ADSENSE HERE!
A.
SEJARAH SINGKAT DAN PROSES BERDIRINYA
DINASTI AL-AYYUBIYAH
Menurut
silsilah Dinasti Ayyubiyah
merupakan keturunan Ayyub dari suku
Kurdi yang berasal dari Azerbaijan.
Nama Ayyubiyah dikaitkan dengan nama ayah Salahuddin, yaitu Ayyub bin Syadzi. Sebenarnya Dinasti ini
berbentuk persatuan ( konfederasi ) beberapa Dinasti yang tunduk kepada satu
Dinasti yang dipimpin oleh kepala keluarga. Tiap-tiap Dinasti diperintah oleh
seorang anggota keluarga Ayyubiyah. Pada waktu Dinasti Abbasiyah masih
berkuasa, Dinasti Ayyubiyah ini masih
berupa penguasa provinsi yang mengakui kekuasaan Dinasti Abbasiyah dengan membayar upeti setiap tahunnya. Pendiri Dinasti Ayyubiyah adalah Salahudin Al
Ayyubi putra dari Najmudin bin Ayyub. Sebelum mendirikan Dinasti Ayyubiyah,
pada masa Nurudin Zanki, gubernur Suriah dari Dinasti Abbasiyah, Salahudin Al
ayyubbi diangkat sebagai kepala Garnisum di Balbek.
Shalahuddin al-Ayyubi adalah seorang panglima Islam yang
gagah berani dalam perang salib dan berhasil merebut kembali Baitul Maqdis dari
tangan kaum salib. Pada masa mudanya Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi kurang terkenal dikalangan
masyarakat. Ia senang berdiskusi tentang ilmu kalam, ilmu fikih, al-Qur’an dan
Hadits.
Keberhasilan
Salahudin al Ayyubi sebagai tentara
mulai terlihat ketika ia mendampingi pamannya, Asaduddin Syirkuh, yang mendapat
tugas dari Nurudin Zanki untuk membantu Dinasti Fatimiyah di Mesir pada tahun
1164 M. Perdana Menteri Syawar yang dikudeta ( digulingkan
) oleh Dirgam menjanjikan imbalan sepertiga pajak tanah Mesir kepada
Salahudin Al Ayyubi jika ia
berhasil mengalahkan Dirgam. Ternyata Salahudin bisa mengalahkan Dirgam
dan akhirnya Perdana Menteri Syawar bisa
menduduki kembali jabatannya pada tahun
1164 M.
Jatuhnya kota suci Baitul Maqdis ke tangan kaum salib
telah membuat para pemimpin Islam terkejut. Kemudian para pemimpin bersepakat
untuk merebut kembali kota
tersebut. Diantara pemimpin yang paling gigih dalam usaha menghalau tentara
salib adalah Imamuddin Zanki dan diteruskan oleh anaknya Nuruddin Zanki dan
dibantu oleh panglima Asaduddin Syirkuh.
Setelah hampir empat puluh
tahun kaum salib menduduki Baitul Maqdis, Shalahuddin al-Ayyubi baru lahir yakni pada tahun 1138 M.
Keluarga Shalahuddin taat beragama dan
berjiwa pahlawan. Ayahnya, Najmuddin Ayyub adalah seorang yang termasyhur dan
beliau pulalah yang memberikan pendidikan awal kepada Shalahuddin . Selain itu,
Shalahuddin juga memperoleh pendidikan
dari Asaduddin Syirkuh seorang negarawan dan panglima perang Syiria yang telah
berhasil mengalahkan tentara salib di Syiria dan Mesir. Dalam setiap peperangan
yang dipimpin panglima Asaduddin, Shalahuddin
selalu ikut sebagai tentara walaupun usianya masih muda.
Pada tahun 549 H/1154 M,
panglima Asaduddin Syirkuh memimpin tentaranya merebut dan mengusai Damsyik.
Shalahuddin yang ketika itu baru berusia
16 tahun turut serta sebagai pejuang. Pada tahun 558 H/1163 M, panglima
Asaduddin membawa Shalahuddin al-Ayyubi
yang ketika itu berusia 25 tahun untuk menundukan Dinasti Fatimiyah di Mesir
yang diperintah oleh aliran Syiah Islamiyah yang semakin lemah, usahanya
berhasil. Khalifah Dinasti Fatimiyah terakhir al-Adid Lidinillah dipaksa oleh
Asasudin Syirkuh untuk menandatangani perjanjian. Akan tetapi, wazir besar
Shawar merasa cemburu melihat Syirkuh semakin populer dikalangan istana dan
rakyat.
Dengan sembunyi-sembunyi dia
pergi ke Baitul Maqdis dan meminta bantuan salib untuk menghalau Syirkuh yang
berkuasa di Mesir. Pasukan salib yang dipimpin oleh Amalric menyetujui
permintaan tersebut. Maka terjadilah pertempuran antara pasukan panglima
Syirkuh dan Amalric yang berakhir dengan kekalahan Asaduddin. Setelah menerima
syarat-syarat damai Asaduddin dan Shalahuddin
dipersilahkan kembali ke Damsyik.
Kerjasama wazir besar Shawar
dengan orang kafir telah menimbulkan kemarahan Nuruddin Zanki dan para pemimpin
Islam lainnya termasuk Bagdad. Lalu
dipersiapkannya tentara yang besar yang tetap dipimpin oleh Asaduddin Syirkuh
dan Shalahuddin al-Ayyubi. Melihat kondisi tersebut pasukan salib segera
mempersiapkan diri. Akan tetapi kali ini panglima Syirkuh berhasil mengalahkan
tentara salib yang dipimpin oleh Amalric dan mengusirnya dari Mesir.
Panglima Syirkuh dan
Shalahuddin terus menuju ke ibu kota Kaherah dan mendapat
tentangan dari pasukan Wazir Shawar. Akan tetapi, pasukan Syawar hanya dapat
bertahan sebentar saja, dia sendiri melarikan diri dan bersembunyi. Khalifah
al-Adid Lidinillah terpaksa menerima panglima Syirkuh dan Shalahuddin. Suatu
ketika, Shalahuddin sedang berziarah ke
Mesir, ternyata Wazir Shawar bersembunyi di situ. Shalahuddin segera menangkap dan Shawar, dibawa ke istana
dan kemudian dihukum mati.
Khalifah al-Adid melantik
panglima Asaduddin Syirkuh menjadi wazir besar menggantikan Shawar. Wazir baru
itu segera melakukan perbaikan dan pembersihan pada setiap institusi kerajaan
secara bertahap. Sementara anak saudaranya, Shalahuddin al-Ayyubi diperintahkan
membawa pasukannya mengadakan pembersihan di kota-kota sepanjang sungai Nil
hingga Assuan di sebelah utara dan bandar-bandar lain termasuk bandar
perdagangan Iskandariyah.
Wazir Syirkuh tidak lama
memegang jabatannya, karena beliau wafat pada tahun 565 H H/1169 M. Khalifah
al-Adid melantik panglima Shalahuddin al-Ayyubi menjadi wazir menggantikan
Syirkuh dengan mendapat persetujuan pembesar-pembesar Kurdi dari Turki.
Walaupun kekuasaanya di bawah Dinasti Fatimiyah, Shalahuddin tetap menganggap Nuruddin Zanki sebagai
pemimpinnya.
Nuruddin Zanki berulang kali
mendesak Shalahuddin agar menangkap Khalifah al-Adid dan mengakhiri Dinasti
Fatimiyah untuk seterusnya diserahkan kepada Dinasti Abbasiyah di Baghdad. Akan
tetapi Shalahuddin tidak bertindak terburu-buru, beliau memperhatikan keadaan
sekelilingnya sehingga musuh-musuh dalam keadaan betul-betul lemah.
Barulah pada tahun 567 H/1171
M, Shalahuddin mengumumkan penutupan Dinasti Fatimiyah. Ketika pengumuman
peralihan kekuasaan itu dilaksanakan Khalifah al-Adid sedang sakit keras,
sehingga beliau tidak mengetahui perubahan besar yang berlaku dalam di dalam
negerinya. Satu hari setelah pengumuman tersebut, Khalifah al-Adid meninggal
dunia.
Dengan demikian berakhirlah
kekuasaan Dinasti Fatimiyah yang dikuasai oleh kaum Syiah selama 270 tahun. Keadaan seperti ini
memang telah lama dinanti oleh umat Islam pada waktu itu. Apalagi setelah Wazir
Syawar bersekongkol dengan kaum salib musuh Islam. Mereka sangat berterima
kasih kepada Panglima Shalahuddin al-Ayyubi yang dengan kebijaksanaanya dan
kepintarannya. Bersamaan dengan itu pula, Wazir Shalahuddin al-Ayyubi telah
meresmikan Universitas al-Azhar yang selama ini dikenal sebagai pusat pengajian
Syiah kepada pusat pengajian Ahlussunnah wal jama’ah.
Walaupun
sangat pintar dan bijak mengatur strategi dan berani di medan tempur
Shalahuddin berhati lembut, tidak mau menipu atasannya demi kekuasaan dunia.
Beliau tetap setia pada atasannya, tidak mau merampas kekuasaan untuk
kepentingan pribadi. Karena apa yang dikerjakannya selama ini hanyalah untuk
menghalau tentara salib dari bumi Jerussalem. Untuk tujuan ini, beliau berusaha
menyatupadukan wilayah-wilayah Islam terlebih dahulu, kemudian mengahapuskan
para penghianat agama dan negara agar peristiwa Wazir Syawar tidak terulang lagi.
Di
Mesir, beliau telah berkuasa penuh, tetapi masih tetap taat setia pada
kepemimpinan Nuruddin Zanki dan Khalifah di Baghdad. Tahun 1173 M Nuruddin Zanki wafat dan digantikan
putranya Ismail yang ketika itu berusia 11 tahun dan bergelar Mulk al-Shalih. Para ulama dan pembesar menginginkan agar Shalahuddin
mengambil alih kekuasaan karena tidak suka kepada Mulk al-Shalih disebabkan
kurang bertanggung jawab dan suka bersenang-senang. Akan tetapi Shalahuddin
tetap taat setia pada Mulk al-Shalih.
Apabila Damsyik di serang
kaum salib, barulah Shalahuddin menggerakkan pasukannya ke Syiria untuk
mempertahankan kota
tersebut jangan sampai jatuh ke tangan kaum salib. Tidak lama kemudian Ismail
wafat, maka Shalahuddin menyatukan Syiria dengan Mesir dan mendirikan Dinasti
al-Ayyubiyah dengan beliau sendiri sebagai khalifah pertama. Tiada berapa lama
kemudian, Shalahuddin dapat menggabungkan negeri-negeri an-Nubah, Sudan, Yaman,
dan Hijaz ke dalam kekuasaanya yang besar. Negara di Afrika yang telah diduduki
oleh laskar salib dari Normandy,
juga telah dapat direbutnya dalam waktu yang singkat. Dengan ini kekuasaan
Shalahuddin telah cukup besar dan tentaranya cukup untuk mengusir tentara kafir
Kristen yang menguasai Baitul Maqdis selama berpuluh-puluh tahun.
Disamping Shalahuddin Al Ayyubi,
tokoh lain yang berperan terhadap berdirinya Dinasti Al Ayyubiyah adalah
Asaduddin Syirkuh. Sifat Shalahuddin yang lemah lembut, Zuhud, Wara’ dan
sederhana membuat kaum muslimin di bawah kekuasaannya sangat mencintainya.
Demikianlah sejarah singkat dan proses berdirinya Dinasti Ayyubiyah.
Ketahuilah
!!
Berdirinya Dinasti Al
Ayyubiyah merupakan kelanjutan dari Dinasti Abbasiyah, ketika Dinasti
Abbasiyah masih berdiri Dinasti ini merupakan penguasa propinsi yang masih
mengakui kekuasaan Dinasti Abbasiyah dengan membayar upeti.
|
B. SULTAN-SULTAN YANG BERKUASA PADA MASA DINASTI AL AYYUBIYAH
Setelah
mulai berkuasa, Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi tidak membuat suatu kekuasaan yang
terpusat di Mesir. Ia justru membagi wilayah kekuasaan saudara-saudara dan
keturunannya. Hal ini mengakibatkan munculnya beberapa cabang Dinasti Ayyubiyah
seperti di bawah ini.
1)
Kesultanan Ayyubiyah di Mesir
No
|
Nama Sultan
|
Memerintah
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Shalahudddin Yusuf al-Ayyubi
Al-Aziz
Al-Mansur
Al-Adil
Al-Kamil
Al-Adil II
As-Salih Ayyub
Al-Mu’azzam Turansyah
Al-Asraf II
|
1171-1193 M
1193-1198 M
1198-1200 M
1200-1218 M
1218-1238 M
1238-1240 M
1240-1249 M
1249-1250 M
-
|
2)
Kesultanan Ayyubiyah di Damaskus
No
|
Nama Sultan
|
Memerintah
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
|
Salahuddin Yusuf al-Ayyubi
Al-Afdal
Al-Adil I
Al-Mu’azzam
An-Nasir Dawud
Al-Asraf
As-Salih Ismail
Al-Kamil
Al-Adil II
As-Salih Ayyub
As-Salih Ismail (kedua)
As-Salih Ayyub (kedua)
Turansyah
An-Nasir Yusuf
|
1174-1193 M
1193-1196 M
1196-1218 M
1218-1227 M
1227-1229 M
1229-1237 M
1237-1238 M
-1238 M
1238-1239 M
-1239 M
1239-1245 M
1245-1249 M
1249-1250 M
1250-1260 M
|
3)
Kesultanan Ayyubiyah di Aleppo
No
|
Nama Sultan
|
Memerintah
|
1.
2.
3.
4.
|
Shalahudddin Yusuf al-Ayyubi
Az-Zahir
Al-Aziz
An-Nasir Yusuf
|
1183-1193 M
1193-1216 M
1216-1236 M
1236-1260 M
|
4)
Kesultanan Ayyubiyah di Hamah
No
|
Nama Sultan
|
Memerintah
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
Al-Muzaffar I
Al-Mansur
An-Nasir
Al-Muzaffar II
Al-Mansur II
Al-Muzaffar III
Al-Muayyad
Al-Afdal
|
1178-1191 M
1191-1221 M
1221-1229 M
1229-1244 M
1244-1284 M
1284-1300 M
1300-1331 M
1331-1342 M
|
5)
Kesultanan Ayyubiyah di
Homs
No
|
Nama Sultan
|
Memerintah
|
1.
2.
3.
4.
|
Al Qahir
Al Mujahid
Al Mansur
Al Asraf
|
1178-1186 M
1186-1240 M
1240-1246 M
1246-1263 M
|
6)
Kesultanan
Ayyubiyah di Mayyafariqin
No
|
Nama Sultan
|
Memerintah
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Salahuddin Yusuf al-Ayyubi
Al-Adil I
Al-Awhad
Al-Asraf
Al-Muzaffar I
Al-Kamil
|
1185-1193 M
1193-1200 M
1200-1210 M
1210-1220 M
1220-1247 M
1247-1260 M
|
7)
Kesultanan
Ayyubiyah di Sanjar
No
|
Nama Sultan
|
Memerintah
|
1.
|
Al-Asraf
|
1220-1229 M
|
8)
Kesultanan
Ayyubiyah di Hisn Kayfa
No
|
Nama Sultan
|
Memerintah
|
1.
2.
3.
|
As-Salih Ayyub
Al-Mu’azzam Turansyah
Al-Awhad
|
1232-1239 M
1239-1249 M
1249-1283 M
|
9)
Kesultanan
Ayyubiyah di Yaman
No
|
Nama Sultan
|
Memerintah
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Al-Mu’azzam Turansyah
Al-Aziz Tugtegin
Mu’izzuddin Ismail
An-Nasir Ayyub
Al-Muzaffar Sulaiman
Al-Mas’ud Yusuf
|
1173-1181 M
1181-1197 M
1197-1202 M
1202-1214 M
1214-1215 M
1215-1229 M
|
10)
Kesultanan
Ayyubiyah di Kerak
No
|
Nama Sultan
|
Memerintah
|
1.
2.
|
An-Nasir Dawud
Al-Muglib
|
1229-1249 M
1249-1263 M
|
Dari beberapa sultan di atas, berikut ini
akan dikemukakan pembahasan mengenai beberapa sultan Dinasti Ayyubiyah yang
menonjol yaitu Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi, al-Adil I dan al-Kamil
1)
Shalahuddin
Yusuf al-Ayyubi ( 1138-1193 M )
Diantara para khalifah, SHalahuddin Al
Ayyubi adalah pendiri dan sekaligus khalifah yang terkenal yang berhasil
membawa Dinasti Ayyubiyah ke puncak kejayaan. Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi
dianggap sebagai pembaharu di Mesir karena dapat mengembalikan madzhab Sunni.
Beberapa usaha yang dilakukan oleh Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi dalam membangun
pemerintahan adalah :
1. Mendirikan madrasah-madrasah yang menganut mazhab
Syafi’i dan mazhab Maliki.
2.
Mengganti kadi-kadi
Syi’ah dengan kadi-kadi Sunni.
3.
Mengganti
pegawai pemerintahan yang melakukan korupsi.
4.
Memecat
pegawai yang bersekongkol dengan penjahat dan perampok.
Melihat keberhasilan Salahuddin dalam
menata pemerintahan , khalifah Al Mustadi dari Dinasti Abassiyah memberikan
gelar kepadanya Al Mu’izz li Amiril Mu’minin ( penguat kedudukan Amirul
Mu’minin ). Pada tahun 1175 M Khalifah Al Mustadi menyerahkan wilayah Mesir, An Naubah,
Yaman,Tripoli, Syria, Palestina dan maghrib ( Maroko ) ke bawah kekuasaan
Salahuddin. Hal ini dilakukan setelah Salahuddin menyebut nama Khalifah
Abbasiyah dalam setiap khotbah jum’at di setiap masjid de wilayah Mesir. Sejak
saat itulah, ia dianggap sebagai Sultan Islam wal Muslimin.
Dalam masa pemerintahannya, Shalahuddin
Yusuf al-Ayyubi menghadapi pemberontakan dari kalangan sendiri. Hal itu terjadi
karena adanya keirian dan kedengkian terhadap keberhasilan Shalahuddin Yusuf
al-Ayyubi. Orang yang pertama iri adalah Nuruddin Zanki, ia merasa kebesarannya
tersaingi oleh Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi. Selain itu, Shalahuddin juga
mengingkari janjinya untuk membantu Nuruddin Zanki dalam membantu menghadapi tentara salib yang
mengusai Kerak dan Syaubak. Orang yang kedua membenci Shalahuddin Yusuf
al-Ayyubi adalah kepala rumah tangga Khalifah al-Adid yang bernama Hajib Adapun
pemberontakan yang terjadi pada masa Salahuddin Al Ayyubi berkuasa yang berasal
dari kalangan sendiri diantaranya :
1.
Pemberontakan yang dilakukan oleh Hajib ( kepala rumah tangga khalifah Al Adid
) ia memberontak karena hak-haknya sebagai kepala rumah tangga istana
dikurangi, kemudian ia bersekongkol dengan tentara An Naubah dari Sudan untuk
menggulingkan Salahuddin.
2. Pemberontakan yang
dilakukan oleh kaum Asassin yang
dipimpin oleh Syekh Sinan.
3. Pemberontakan yang
dilakukan kelompok Zanki. Kelompok ini merupakan pembela Al Malik As Salih
Ismail yang bersekongkol dengan Al Gazi ( penguasa Mosul
dan paman Al Malik As Salih Ismail ) juga untuk menggulingkan
Pemerintahan Salahuddin Al Ayyubi.
Semua pemberontakan itu dapat diselesaikan
oleh salahuddin Al Ayyubi dengan baik.
Penyelesaian pemberontakan itu ditempuh dengan
jalan damai ( perundingan ) dan dengan jalan peperangan ( penumpasan ).
Setelah melalui berbagai peperangan dan
menaklukan berbagai benteng dan kota, sampailah Sultan Shalahuddin Yusuf
al-Ayyubi pada keinginan utamanya yaitu merebut Baitul Maqdis. Kini beliau
mengepung Jerussalem selama empat puluh hari yang membuat penduduk kota
tersebut tidak bisa berbuat apa-apa dan kekurangan kebutuhannya. Waktu itu
Jerussalem dipenuhi dengan kaum pelarian dan orang-orang yang selamat dalam
perang Hittin. Tentara pertahanannya sendiri tidak kurang dari 60.000 orang.
Pada mulanya Sultan menyerukan seruan agar
kota suci diserahkan secara damai. Beliau tidak ingin bertindak seperti yang
dilakukan oleh Godfrey dan orang-orang pada tahun 1099 untuk membalas dendam.
Akan tetapi pihak Kristian telah menolak tawaran baik dari sultan, bahkan
mereka mengangkat komandan perang untuk mempertahankan kota itu. Karena mereka
menolak seruan, Sultan Shalahuddin bersumpah akan membunuh semua orang Kristen
di dalam kota itu untuk membalas dendam dalam peristiwa 90 tahun yang lalu.
Mulailah pasukan kaum muslimin melancarkan serangan ke atas kota itu dengan
anak panah dan manjanik.
Kaum salib membalas serangan itu dari
dalam benteng. Setelah berlangsung serangan selama empat belas hari, kaum salib
melihat bahwa pintu benteng hampir musnah oleh serangan kaum muslimin. Para
pemimpin kaum salib mulai merasa takut melihat kegigihan dan kekuatan pasukan
muslim yang hanya menunggu waktu untuk masuk. Beberapa pemimpin Kristian telah
keluar menemui Sultan Shalahuddin menyatakan keinginannya untuk menyerahkan
kota suci secara aman dan minta agar nyawa mereka diselamatkan.
Akan tetapi sultan menolak sambil berkata:
”Aku tidak akan menaklukan kota ini kecuali dengan kekerasan sebagaimana kamu
dahulu menaklukannya dengan kekerasan. Aku tidak akan membiarkan seorang
Kristenpun melainkan kubunuh sebagaimana engkau membunuh semua kaum muslimin di
dalam kota ini dahulu. Setelah usaha diplomatik mereka tidak berhasil, Datuk
bandar Jerussalem sendiri datang menghadap sultan dengan merendah diri dan
minta dikasihani, membujuk dan merayu dengan segala cara. Sultan Shalahuddin tidak
menjawabnya.
Akhirnya ketua Kristiani itu berkata:
”jika tuan tidak mau berdamai dengan kami, kami akan balik dan membunuh semua
tahanan (terdiri kaum muslimin berjumlah 4000 orang) yang ada pada kami. Kami
juga akan membunuh anak cucu kami dan perempuan-perempuan kami. Setelah itu
kami akan binasakan rumah-rumah dan bangunan-bangunan yang indah-indah, semua harta dan perhiasan
yang ada pada kami akan dibakar. Kami juga akan memusnahkan kubah Shahra’, kami
akan hancurkan semua yang ada sehingga tidak ada apa-apa yang boleh
dimanfaatkan lagi. Selepas itu, kami akan keluar untuk berperang mati-matian,
karena sudah tidak ada apa-apa lagi yang kami harapkan selepas ini. Tidak
seorangpun boleh membunuh kami sebelum orang-orang tuan terbunuh terlebih dahulu.
Nah, jika demikian keadaannya, kebaikan apalagi yang tuan harapkan.
Setelah mendengar kata-kata nekat itu,
Sultan Shalahuddin menjadi lembut dan kasihan serta bersedia untuk memberikan
keamanan. Beliau meminta nasehat para ulama yang mendampinginya mengenai sumpah
berat yang telah diucapkannya. Para ulama mengatakan bahwa beliau mesti menebus
sumpahnya dengan membayar kifarat sebagaimana yang telah disyariatkan.
Maka berlangsunglah penyerahan kota secara
aman dengan syarat setiap penduduk mesti membayar uang tebusan. Bagi lelaki
wajib membayar sepuluh dinar, perempuan lima dinar dan anak-anak membayar dua
dinar saja. Barang siapa yang tidak mau membayar tebusan, akan menjadi tawanan
kaum muslimin dan berkedudukan sebagai hamba. Semua rumah, senjata dan
alat-alat peperangan lainnya mesti ditinggalkan untuk kaum muslimin. Mereka
boleh pergi ke mana saja tempat yang aman untuk mereka. Mereka diberi waktu
empat puluh hari untuk memenuhi syarat-syaratnya dan barang siapa yang tidak
sanggup menunaikannya sampai waktu yang ditentukan, ia akan menjadi tawanan.
Ternyata ada 16.000 orang Kristian yang tidak sanggup membayar uang tebusan.
Semua mereka ditahan sebagai hamba.
Maka pada hari Jum’at 27 Rajab 583 H,
Sultan Shalahuddin bersama kaum muslimin memasuki Baitul Maqdis. Mereka
mengumandangkan “Allahu Akbar“ dan bersyukur kehadirat Allah SWT, air mata
mereka menetes di pipi kaum muslimin setelah memasuki Baitul Maqdis. Para ulama
juga memberikan ucapan selamat kepada Sultan Shalahuddin yang telah berhasil
merebut kembali Baitul Maqdis dari kaum Kristiani.
Kejatuhan Jerussalem ke tangan kaum
muslimin telah membuat Eropa marah. Mereka mengeluarkan tulisan yang disebut ”Saladin tithe” yang artinya derma wajib
untuk melawan Shalahuddin yang hasilnya digunakan untuk membiayai perang salib.
Dengan angkatan perang yang besar, beberapa raja Eropa berangkat untuk merebut
kota suci tersebut. Maka terjadilah perang salib ke tiga yang sangat sengit.
Namun demikian, Shalahuddin masih dapat mempertahankan Jerussalem sampai perang
selesai. Setahun setelah perang salib ke tiga, Sultan Shalahuddin wafat.
2)
Al Adil
( 1145-1238 M )
Al-Adil memiliki nama lengkap al-Malik
al-Adil Syaifuddin Abu Bakar bin Ayyub. Dari nama Syaifuddin ini, tentara salib
memberinya gelar Saphadin. Ia adalah
putra Najmuddin Ayyub dan merupakan saudara muda Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi.
Prestasi pertamanya adalah ketiak ia diangkat sebagai pemimpin pasukan saat
mengkitu ekspedidi militer pamannya, Syirkuh ke Mesir antara tahun 1168-1169 M.
Setelah kematian Nuruddin Zanki pada tahun 1174, ia memerintah di Mesir atas
nama saudaranya, Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi. Sebagai seorang pemimpin, ia
berhasil mengumpulkan sumber daya, baik alam maupun manusia, untuk membantu
Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi menguasai Syiria dan menghadapi pasukan salib
antara tahun 1175-1183. pada tahun 1176, ia memadamkan pemberontakan
orang-orang Kristen Koptik di kota Qift, Mesir. Setelah itu, ia memerintah di
Allepo sebagai gubernur antara tahun 1183-1186. tidak lama kemudian, ia kembali
ke Mesir untuk menghadapi pasukan salib pada tahun 1186-1192. Pada tahun
1192-1193, ia menjadi gubernur di wilayah utara Mesir.
Setelah kematian Shalahuddin Yusuf
al-Ayyubi pada bulan Maret tahun 1193, ia menghadapi pemberontakan Izzuddin di
Mosul. Kemudian, ia juga menentukan siapa yang berhak menjadi penguasa ketika
terjadi perselisihan di antara anak-anak Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi, al-Aziz
dan al-Afdal. Ia kemudian menduduki jabatan Gubernur Syiria di Damaskus dan
menggunakan wilayah ini sebagai basis untuk memperluas kekuasaannya. Setelah
kematian, al-Aziz, al-Afdal berusaha menduduki jabatan sultan. Akan tetapi,
al-Adil beranggapan al-Afdal tidak pantas menduduki jabatan sultan. Akhirnya,
peperangan antara keduanya tidak terhindarkan. Al-Adil berhasil mengalahkan
al-Afdal dan menjadi sultan di Damaskus.
Setelah menjadi sultan, ia memerintah
wilayah Mesir dan Syiria dengan bijaksana selama hampir dua dekade. Ia juga
mendorong perdagangan dan menjalin hubungan baik dengan negara-negara salib.
Setelah mendengar kabar akan adanya angkatan perang salib ke-5, ia kembali
bersiap ke medan laga walaupun usianya telah lanjut. Ia memperkuat pertahanan
di Mesir dan Palestina. Di tengah persiapan perang itu, ia jatuh sakit dan
meninggal dunia pada bulan Agustus 1218, ia digantikan oleh putranya, al-Kamil.
Al-Adil merupakan seorang pemimpin
pemerintahan dan pengatur strategi yang berbakat dan efektif. Ia mampu
menyediakan kebutuhan militer yang dibutuhkan Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi dalam
setiap peperangan besarnya. Ia mempunyai peranan yang sangat besar bagi Dinasti
Ayyubiyah dalam mempertahankan eksistensinya.
3)
Al Kamil
( 1180-1238 )
Al-Kamil memiliki nama lengkap al-Malik
al-Kamil Nasiruddin Abu al-Ma’ali Muhammad. Ia dipuja-puja karena berhasil dua
kali mengalahkan pasukan salib. Akan tetapi, ia juga dicaci maki karena
menyerahkan kembali kota Jerussalem kepada orang-orang Kristen.
Al-Kamil adalah putra dari al-Adil,
saudara muda Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi. Pada tahun 1218, al-Kamil memimpin
pertahanan menghadapi pasukan salib yang mengepung kota Dimyat (Damietta) dan
kemudian menjadi sultan sepeninggal ayahnya. Pada tahun 1219, ia hampir
kehilangan tahtanya karena konspirasi kaum Kristen Koptik. Al-Kamil kemudian
pergi ke Yaman untuk menghindari konpsirasi itu. Akhirnya konspirasi itu
berhasil dipadamkan oleh saudaranya yang bernama al-Mu’azzam yang menjabat
gubernur Suriah.
Beberapa kali ia menawarkan perdamaian
kepada pasukan salib, tetapi mereka menolak tawaran itu karena adanya pengaruh
dari Paus. Ia pernah menawarkan untuk mengembalikan Jerussalem, membangun lagi
temboknya yang setahun lalu dirobohkan oleh saudaranya, dan mengembalikan salib
asli kepada tentara salib.
Tersebarnya wabah penyakit dan kelaparan
akibat banjir sungai Nil mengakibatkan al-Kamil gagal mempertahankan Dimyat
pada bulan November 1219. Ia menarik pasukannya menuju Mansurah, sebuah benteng
di hulu sungai Nil. Pasukan salib terus maju menuju Kairo. Al-Kamil kemudian
membuka bendungan sungai Nil dan banjir melanda wilayah yang dikuasai oleh
pasukan salib. Kejadian itu membuat pasukan salib terpaksa menerima perdamaian
yang ditawarkan al Kamil.
Pada tahun berikutnya, al-Kamil berselisih
dengan saudaranya, al-Mu’azzam. Al-Kamil kemudian berencana menerima perdamaian
dari Federick II, Raja Sisilia yang telah menyiapkan pasukan salib ke-6. Pada
tahun 1227, al-Mu’azzam meninggal dan al-Kamil berbagi kekuasaan dengan
saudaranya al-Asraf Khalil. Dalam perjanjian itu, wilayah al-Kamil meliputi
Palestina (Transyordan), sedangkan wilayah al-Asraf Khalil meliputi Syria.
Pada bulan Februari tahun 1229 M, al-Kamil
menyepakati perdamaian selama 10 tahun dengan Federick II. Ia mengembalikan
Jerusalem dan kota-kota suci lainnya kepada pasukan salib. Kaum muslimin dan
umat Yahudi dilarang memasuki kota itu, kecuali di sekitar Masjidil Aqsa dan
Masjid Umar. Perjanjian itu banyak ditentang oleh kaum muslimin dan kaum
Kristen sendiri. Hal itu membuat al-Kamil menerima banyak cacian dan
penentangan.
Al-Kamil meninggal pada tahun
1238, kedudukannya sebagai sultan digantikan oleh Shalih al-Ayyub. Pada masa
pemerintahannya, Shalih al-Ayyub sering terlibat perang saudara dengan kerabat
dekatnya. Faktor-faktor tersebut membuat kekuatan Dinasti Ayyubiyah makin
melemah. Masa kekuasaan Dinasti Ayyubiyah berlangsung kurang lebih selama 78
tahun yaitu mulai tahun 1171 – 1249 M.
Ketahuilah !!
Shalahuddin
Al Ayyubi merupakan panglima perang Islam dalam perang Salib yang sangat
disegani. Di Eropa beliau terkenal dengan nama Saladin, pada masanya slam
mencapai masa kejayaan.
|
C. BERAKHIRNYA
KEKUASAAN DINASTI AL AYYUBIYAH
Sebelum wafat, Salahuddin Al Ayyubi membagi keekuasaannya kepada
pewarisnya, yaitu anak-anak dan saudaranya, mereka adalah Al Malik berkuasa di
Damascus, Al Aziz berkuasa di Kairo, Az Zahir berkuasa di Aleppo, serta saudara
bungsu dan sekaligus orang kepercayaan Salahuddin, Al Adil mewarisi kekuasaan
di Karak dan Syubak. Namum
perselisihan dan pertikaian tak dapat dihindarkan diantara para pewaris
tersebut. Memanfaatkan perselisihan itu,
pada tahun 1198 – 1218 M Al Adil
mengambil alih kekuasaan di Mesir dan Syria. Sepeninggal Al Adil yang wafat pada tahun 1218 M, Dinasti
Ayyubiyah di Mesir, Damascus
dan Mesopotamia masih dikuasai keturunan Al
adil.
Perselisihan
terus terjadi. Dinasti Ayyubiyah di Mesir dan Damascus selalu bersaing untuk memperebutkan
wilayah Syiria. Akibat perselisihan ini, beberapa kota yang dulu berhasil direbut dan dikuasai
Salahuddin lepas ke tangan pasukan Salib. Penerus Al Adil, yaitu Al
Kamil ( 1218 – 1238 M ) selanjutnya
menjadi pemimpin utama Dinasti Ayyubiyah. Pada masanyalah Yerussalem /Baitul Maqdis pernah diserahkan
kepada pemimpin pasukan salib, Frederick
yaitu pada tahun 1229. Penyerahan dilakukan karena Frederick menjanjikan
bantuan kepada Al Kamil untuk menghadapi
musuh-musuhnya yang sebagian besar adalah keluarga Ayyubiyah sendiri. Pasukan
Salib tetap menguasai Yerussalem sampai
tahun 1244 M. Yang berhasil
mengembalikan Yerussalem ke tangan umat
Islam adalah Khawariz Turki setelah mendapat imbauan dari Al Malik Ash Shalih
Najmuddin Al Ayyubi.
Masa kekuasaan Dinasti Ayyubiyah berlangsung kurang lebih selama 78
tahun yaitu mulai tahun 1171 – 1249 M. Runtuhnya Dinasti Ayyubiyah dimulai pada
masa Sultan As Salih. Pada waktu itu , tentara dari kaum budak di Mesir (
Mamluk ) memegang kendali pemerintahan. Setelah As Salih wafat pada tahun 1249
M, kaum Mamluk mengangkat istri As salih yaitu Syajaruddur menjadi
Sulthonah( ratu ). Ia adalah penguasa muslim perempuan yang berkuasa selama 80
hari. Dialah peletak dasar kekuasaan Dinasti Mamluk di Mesir. Dengan demikian ,
berakhirlah kekuasaan Dinasti Ayyubiyah di Mesir. Meskipun demikian, Dinasti
Ayyubiyah masih berkuasa di Suriah.
Pada tahun 1260 M tentara
Mongol hendak menyerbu Mesir, komando tentara Islam dipegang oleh Qutuz,
panglima perang Mamluk. Dalam pertempuran di Ain Jalut, Qutuz
berhasil mengalahkan tentara Mongol dengan gemilang. Selanjutnya Qutuz
mengambil alih kekuasaan Dinasti Ayyubiyah. Sejak itu, berakhirlah riwayat
Dinasti Ayyubiyah.
D. PERILAKU YANG MENCERMINKAN KETELADANAN DARI
TOKOH-TOKOH PEMIMPIN DINASTI AL AYYUBIYAH YANG BISA DIPRAKTEKKAN DALAM
KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Setelah kita
mendengarkan uraian guru atau membaca materi diatas, maka dapat diambil
pelajaran dalam kehidupan kita sehari-hari, misalnya :
1.
Ketika ada
teman kita atau tetangga kita yang mengalami kesusahan tanpa ada yang menyuruh
kita ikut merasakan dan membantu beban mereka.
2.
Ketika dalam
suatu rapat osis pendapat kita berbeda dengan teman kita, maka kita tidak boleh
mencemooh atau menghina
3.
Dalam suatu
ketika ada teman kita yang mengambil barang milik temannya, teman tersebut
kebetulan teman akrab kita. Hal tesebut suatu tindakan yang tidak terpuji, maka
kita selaku teman untuk mengingatkannya, bukan malah menutupi masalah.
4.
Kita harus
menjauhklan diri dari sifat iri dan dengki, karena sifat tersebut merupakan
salah satu dari penyakit hati yang kalau dibiarkan akan mengakibatkan hati kita
mati (sulit untuk menerima petunjuk/hidayah).
5.
Kita harus
memiliki keberanian (As Syaja’ah) dalam membela kebenaran seperti yang
ditunjukkan oleh Shalahuddin Al Ayyubi.
6.
Untuk
menggapai sebuah cita-cita kita harus memulainya dengan kerja keras, belajar
dan berdoa, karena tidak ada keberhasilan tanpa usaha.
7.
Kita harus
hidup sederhana dan tidak berlebih lebihan.
RANGKUMAN
1.
Dinasti Al
Ayyubiyah berasal dari suku Kurdi yang didirikan oleh Shalahuddin Al Ayyubi.
Nama Ayyubiyah dinisbahkan pada nama kakeknya yaitu Ayyub bin Syadzi. Tokoh lain yang berperan dalam
pendirian Dinasti Al Ayyubiyah adalah Asaduddin Syirkuh.
2.
Pemberontakan yang pernah
terjadi ketika Shalahuddin berkuasa :
a.Pemberontakan yang dilakukan oleh Hajib
b.Pemberontakan
yang dilakukan oleh kaum Asassin yang
dipimpin oleh Syekh Sinan.
c.Pemberontakan yang dilakukan kelompok
Zanki.
3. Dinasti Al Ayyubiyah berkuasa kurang lebih
selama 78 tahun yaitu mulai tahun 1171 – 1249 M.Khalifah yang terkenal yaitu
Shalahuddin Al Ayyubi, pada masanya Islam mencapai masa kejayaan. Khalifah
lain yang menonjol adalah Al Adil dan Al Kamil.
4. Setelah Dinasti Al Ayyubiyah runtuh maka
kekhalifahan Islam dilanjutkan oleh Dinasti Mamluk di Mesir (kaum budak).
|
ADSENSE HERE!
No comments:
Post a Comment