu Bakar untuk membentuk beberapa pasukan tersebut, dari segi tata negara, menunjukkan bahwa ia juga memegang jabatan panglima tertinggi tentara Islam. Hal ini seperti juga berlaku di zaman modern ini di mana seorang kepala negara atau presiden juga sekaligus sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata.
Adapun urusan pemerintahan diluar kota Madinah, khalifah Abu Bakar membagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi beberapa provinsi, dan setiap provinsi beliau menugaskan seorang amir atau wali (semacam jabatan gubernur).
Mengenai praktek pemerintahan Abu Bakar di bidang pranata sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini ia mengolah zakat, infak, sodaqoh yang berasal dari kaum muslimin, ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga Negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan Negara ini di bagikan untuk kesejahteraan tentara, bagi para pegawai Negara dan kepada rakyat yang berhak menerima sesuai ketentuan al-quran
Pada saat Abu Bakar   meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti oleh "tangan kanan" nya, Umar ibn Khatthab al-Faruq. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, beliau bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab   sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Khalifah Abu Bakar   tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar bin Khattab. Umar   menyebut dirinya Khalifah Rasulullah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman).
Dari penunjukkan Umar sebagai penggantinya, ada hal yang perlu diperhatikan
1.                  Bahwa Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan azas musyawarah. Ia lebih  dahulu mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin.
2.                  Abu Bakar tidak menunjuk salah seorang putranya atau kerabatnya melainkan memilih seseorang yang disegani oleh rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.
3.                  Pengukuhan Umar sebagai khalifah sepeniggal Abu Bakar berjalan baik dalam suatu bai’at umum dan terbuka tanpa ada pertentangan dikalangan kaum muslimin sehingga obsesi Abu Bakar untuk mempertahankan keutuhan umat Islam dengan cara penunjukkan itu terjamin.
Hal-hal yang dilakukan khalifah Abu Bakar Ash Shidiq :
1.                  Memerangi kaum murtad dan nabi palsu, diantaranya adalah Musailamah al Kadzab dari suku Hanifah di Yamamah, Al Aswad Al Insi di Yaman, Tulaihah Ibn Khuwailid dari suku Asad.
2.                  Memerangi kaum yang ingkar zakat.
3.                  Mengumpulkan Al Quran, kehilangan 70 orang hafidz quran saat memerangi kaum murtad dan nabi palsu. Oleh karena itu, Umar bin Khattab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untukmengumpulkan al quran dan usul itu disetujui oleh khalifah. Beliau memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menyalin ayat-ayat quran yang sebelumnya ditulis di pelepah kurma, kulit binatang dan tumbuhan, tulang belulang dan sebagainya ke mushaf dengan rapi dan urutan ayatnya sesuai dengan petunjuk nabi Muhammad SAW.
4.                  Ekspansi atau perluasan wilayah.

B.       KHALIFAH UMAR BIN KHATAB (13-23 H / 634-644 M)
Ketika Abu Bakar merasakan sakitnya semakin berat, ia mengumpulkan para sahabat besar dan menunjuk Umar bin Khattab sebagai Khalifah. Para sahabat setuju dan Abu Bakar meninggalkan surat wasiat yang menunjuk Umar sebagai penggantinya. Sebagaimana Abu Bakar, Umar bin khattab pun di bai’at dihadapan umat muslimin. Bagian dari pidatonya adalah:
“Aku telah dipilih jadi khalifah. Kerendahan hati Abu Bakar selaras dengan jiwanya yang terbaik diantara kamu dan lebih kuat diantara kamu dan juga lebih mampu memikul urusan kamu yang penting-penting. Aku diangkat dalam jabatan ini tidaklah sama seperti beliau. Andaikata aku tau ada orang yang lebih kuat daripada aku untuk memikul jabatan ini, maka memberikan leherku untuk dipotong lebih aku sukai daripada memikul jabatan ini.


Sebagai seorang negarawan yang patut diteladani. Ia telah menggariskan:
1.         persyaratan bagi calon Negara;
2.         menetapkan dasar-dasar pengelolaan Negara;
3.         mendorong para pejabat Negara agar benar-benar meperhatikan kemaslhatan rakyat dan melindungi hak-haknya karena mereka adalah pengabdi rakyat dan bagian dari rakyat itu sendiri;
4.         pejabat yang dipegang seseorang adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan dan rakyat
5.         mendidik rakyat supaya berani memberi nasihat dan kritik kepada pemerintah, pemerintah juga harus berani menerima kritik dari siapapun sekalipun menyakitkan karena pemerintah lahir dari rakyat dan untuk rakyat;
6.         khalifah Umar telah meletakkan dasar-dasar pengadilan dalam Islam.
Ia selalu mengadakan musyawarah dengan tokoh-tokoh Anshar dan Muhajirin, dengan rakyat dan dengan para administrator pemerintahan untuk memecahkan masalah-masalah umum dan kenegaraan. Beliau tidak bertindak sewenang-wenang dan memutuskan suatu urusan tanpa mengikutsertakan umat.
Hasil musyawarah atau konsultasi khalifah diakhir hidupnya dengan sejumlah pemuka masyarakat Madinah yang terpenting adalah terbentuknya “tim formatur” yang bertugas memilih khalifah setelah Khalifah Umar. Konsultasi ini terjadi ketika keadaan jiwanya akibat tikaman enam kali yang dilakukan Abu Lu’luah karena dendam, dan  ini mengakibatkan kewafatannya.
Di zaman Khalifah Umar, gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Byzantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash. Iskandariah/ Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M , Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan khalifah Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar   segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Adapun kekuasaan eksekutif dipegang oleh khalifah Umar bin Khattab dalam kedudukannya sebagai kepala Negara. Untuk mendukung kelancaran administrasi dan operasional tugas-tugas eksekutif, Umar melengkapinya dengan beberapa jawatan, diantaranya:
1.         Diwana al-kharaj (jawatan pajak),
2.         Diwana alahdats (jawatan kepolisian),
3.         Nazarat al-nafi’at (jawatan pekerjaan umum),
4.         Diwana al-jund (jawatan militer),
5.         Baitul al-mal (baitul mal).
Sumber-sumber keuangan Negara untuk mengisi baitul mal diperoleh dari alfarz, usyri, usyur, zakat dan jizya.
Khalifah Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang majusi, budak dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk menentukan penggantinya, khalifah Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn Auf. Setelah khalifah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah, melalui proses yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib  .
C.      KHALIFAH UTSMAN bin AFFAN  (23-35 H / 644-656 M)
Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Abu Lu’lu’ah, seorang majusi persia, Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan Rasulullah. Namun Umar juga berpikir untuk meninggalkan wasiat seperti dilakukan Abu Bakar. Sebagai jalan keluar, Umar menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.


Setelah melalui perdebatan yang cukup lama, muncul dua nama yang bersaing ketat yakni Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Keputusan terakhir diserahkan kepada Abdurrahman bin Auf sebagai ketua Dewan yang kemudian menunjuk Utsman bin Affan sebagai Khalifah.
Setelah Usman bin Affan dilantik menjadi khlifah ketiga Negara Madinah ,ia menyampaikan pidatonya yang menggambarkan dirinya sebagai sufi, dan citra pemerintahannya lebih bercorak agama ketimbang politik belaka sebagai dominan.dalam pidato itu usman mengingatkan beberapa hal yang penting:
1.         agar umat Islam berbuat baik sebagai bekal untuk hari kematian;
2.         agar umat Islam terpedaya kemewahan hidup dunia yang penuh kepalsuan;
3.         agar umat Islam mau mengambil pelajaran dari masa lalu;
4.         sebagai khalifah ia akan melaksanakan perintah al-quran dan sunnah Rasul;
5.         di samping beliau akan meneruskan apa yang telah dilkukan pendahulunya juga akan membuat hal baru yag akan membawa kepada kebajikan;
6.         umat Islam boleh mengkririknya bila beliau menyimpang dari ketentuan hukum.
Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan didaerah, khalifah Usman mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau provinsi pada masanya kekuasaan wilayah Madinah dibagi menjadi 10 provinsi:
1.                   Nafi’bin al-haris al-khuza’i, amir wilayah Mekkah;
2.                   Sufyan bin Abdullah al-tsaqqfi,  amir wilayah Thaif
3.                   Ya’la bin Munabbih Halif BaniNauful bin Abd Manaf, amir wilayah Shan’a
4.                   Abdullah bin Abi Rabiah , amir wilayah al Janad;
5.                   Usman bin Abi al-ashal-Tsaqafi, amir wilayah Bahrain;
6.                   Al-Mughirah bin Syu’bah al-tsaqi, amir wilayah Kufah;
7.                   Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari, amir wilayah Basrah;
8.                   Muawiyah bin Abi Sufyan , amir wilayah Damaskus
9.                   Umar bin Sa’ad , amir wilayah Himsh;dan
10.               Amr bin al-Ash al-Sahami, amir wilayah Mesir.
Sedangkan kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Penasehat Syura, tempat khalifah mengadakan musyawarah dengan para sahabat terkemuka.
Prestasi tertinggi masa pemerintahan khalifah Usman sebagai hasil majlis syura adalah menyusun al-quran standar, yaitu penyeragaman bacaan dan tulisan al-quran, seperti yang dikenal sekarang. Naskah salinan al-quran tersebut disimpan dirumah istri nabi kemudian naskah salinannya atas persetujuan para sahabat dikirim ke beberapa daerah.
Di masa pemerintahan khalifah Utsman (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini. Untuk mengisi baitul mal diperoleh dari alfarz, usyri, usyur, zakat dan jizya. Khalifah Usman melengkapinya dengan beberapa jawatan.
Pemerintahan khalifah Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan khalifah Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan pada masa khalifah Umar. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk Islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, khalifah Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ .
Tahun-tahun berikutnya, pemerintahannya mulai goyah. Rakyat dibeberapa daerah terutama Kufah, Basrah dan Mesir mulai memprotes kepemimpinannya yang dinilai tidak adil. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan khalifah Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan khalifah Utsman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh khalifah sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’.
Padahal khalifah Usman yang paling berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.

D.           KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB (36-41 H / 656-661 M)
Umat yang tidak punya pemimpin dengan wafatnya khalifah Utsman, membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah baru.
Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah pendahulunya. Beliau dibai’at di tengah-tengah kematian Usman, pertentangan dan kekacauan dan kebingungan umat Islam Madinah. Sebab kaum pemberontak yang membunuh khalifah Usman mendaulat Ali supaya bersedia dibaiat menjadi khalifah.
Dalam pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar umat Islam:
1.         tetap berpegang teguh kepada al-quran dan sunnah Rasul,
2.         taat dan bertaqwa kepada Allah SWT serta mengabdi kepada Negara dan sesama manusia,
3.         saling memelihara kehormatan di antara sesame muslim dan umat lain,
4.         terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum, dan
5.         taat dan patuh kepada pemerintah.
Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib ra menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali   sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah ra dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah ra ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Dengan demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Usman. Namun khalifah Ali menyatakan:…beliau berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Beliau membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ush surtah, serta mengordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan khalifah Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, khalifah Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah   di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama perang Shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali tetapi tidak menjadi bagian dari Muawiyah, bahkan mereka menganggap golongan khalifah Ali dan golongan Muawiyah sebagai golongan kafir. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudi) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan khalifah. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali   terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.
Harus diakui ada beberapa kasus dan peristiwa pada masa khalifah Usman dan Ali yang tidak menyenangkan. Akan tetapi perlu dicatat secara umum mengenai beberapa hal yang dicontohkan oleh khulafaur Rasyidin dalam memimpin Negara Madinah.
Pertama, mengenai pengangkatan empat orang sahabat Nabi terkemuka itu menjadi Khalifah dipilih dan di angkat dengan cara yang berbeda.
1)        Pemilihan bebas dan terbuka melalui forum musyawarah tanpa ada seorang calon sebelumnya. Karena Rasulullah SAW tidak pernah menunjuk calon penggantinya. Cara ini terjadi pada musyawarah terpilihnya Abu Bakar dibalai pertemuan Tsaqifah Bani Syadiah.
2)        Pemilihan dengan cara pencalonan atau penunjukkan oleh khalifah sebelumnya dengan terlebih dahulu mengadakan konsultasi dengan para sahabat terkemuka dan kemudian memberitahukan kepada umat Islam, dan mereka menyetujuinya. Penunjukkan itu tidak  ada hubungan keluarga antara khalifah yang mencalonkan dan calon yang di tunjuk. Cara ini terjadi pada penunjukan Umar oleh khalifah Abu Bakar.
3)        Pemilihan tim atau Majelis Syura yang dibentuk khalifah. Anggota tim bertugas memilih salah seorang dari mereka menjadi khalifah. Cara ini terjadi pada masa Usman melalui Majelis Syura yang dibentuk oleh khalifah Umar yang beranggotakan enam orang.
4)        Pengangkatan spontanitas di tengah-tengah situasi yang kacau akibat pemberontakan sekelompok masyarakat muslim yang membunuh usman.Cara ini terjadi pada Ali yang dipilih oleh kaum pemberontak dan umat Islam Madinah.
Kedua, pemerintahan Khulafaur Rasyidin tidak mempunyai konstitusi yang dibuat secara khusus sebagai dasar dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan. Undang-undangnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul ditambah dengan hasil ijtihad khalifah dan keputusan Majelis Syura dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul yang tidak ada penjelasannya dalam nash syariat.
Ketiga, pemerintahan khulafaur Rasyidin juga tidak mempunyai ketentuan mengenai masa jabatan bagi setiap khalifah. Mereka tetap memegang jabatan itu selama berpegang kepada syariat Islam.
Keempat, dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah khulafa al-Rasyidin telah melaksanakan prinsip musyawarah, prinsip persamaan bagi semua lapisan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, prinsip kebebasan berpendapat, prinsip keadilan social dan kesejahteraan rakyat.
Kelima, dasar dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, hasil ijtihad penguasa, dan hasil keputusan Majelis Syura. Karenanya corak Negara Madinah pada periode Khulafa al-Rasyidin tidak jauh berbeda daripada zaman Rasulullah.

III.        PEMERINTAHAN PASCA KHULAFAUR RASYIDIN
A.           Pemerintahan Dinasti Umayah(41-132)
Kedudukan sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya al-Hasan bin Ali selama beberapa bulan. Namun, karena al-Hasan menginginkan perdamaian dan menghindari pertumpahan darah, maka al-Hasan menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Mu’awiyah. Dan akhirnya penyerahan kekuasaan ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu'awiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi lain, penyerahan itu juga menyebabkan Mu'awiyah   menjadi penguasa absolut dalam Islam.
Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama'ah ('amul jama'ah) Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa'ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam. Muawiyah dikenal sebagai politikus dan administrasi yang pandai. Ia juga seorang yang piawai dalam merencanakan taktik dan strategi, di samping kegigihan dan keuletannya serta kesediaanya menempuh berbagai cara dalam berjuang untuk mencapai cita-citanya karena pertimbangan politik dan situasi tertentu. Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat, antara lain:
1.                   Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2.                   Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Disamping itu, suku-suku bangsa Arab gemar berperang. Semangat dakwah dan kegemaran berperang tersebut membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
3.                   Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
4.                   Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia.
5.                   Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya untuk masuk Islam.
6.                   Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa (Bizantium) yang memerintah mereka.
7.                   Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Walaupun Muawiyah mengubah sistem pemerintahan menjadi monarki, namun Dinasti ini tetap memakai gelar khalifah. pengelolaan administrasi pemerintahan dan stuktur pemerintahan dinasti umayah merupakan penyempurnaan dari pemerintahan khulafa al-rasyidin yang diciptakan oleh khalifah Umar. Wilayah kekuasaan yang luas itu dibagi menjadi beberapa provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur.
Ditingkat pemerintahan pusat dibentuk beberapa lembaga dan departemen, al-kitab, al-hajib dan diwan. Lembaga lain adalah dibidang pelaksanaan hukum, yaitu Al-Nizham al-qadhai terdiri dari 3 bagian yaitu; al-qadha, al-hisbat dan al-mazhalim. Di dalam tubuh organisasi pemerintahan Dinasti Umayah juga dibentuk diwan atau departemen:
1.         diwan al-rasali,
2.         diwan al-khatim,
3.         diwan al-kharaj,
4.         diwan al-badrid,
5.         diwan al-jund.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan kemudian menata administrasi pemerintahan dan memberikan perhatian tinggi kepada pembangunan kesejahteraan rakyat, antara lain:
1.                  Membentuk Mahkamah untuk mengadili pejabat yang menyeleweng,
2.                  Menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi adminitrasi kenegaraan menggantikan bahasa Romawi dan Persia,
3.                  Mengganti uang Romawi dan Persia dengan mata uang baru yang bertuliskan lafadz ”laailahaillallah”.
Dinasti Umayah mencapai masa kejayaannya pada masa khalifah Walid bin Abdul Malik (86-96 H atau 705-715 M). Pada masa inilah kekuasaannya sudah meliputi wilayah yang sangat luas.
Terbentang antara Andalusia (Spanyol) di sebelah barat, Afrika Utara, sampai ke Asia Tengah dan daerah Indus (India) di sebelah timur, meliputi bangsa, bahasa dan budaya. Khalifah Umar bin Abdul Azis, adalah seorang yang memiliki sifat utama, santun, sederhana dan cinta kepada rakyat, mementingkan urusan agama dari urusan politik, mementingkan persatuan dari golongan. Dengan demikian penyebaran Islam berjalan dengan damai, penuh toleransi. Kesejahteraan rakyat adalah kebijaksanaan pemerintah. Beliau juga yang menggagas pengumpulan dan pembukuan hadits.
Demikian pula khalifah Hisyam bin Abdul Malik berusaha meningkatkan kesejahteraan dengan mendirikan perusahaan sutra, serta pembuatan saluran/ terusan untuk irigasi. Namun, sepeninggal khalifah Hisyam, pertikaian keluarga terjadi. Keadaan internal dinasti Umayah pada waktu itu sudah sulit untuk diselamatkan dari kehancuran.
Beberapa sebab runtuhnya dinasti Umayah, diantaranya :
1.                                                                   Figur khalifah yang lemah.
2.                                                                   Hak istimewa bangsa Arab Suriah.
3.                  Pemerintahan yang tidak demokratis dan korup.
4.                                                                   Persaingan antar suku.                       
Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut al-Khulafa' al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan Nabi. Mereka dipilih melalui proses musyawarah, yang dalam istilah sekarang disebut demokratis. Setelah periode ini, pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun. Selain itu, seorang khalifah pada masa khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri ketika negara menghadapi kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain.
Ciri-ciri khusus yang membedakan bani Umayah dari praktek pemerintahan Khulafa Rasyidin dan pemerintah dinasti Abbasyiah ciri-cirinya antara lain: unsur pengikat bangsa lebih ditingkatkan pada kesatuan politik dan ekonomi; khalifah adalah jabatan sekuler dan berfungsi eksekutif; kedudukan khalifah hanya sebagai kepala pemerintahan. Kedudukan khalifah masih mengikuti tradisi kedudukan syaikh (kepala suku) Arab, disamping ini lebih banyak mengarahkan kebijaksanaan pada perluasaan kekuasaan politik atau perluasan wilayah kekuasaan Negara, dinasti ini bersifat eksklusif karena lebih mengutamakan orang-orang berdarah Arab duduk dalam pemerintahan, orang-orang non Arab tidak mendapat kesempatan yang sama luasnya dengan orang-orang Arab; dan qadhi (hakim) mempunyai kebebasan dalam memutuskan perkara. Di samping itu, Dinasti tidak meninggalkan unsur agama dalam pemerintahan. Formalitas agama tetap dipatuhi dan terkadang menampilkan citra dirinya sebagai pejuang Islam. Ciri lain dinasti ini kurang melaksanakan musyawarah. Karenanya kekuasaan khalifah mulai bersifat absolut walaupun belum begitu menonjol. Dengan demikian tampilnya pemerintahan Dinasti Umayah mengambil bentuk monarki, merupakan babak kedua dari praktek pemerintahan umat Islam dalam sejarah.

B.       Pemerintahan Dinasti Abbasyiah (132-656 H/750-1258)
1.                   Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Setelah pemerintahan Dinasti Umayah jatuh, kekuasaan khilafah jatuh ke tangan Bani Abbas, keturunan Bani Hasyim suku Quraisy sebagaimana Bani Umayah juga suku Quraisy. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu Al-Abbas seorang keturunan dari paman Nabi Muhammad SAW , Al-Abbas bin Abd al-Muthalib bin Hasyim. Nama lengkapnya Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas bin Abd al-Muthalib. Berdirinya Dinasti Abbasiyah ini merupakan hasil perjuangan gerakan politik yang dipimpin oleh Abu Abbas yang dibantu oleh kaum syiah dan orang –orang Persi. Gerakan politik ini berhasil menjatuhkan Dinasti Umayah di tahun 750 M melalui usaha propaganda yang mereka sebut dengan gerakan dakwah. Gerakan dakwah ini sebenarnya sudah dimulai pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis berkuasa (717-720 M) karena kepemimpinan beliau yang adil, ketenteraman dan stabilitas negara secara tidak langsung memberikan kesempatan kepada gerakan ini untuk menyusun dan merencanakan kegiatannya di al Humaymah. Pemimpin gerakan waktu itu adalah Ali bin Abdullah bin Abbas. Dia kemudian digantikan oleh anaknya, Muhammad. Ia memperluas gerakan ini dan menetapkan tiga kota sebagai pusat gerakan. Yaitu, al Humaymah, Kuffah dan Khurasan. Muhammad meninggal pada tahun 743 M dan digantikan oleh anaknya Ibrahim al Imam kemudian beliau menunjuk Abu Muslim al Khurasani seorang khurasan sebagai panglima perangnya.
Abu Muslim kemudian banyak mengumpulkan banyak pengikut, baik dari Khurasan maupun dari Persia dengan kampanyenya yang memunculkan rasa kebersamaan di antara golongan Alawiyyin (Bani Ali), golongan Syiah dan orang-orang Persia yang menentang dinasti Umayah yang telah menindas mereka. Abu Muslim mengajak mereka untuk mengembalikan kekuasaan kepada bani Hasyim.
Ibrahim al Imam yang dihukum oleh khalifah Marwan II karena diketahui bahwa beliau memerintahkan Abu Muslim untuk menyingkirkan orang-orang Arab di Khurasan yang mendukung kekhalifahan Umayah digntikan oleh saudaranya, Abu Abbas As Saffah. Setelah berhasil menggulingkan imperium Umayah, Abu Abbas dibaiat sebagai khalifah, di masjid Kuffah pada tahun 750 M.
Menurut para ahli sejarah, perpindahan kekuasaan dari dinasti Umayah ke Abbasiyah merupakan revolusi Islam yang sama vitalnya seperti revolusi Prancis dan Rusia.
Sistem dan bentuk pemerintahan, struktur organisasi pemerintahan dan organisasi pemerintahan Dinasti ini pada hakikatnya tidak jauh berbeda dari Dinasti Umayah. Namun ada hal-hal baru yag di ciptakan oleh bani Abbas. Sistem dan bentuk pemerintahan monarki yang di pelopori oleh Muawiyah bin Abi Sufyan diteruskan oleh Dinasti Abbasiyah; dan memakai gelar khalifah. Tapi derajatnya lebih tinggi dari gelar khalifah di zaman Dinasti Umayah. Khalifah-khalifah Abbasiyah menempatkan diri mereka sebagai zhillullah fi al-ardh (bayangan Allah SWT di bumi). Pernyataan ini diperkuat dengan ucapan Abu ja’far al-mansur:”sesungguhnya saya adalah Sultan Allah SWT di bumiNya.” Ini mengandung bahwa khalifah memperoleh kekuasaan dan kedaulatan dari Allah SWT,bukan dari rakyat. Karena khallifah menganggap kekuasaannya ia peroleh atas kehendak Tuhan dan Tuhan pula yang member kekuasaan itu kepadanya, maka kekuasaannya bersifat absolut.
Struktur Organisasi dinasti Abbasiyah terdiri dari al-khilafat, al-wizarat, al-kitabat, dan al-hijabat. Lembaga khilafah dijabat oleh seorang khalifah sebagai telah disebut di atas, dan suksesi khalifah berjalan secara turun-temurun dilingkungan Dinasti Abbasiyah. Lembaga al-wizarat(kementerian) di pimpin oleh seorang wazir, seperti menteri zaman sekarang. Lembaga dan jabatan ini baru dalam sejarah pemerintahan Islam yang diciptakan oleh Khalifah Abu Ja’far al-Mansur.
Lembaga Al-kitabat terdiri dari beberapa katib (sekretaris). Yang terpenting dalam katib al-rasail, katib al-kharaj, katib al-jund katib al-syurthat, dan katib al-qadhi. Tugas masing-masing katib ini seperti di zaman Dinasti Umayah. Lembaga al-hijabat dipimpin oleh al-hajib. Tugasnya sebagaimana pada pemerintahan tangga istana dan pengawal khalifah berperan mengatur siapa saja yang ingin bertemu dengan khalifah. Tapi di zaman Abbasiyah birokrasi diperketat . Hanya rakyat dan pejabat yang punya urusan benar-benar amat penting yang boleh bertemu langsung dengan khalifah.
Lembaga lain adalah al-nizham al-mazhalim, yaitu lembaga yang bertugas memberi penerangan dan pembinaan hukum, menegakkan ketertiban hukum baik di lingkungan pemerintah maupun di lingkungan masyarakat, dan memutuskan perkara. Sumber-sumber keuangan Negara untuk mengisi Baitul Mal terdiri dari al-kharaj (pajak tanah yang berproduksi), zakat dan infaq menurut ketentuan Syariat, jizyat (pajak perlindungan yang ditarik dari warga Negara non-muslim), ‘unsyur (pungutan terhadap para pedagang asing yang mengimport barang dagangannya ke wilayah Islam), ghanimat (harta rampasan perang) dan sumber-sumber lain. Untuk memperlancar jalannya roda pemerintaan di bentuk pula diwan-diwan atau departemen-departemen. Jumlahnya lebih banyak dari pada Dinasti Umayah.  Departemen-departemen dalam tubuh organisasi Pemerintahan Dinasti Abbasiyah meliputi departemen urusan pendapatan Negara, departemen urusan denda, departemen urusan keuangan, departemen urusan kemiliteran, departemen urusan pelayanan pos, departemen urusan pengendalian belanja Negara, departemen urusan surat-surat Negara, departemen urusan perbekalan, dan departemen urusan umum untuk membangun sarana-sarana umum.
Pada periode pertama, Dinasti ini melaksanakan system sentralisasi; kekuasaan terpusat di tangan khalifah dan wazir. Gubernur tidak memiliki kekuasaan penuh untuk mengatur segala urusan pemerintahan di daerahnya, dan tidak punya pengaruh dalam urusan pollitik dan kemasyarakatan, tapi dalam perkembangannya kekuasaan khalifah yang bersifat absolut sejak Harun al-Rosyid berkuasa, ditantang oleh para wali daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dan mendirikan dinasti-dinasti kecil. Terobosan dinasti-dinasti kecil ini kemudian ikuti oleh dinasti-dinasti yang lebih besar, seperti Dinasti Ghaznawi ( 962 – 1186) di Afganistan dan punjab di india.
2.                   Penyebaran Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah
Beberapa khalifah yang terkenal selain Abu Abbas, adalah Abu Ja’far al Mansyur. Beliau adalah generasi kelima keturunan Abbas. Khaliifah Abu Ja’far al Mansur berkuasa mulai tahun 754- 775 M atau sekitar 21 tahun lamanya. Dalam masa yang selama itu, berbagai usaha untuk mengonsolidasikan dinasti Abbasiyah dalam bidang pemerintahan dan militer telah dilakukan. Beliau boleh dikatakan sebagai pembangun dinasti Abbasiyah dengan laangkah-langkah yang di ambilnya dalam mengendalikan negara, antara lain : melaksanakan administrasi pemerintahan dengan tertib, serta kondisi antar aparat, kemudian memelihara keamanan dan stabilitas dalam  negeri serta menindak tegas kelompok-kelompok yang merongrong kekuasaannya. Dalam politik luar negeri, khalifah abu Ja’far al Mansur menjalin persahabatan dengan raja Perancis, raja Pepin. Sementara itu, perluasan wilayah Afrika dan daerah-daerah kekuasaan Byzantium (Romawi Timur) masih teris dilanjutkan.
Selain khalifah Abu Ja’far al Mansur cucunya, Harun al Rasyid menjadi khalifah kelima. Beliau adalah khalifah yang terkemuka sebagai seorang penyair dan dermawan. Beliau menjadi figur yang legendaris karena cerita-cerita tentang dirinya dalam kitab Alfu lailah wa Lailah (seribu satu malam). Boleh jadi, pada masanya inilah dinasti Abbasiyah mencapai puncak kejayaan dan keemasannya. Kemudian kepemimpinannya dilanjutkan oleh putranya yang bernama al Makmun. Pelayanan terhadap rakyat bersifat terbuka dan tidak membedakan kelas maupun agama. Didirikannya majelis ilmu yang disebut Baitul Hikmah. Sementara itu juga wilayah kekuasaanya juga terbentang dari pesisir samudra Atlantik sampai dengan tembok besar Cina.
Selama 5 abad berkuasa, dinasti Abbasiyah runtuh karena serbuan tentara Tartar yang dipimpin oleh Hulaghu Khan pada tahun 1258 M.
Untuk mengakhiri pembahasan tentang pemerintahan Dinasti Abbasyiah ini, dikemukakan ciri-ciri khususnya yang membedakannya dari pemerintahan khulafa al-Rasyidin dan pemerintahan Dinasti Abbasiyah ciri-ciri khususnya adalah:unsur pengikat bangsa adalah agama; jabatan khalifah adalah jabatan yang tidak bisa dipisahkan dari negara;kepala negara eksekutif dijabat oleh seotang wazir, Dinasti ini lebih menekankan kebikjaksanaannya pada kosolidasi dan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi; Dinasti ini bersifat universal karena muslim Arab dan non-Arab adalah sama; dan corak pemerintahannya banyak dipengaruhi oleh kebudayaan persia.
3.       Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Pada masa dinasti Abbasiyah perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat baik dalam ilmu-ilmu agama, kesusastraan, filsafat, sejarah maupun eksakta, beberapa di antaranya adalah, ilmu kedokteran ( Ibnu Sina, Abu Zakaria bin Maskaweh, Abu Bakar ar Razy), ilmu falak/ astronomi (Raihan al Biruny, Abu Ma’syar al Falaky), farmasi dan kimia (Ibnu Baithar), filsafat (Abu Ishak al Kindy, Ibnu Thufail, Ibnu sina), sejarah (Ibnu Hisyam, al Waqidi), kesusastraan (Abu Nawas, al Mutanaby).


C.       Islam Di Andalusia (Spanyol) (Umayah 2)
1.                  Masuknya Islam di Andalusia
Pada masa dinasti Umayah 1, tepatnya masa pemerintahan khalifah al Walid, gubernur Afrika Utara di jabat oleh Musa bin Nushair. Gubernur Musa setelah mendapat izin dari khalifah, memerintahkan Thariq bin Ziyad memasuki Andalusia. Thariq dan pasukannya mendarat disebuah gunung yang kemudian diberi nama Jabal Thariq (di selat Gibraltar utara Maroko). Dalam perang Xeraz yang dahsyat, Thariq berhasil mengalahkaan panglima Roderik pada tahun 92 H atau 771 M. Setelah itu, terus maju menguasai kota-kota seperti Kordova, Malaga, dan Granada sampai ibukota Toledo yang sudah ditinggalkan penduduknya kecuali orang-orang Yahudi dan Nasrani. Thariq melarang pasukannya merusak gereja-gereja dan biara dan menjamin bahwa mereka bebas menjalankan agamanya.
Dengan dukungan Musa bin Nushair, penaklukan diteruskan ke kota Saragossa dan Barcelona sampai ke kaki gunung Pyrenia, yang memisahkan Andalusia dengan kerajaan Franka (Perancis).
2.                   Penyebaran Islam di Andalusia
Pada periode pertama, Andalusia merupakan provinsi dari dinasti Umayah yang berpusat di Damaskus. Wali- wali yang memerintah berhasil mengembangkan dan memperluas penyebaran Islam.
Khalifah yang terkenal pada masa ini adalah Abdurrahman ad Dakhil, Hisyam bin Abdurrahman dan Abdurrahman II al Ausath sangat berjasa dalam memajukan persatuaan rakyat, memperhatikan bidang pendidikan dan pembangunan terutama al Ausath seorang Amir yang kuat dan bijaksana, memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada penduduk Andalus untuk memilih agama yang dianutnya. Banyak orang-orang Nasrani Spanyol yang kemudian memeluk Islam.
Masa pemerintahan Abdurrahman III, Andalusia mencapai kejayaan serta keemasan. Beliau diteruskan putranya,  Hakam II menjadikan ibukota Kordova sebagai pusat ilmu pengetahuan, sehingga banyak dikunjungi oleh para pelajar dari penjuru Eropa.
3.                   Akhir Perkembangan di Andalusia
Setelah penguasa-penguasa dinasti Umayah 2 di Andalusia terpecah-pecah, Andalus diperintah oleh dinasti-dinasti kecil, sehingga kekuatannya melemah. Dinasti terakhir yang memerintah adalah bani Ahmar dengan ibukota Granada. Mereka membangun istana al Hambra yang indah.
Kekuatan Kristen yang semakin kuat, apalagi setelah raja Ferdinand dari Arangon menikah dengan ratu Isabella dari Castilia. Gabungan dua kekuatan itu berhasil mengalahkan bani Ahmar. Granada jatuh pada tahun 1492 M. Dengan demikian, berakhirlah kekuatan kaum muslimin  di Andalusia, setelah berkuasa selaama 8 abad. Kemudian terjadi tragedi yang menimpa umat Islam. Raja Ferdinand dan ratu Isabella berjanji akan melindungi kaum muslimin, baik jiwanya, hartanya, maupun agamanya, membiarkan masjid-masjid dalam keadaan biasa. Tetapi janjinya tidak ditepati. Mereka memaksa umat Islam, bangsa Arab, Barbar maupun asli Spanyol untuk meninggalkan agamanya. Jika tidak bersedia, maka mereka akan dibunuh dan dibakar dengan biadab. Mereka mendirikan pengadilan yang di beri nama “pengadilan darah” yang memeriksa dan menghukum umat Islam dan Yahudi yang tidak mau memeluk agama Nasrani diusir.
Pada saat ini, peninggalan-peninggalan peradaban Islam yang tinggi ada yang masih berdiri, dan ada pula yang berubah fungsi, seperti masjid raya Kordova yang berubah fungsi menjadi gereja.

D.              Kerajaan Turki Usmani
1.              Berdirinya Kerajaan Turki Usmani
Bangsa Turki Usmani berasal dari keluarga Qabey dari kabilah Al Gaz Alturky di daerah Tukistan. Bangsa Turki memeluk Islam antara abad 9 dan 10, mereka selalu di tekan oleh bangsa Mongol. Oleh karena itu, kabilah ini mengembara ke Asia kecil dipimpin oleh Sulaiman sampai ke Halb beliau meninggal, rombongan itu terpecah menjadi dua bagian, rombongan pertama kembali dan rombongan kedua meneruskan perjalanan dipimpin olah Orthogul anak Sulaiman.
Rombongan kedua ini sampai ke Asia Kecil dan mengabdikan diri ke Sultan Alauddin II yang sedang berperang dengan Byzantium. Atas jasaanya,  beliau diberi sebidang tanah yang berdekatan dengan Byzantium, dan dibiarkan merambah ke arah musuh.
Setelah daerahnya bertambah luas, maka Syukud dipilih menjadi ibukotanya. Pada tahun 1258 M. Orthogul mendapatkan seorang anak yang diberi nama Usman. Ia di didik oleh ayahnya tentang kemiliteran dan kenegaraan secara sempura. Pada tahun 1289 M Orthogul meninggal dunia. Usman menggantikan ayahnya, karena keperkasaannya, ia sangat disayangi oleh sultan Alauddin. Ia diperbolehkan mencetak uang sendiri.
Pada tahun 699 H atau 1299 M. Daulah bani Saljuk dikuasai tentara Mongol dan sultan Alauddin meninggal dunia. Oleh kaarena itu, Usman memproklamirkan “kesultanan Usmani”. Atas pernyataan itu, pembesar bani Saljuk, para penentang Mongol datang membantunya, sehingga seluruh wilayah Saljuk menjadi Daulah Usmani. Semenjak itu, kerajaan ini dikenal dengan Daulah Turki Usmani pada tahun 699 H atau 1299 M.
Kerajaan Turki Usmani telah menyampaikan dakwah Islamiyah ke Eropa dan Afrika. Hal itu masih dapat di lihat dari peninggalan-peninggalannya sampai sekarang.
Turki Usmani menolak usaha Zionis kaum Yahudi untuk menetap di Palestina yaitu pada masa sultan Hamid II (1876-1909 M), walaupun dijanjikan bantuan dan hadiah kepada sultan sebesar lima puluh juta Jemaih. Sultan Hamid juga mendirikan Pan Islamisme untuk mengimbangi Kristen dan Zionis.
Pertengahan abad ke-19 pemerintahan di Dunia Islam memasuki babak ke 3, yaitu disusunnya konstitui pertama di Tunis dan konstitusi kedua di Turki atas usaha Khayr al-din (1810-1889) disusunlah konstitusi bagi pemerintahan Tunis dan di umumkan pada bulan Januari 1886. Sedangkan di Turki atas usaha Namik Kemal (1840-1885), pemimpin Gerakan Usmani Muda, dan disetujui oleh Sultan Abdul Hamid disusun konstitusi bagi kerajaan Usmani dan di umumkan pada tanggal 23 desember 1876. Dengan demikian sistem monarki absolut di ubah menjadi sistem monarki konstitusional. Langkah Tunis dan Turki ini diikuti oleh penguasa-penguasa Islam lainnya, sehingga pada pertengahan abad ke 20 boleh dikatakan hampir seluruh pemerintahan di Dunia Islam sudah mempunyai konstitusi dengan sistem dan bentuk pemerintahan yang berbeda.

E.       Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah nama tarekat di kota Ardabil Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safiad Din (1252-1334 M). Ia adalah keturunan Musa al Kidzim, imam Syiah keenam. Tarekat ini beralih dari gerakan keagamaan menjadi gerakan politik yang  berpengaruh di Persia, Syria, dan Anatolia. Dan ia menempatkan wakil-wakilnya di daerah dengan nama khalifah.
Gerakan tersebut menjadi sebuah pemerintahan yang di pimpin oleh Juned tahun 1447- 1460 M. Perluasan negaranya dengan menambah kegiatan politik dengan menagatasnamakan kegiatan keagamaan yang beraliran Syiah.


F.        Kerajaan Mughol
Kerajaan Mughol berdiri 25 tahun setelah kerajaan Safawi berdiri. Kerajaan Mughol bukanlah satu-satunya kerajaan Islam di India. Dakwah Islam sampai ke India ialah pada masa khalifah al Walid dari bani Umayah di bawah panglimanya yang bernama Muhammad ibnu Qasim. Dinasti Gazwani di bawah sultan Mahmud mengembangkan sayapnya ke India tahun 1020 M, dan hampir seluruhnya dikuasai dan di Islamkan. Setelah Gazwani hancur dan muncullah kerajaan-kerajaan Islam seperti Khalji, Tuglug dan sebagainya.
Kerajaan Mughol dengan ibukotanya Delhi dan raja pertamanya Zahiruddin Babur (1482-1530 M) cucu dari Timur Lenk dari ayah bernama Umar Mirza yang menguasai daerah Fargana. Ia sejak kecil ingin menguasai Samarkand, kota penting di Asia Tengah pada masa itu. Zahiruddin dapat menguasai Samarkand dengan bantuan sultan Salim I dari kerajaan Saafawi tahun 1494 M dan pada tahun 1504 M, Kabul ibukota afganistan dapat di kuasai.
Pada masa Akbar, banyak pemberontakkan yang ingin menguasai Delhi akan tetapi dapat di atasi. Sultan Akbar terus melebarkan sayapnya. Ia berhasil menguasai Cundar, Ghow, Citor, Kalinjar, Surat, Bihar, Kasmir, Orisa, Dekan, Narhala, Ahmadnagar, Bengali dan Asirgah. Namun, daerah yang luas itu dipimpinnya secara diktator dan semua pejabat dilatih secara kemiliteran. Sultan Akbar menjadikan kesultanan India Makmur dan terkenal pada masa itu serta di segani oleh negara-negara lain.
Semua kemajuan-kemajuan pada kerajaan Mughol sangat dikenal pada dunia Islam terutama sastra dan seni bangunan yang sampai saat ini masih indah dan utuh.










BAB III
PENUTUP
  1. Simpulan dan Saran
Perjuangan penyebaran Islam oleh nabi Muhammad SAW  dari jaman Jahiliyah hingga akhir hayatnya tidaklah mudah,  tantangan-tantangan yang ada membuat nabi Muhammad SAW jatuh bangun bahkan dalam hijrahnya ke beberapa daerah tidak menghasilkan hasil yang memuaskan atau hanya caci-maki bahkan cidera fisik. Namun, tantangan-tantangan itu tidak membuat nabi putus asa tetapi justru lebih terpacu untuk menyebarkan agama Islam. Dengan kebijaksanaan, kesabaran serta sahabat-sahabat yang mendukung beliau dan tentu saja pertolongan dari Allah SWT akhirnya Islam dapat tersebar keseluruh penjuru Jazirah Arab. Setelah beliau wafat perjuangan dan kepemimpinan beliau diteruskan oleh sahabat-sahabat beliau. Terjadi beberapa periode besar kepemimpinan umat Islam setelah nabi wafat. Yaitu, masa Khulafaur Rasyidin yang penuh demokrasi. Kemudian diteruskan oleh dua imperium besar yaitu daulah bani Umayah yang di dirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan dan berkuasa selama 90 tahun hingga Andalusia pun jatuh ke tangan Islam. Namun pemberontakan dan masalah internal membuat dinasti ini runtuh. Dinasti kedua yang berkuasa bahkan merupakan masa kejayaan dan keemasan Islam di bidang pemerintahan, militer, kesusastraan dan ilmu pengetahuan adalah dinasti bani Abassiyah yang berdiri setelah menggulingkan dinasti Umayah dan mengukir prestasi yang luar biasa bagi dunia Islam.
Di Andalusia juga berdiri dinasti Umayah yang didirikan oleh Abdurrahman ad Dakhil yang lolos dari kejaran pasukan Abassiyah. Namun, akhirnya kekuasaan di Andalusia runtuh akibat semakin melemahnya kekuatan Islam. Kemudian berdirilah dinasti-dinasti kecil, yang terakhir adalah Turki Usmani yang berhasil berdakwah hingga Eropa. Turki Usmani (Ottoman) baru berakhir saat dimulainya perang dunia pertama.
Dari kisah-kisah ini, kita seharusnya dapat mengambil nilai positif dan semakin terpacu untuk selalu berpegang teguh kepada ajaran Islam yang tentu saja dalam sejarahnya pernah menguasai separuh dunia. Kita tidak hanya mengagumi kemajuan-kemajuan itu tetapi juga harus berusaha untuk bagaimana supaya kita dapat meraihnya kembali di era global ini yang semakin memojokkan Islam tentu saja bukan dengan cara yang arogan dan menggunakan kekerasan tetapi menunjukkan pada dunia bahwa umat Islam telah bangkit dengan lebih mengedepankan ilmu-ilmu pengetahuan. Dan semua itu demi kemaslahatan umat Islam yang telah lama terpuruk.


Daftar Pustaka

Darsono, Ibrahim T. 2005. Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam. Solo: PT Tiga Serangkai
Syalabi, Ahmad.1987. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna
Departemen Agama RI. 1995. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Islam
Departemen Agama RI. 1996. Pendidikan Agama Islam Untuk SLTP Kelas II. Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Islam

atau kawan-kawan bisa download disini
Copyright © Blog Rujak : Kumpulan Makalah Online Lengkap. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design