ADSENSE HERE!
Guru, Di gugu lan di tiru / wagu lan saru?
oleh Catur Setiawati
A.
Pendahuluan
Guru,
pada umumnya orang mengartikan guru adalah pengajar, pendidik, dan pembimbing
serta pemberi ilmu. Itu definisi masa sekarang, bagaimana dengan orang-orang
terdahulu? Mereka (orang Jawa) lebih akrab dengan plesetan Guru, Digugu lan
Ditiru,Wagu lan Saru. Bagi sebagian orang yang mengerti, memang mengiyakan
adanya istilah tersebut. Dari istilah tersebut, tersimpan berbagai makna yang
menggambarkan dan menjelaskan siapa guru dan bagaimana sikap dalam jiwa seorang
guru dan bagaimana seharusnya seorang guru menyikapi tindakan. Tidak semua guru
bertindak sebagaimana mestinya seorang guru. Bahkan banyak diantaranya
bertindak tidak pantas. Belajar dari hal tersebut dan melihat kenyataan yang
ada dewasa ini, guru bukan semakin digugu lan ditiru, akan tetapi
semakin banyak saja yang wagu lan saru. Memang, masih ada guru yang digugu
lan ditiru, tetapi sedikit apabila dibandingkan dengan guru wagu lan
saru.
Dari
pernyataan di atas, pemakalah akan menjabarkan seputar pengertian dan pemahaman
tentang Guru, digugu lan ditiru,wagu lan saru,dan hal-hal yang berkaitan
antara lain prinsip profesi, peran guru dan kode etik guru di Indonesia. Dari
sini, tidak hanya pemakalah, akan tetapi untuk semuanya saja, khususnya calon
guru untuk berusaha menjadi guru yang digugu lan ditiru,jangan wagu lan saru.
Guru, Di gugu lan di tiru / wagu lan saru?
B.
Pembahasan
1.
Pengertian guru
Menurut
Suparlan dalam bukunya Guru Sebagai Profesi,guru ialah pegawai negeri sipil
(PNS) yang diberi tugas,wewenang, dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwewenang
untuk melaksanakan pendidikan di sekolah,termasuk hal yang melekat dalam
jabatan (Surat Edaran [SE] Mendikbud dan Kepala BAKN Nomor 57686/MPK/1989).[1]
Pengertian di atas
adalah pengertian dalam pandangan khusus,dalam pandangan umum,guru adalah siapa
saja yang melaksanakan tugas sebagai pengajar,pendidik, dan pelatih,baik yang
dilaksanakan dalam lembaga pendidikan keluarga,formal maupun informal.[2]
2.
Peran Guru
a.
Sebagai educator, merupakan peran yang pertama dan utama,
khususnya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP). Peran
ini lebih tampak sebagai teladan bagi peserta didik, sebagai role model,
memberikan contoh dalam hal sikap dan perilaku, membentuk kepribadian peserta
didik.
b.
Sebagai manager, pendidik memiliki peran untuk menegakkan
ketentuan dan tata tertib yang telah disepakati bersama di sekolah, memberikan
arahan atau rambu-rambu ketentuan agar tata tertib di sekolah dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh warga sekolah.
c.
Sebagai administrator, guru memiliki peran untuk
melaksanakan administrasi sekolah, seperti buku presensi siswa, buku daftar
nilai, buku rapor, administrasi kurikulum, dan administrasi penilaian. Bahkan, secara
administratif para guru seyogyanya juga memiliki rencana mengajar, program
semester dan program tahunan, dan yang paling penting adalah menyampaikan rapor
atau laporan pendidikan kepada orang tua siswa dan masyarakat.
d.
Sedang peran sebagai supervisor, terkait dengan pemberian
bimbingan dan pengawasan kepada peserta didik, memahami permasalahan yang
dihadapi peserta didik, menemukan permasalahan yang terkait dengan proses
pembelajaran, dan akhirnya memberikan jalan keluar pemecahan masalahnya.
e.
Peran sebagai leader bagi guru lebih tepat dibandingkan
dengan peran sebagai manager, karena manager bersifat kaku terhadap ketentuan
yang ada. Dari aspek penegakan disiplin, sebagai misal, guru menekankan
disiplin mati. Sementara sebagai leader lebih memberikan kebebasan
secara bertanggung jawab kepada peserta didik. Dengan demikian, disiplin yang
ditegakkan oleh guru dari peran sebagai leader ini adalah disiplin
hidup.
f.
Dalam melaksanakan peran sebagai inovator, seorang guru
harus memiliki kemauan belajar yang cukup tinggi untuk menambah pengetahuan dan
keterampilannya sebagai guru. Tanpa adanya semangat belajar yang tinggi, mustahil
guru dapat menghasilkan inovasi-inovasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu
pembelajaran di sekolah.
g.
Adapun peran sebagai motivator terkait dengan peran sebagai educator
dan supervisor. Untuk meningkatkan semangat dan gairah belajar yang
tinggi, siswa perlu memiliki motivasi yang tinggi, baik motivasi dari dalam
dirinya sendiri (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik) yang utamanya berasal
dari gurunya.[3]
3.
Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia
menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan yang Maha Esa,
bangsa dan Negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa
pancasila dan setia pada UUD 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya
cita – cita proklmasi kemerdekaan dan republik Indonesia 17 agustus 1945. Oleh
sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menuaikan karyanya dengan memedomani
dasar – dasar sebagai berikut :
a.
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila.
b.
Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
c.
Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai
bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
d.
Guru menciptakan suasana sekolah sebaik – baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar mengajar.
e.
Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap
pendidikan.
f.
Guru secara pribadi dan bersama – sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
g.
Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetia kawanan social.
h.
Guru secara bersama – sama memlihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI, sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian.
i.
Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan.[4]
4.
Prinsip Profesi Guru
Profesi guru
merupakan bidang khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai
berikut :
a.
Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
b.
Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketaqwaan, dan akhlak mulia.
c.
Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan
sesuai dengan bidang tugas.
d.
Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
e.
Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
f.
Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerja.
g.
Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
h.
Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
i.
Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal
– hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan.[5]
5.
Digugu Lan Ditiru
Digugu dalam
bahasa jawa berarti dipercaya, Guru yang digugu berarti guru yang dipercaya
segala perkataannya. Sedangkan guru yang ditiru yaitu guru yang segala tingkah
lakunya dicontoh oleh peserta didiknya.
Untuk pemahaman
tentang istilah digugu lan ditiru,kita akan kembali dengan kalimat “di rumah orang tua adalah guru dan di sekolah
guru adalah orang tua”. Pada intinya guru dan orang tua adalah orang-orang yang
memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap anak, baik ketika si anak
berposisi sebagai anak maupun murid. Sebaliknya, si anak memiliki hak dan kewajiban
yang sama terhadap orang tua dan guru. Pada akhirnya, posisi anak terhadap
orang tua dan anak terhadap guru akan selalu sama.
Mengajarkan berbagai hal
adalah kewajiban orang tua. Maka dari itu, orang tua mengajarkan hal-hal yang
tidak mereka ketahui melalui guru-guru. Menasehati akan kebaikan dan serba
serbi kehidupan lainnya juga merupakan kewajiban. Maka dari itu, selayaknya guru
tak melulu mengajari apa yang menjadi bidanganya –Fisika, Matematika, Bahasa-,
tapi juga menyelipkan dalam setiap pengajaran hal-hal yang mendidik.
Tentang hak, sebagaimana
banyak disebut, akan diperoleh jika memang kewajiban telah dilaksanakan. Hak
memarahi misalnya. Orang tua boleh marah ketika anak tidak sembahyang tepat
waktu, setelah orang tua mengajar dan mendidik tentang hal itu. Guru boleh marah kepada murid yang terlambat, setelah guru juga membiasakan
disiplin.
Selanjutnya, kewajiban anak
atau murid untuk senantiasa menghormati pun akan datang dengan sendirinya. Maka
istilah “Guru: digugu dan ditiru” akan sangat pas diterapkan. Ya, sebab
seseorang digugu jika memang layak digugu dan ditiru jika menarik untuk ditiru.[6]
6.
Wagu lan Saru
Wagu dalam bahasa Jawa. Wagu yang berarti janggal, tak
tepat peruntukannya, tidak sesuai
dengan tempatnya. Guru yang wagu berarti guru yang tidak menjalankan perannya
sebagaimana seorang guru. Sedangkan guru saru yaitu guru yang bersikap tidak
sesuai dengan kode etik guru.
Pemahaman yang
lain tentang ke-wagu-an, diantaranya ada kenyataan di lapangan. Bahwa
kebanyakan guru beranggapan kegiatannya itu hanya sebagai profesi, yang
berporos pada sertifikasi. Memang, seorang guru pun hanya manusia biasa, perlu
hidup dan butuh makan.akan tetapi sangat disayangkan apabila seorang guru hanya
berorientasi pada gaji dan sertifikasi, tanpa menyentuh hakikatnya sebagai
seorang guru : menjadi
pengajar sekaligus pendidik bagi murid-muridnya.[7]
Untuk saru,
bukan tentang berita pencabulan yang dilakukan oleh seorang guru yang tidak
senonoh pada muridnya,itu terlalu jauh hubungannya dengan konteks. Saru di
sini hampir sama pengertiannya dengan wagu, akan tetapi lebih mengarah
pada tindakan atau sikap guru terhadap peserta didik, yang cenderung merugikan
atau membuat peserta didik merasa tidak adil.
C.
Penutup
· Kesimpulan
Guru adalah siapa saja yang melaksanakan
tugas sebagai pengajar, pendidik, dan pelatih, baik yang dilaksanakan dalam
lembaga pendidikan keluarga, formal maupun informal.
Peran Guru :
a.
Sebagai educator
b.
Sebagai manager
c.
Sebagai administrator
d.
sebagai supervisor
e.
sebagai leader
f.
sebagai innovator
g.
sebagai motivator
Guru yang digugu lan ditiru, bukan wagu lan saru
harus memiliki kriteria seperti prinsip profesi guru dan kode etik guru
Indonesia serta mempunyai jiwa sebagaimana layaknya seorang guru, yang bertugas
mengajar, mendidik dan membimbing.
· Saran
Menurut kelompok kami, guru adalah
seseorang yang dijadikan panutan, tuntunan, pedoman, dan pemimpin bagi peserta
didiknya entah itu dalam kegiatan pembelajaran atau di luar kegiatan
pembelajaran. Sebagai seseorang yang digugu lan ditiru, guru harus
memenuhi kriteria seperti yang tercantum dalam kode etik guru Indonesia, dan
menjalani perannya sebagai guru dengan segenap jiwanya dengan menghilangkan
unsur sifat wagu lan saru. Intinya, berperilaku baik dimanapun dan
kapanpun adalah kunci untuk menjadi guru yang digugu lan ditiru.
D.
Hasil Diskusi
Guru yang digugu lan
ditiru masih ada dan berfungsi, akan tetapi sudah semakin langka dan
keberadaannya sudah tersamar dengan sifat guru yang wagu lan saru. Guru
yang wagu lan saru telah merebak hampir di setiap tempat. Hal ini telah
meresahkan peserta didik beserta orang tua. Contoh guru yang wagu lan saru yang
dibahas dalam diskusi adalah tindakan guru yang tidak senonoh terhadap
siswanya. Meskipun jauh dari konteks yang dibicarakan, akan tetapi terima kasih
kepada teman-teman yang sudah menyumbangkan pikirannya kepada kelompok kami.
Dalam pendidikan,
diperlukan sex education untuk siswa guna mencegah hal-hal yang wagu lan
saru. Dalam hal ini, diperlukan juga peran orang tua yang bekerja sama dengan
sekolah untuk mengawasi anak yang sudah diberi sex education.
Untuk menciptakan jiwa
guru yang digugu lan ditiru dan tetap mempertahankan sifat yang digugu lan
ditiru tersebut, maka seorang guru harus memulai dari dirinya sendiri
sikap-sikap yang perlu diteladani oleh siswanya.
Guru, Di gugu lan di tiru / wagu lan saru?
Guru, Di gugu lan di tiru / wagu lan saru?
DAFTAR PUSTAKA
Anasangratu.Guru Selayaknya Digugu lan Ditiru,Jangan Wagu lan Saru.
http://m.kompasiana/post/read/612883/3.html
(25 Maret 2014)
Hakim, Lukmanul. 2008 .PERENCANAAN PEMBELAJARAN.Bandung : Bumi
Rancaekek Kencana
Suparlan. 2006 .GURU SEBAGAI PROFESI.Yogyakarta: Hikayat
[1] Suparlan,Guru
Sebagai Profesi,(Yogyakarta: Hikayat,2006),hlm 7
[4] Ibid
hlm 62 - 63
(m.kompasiana/post/read/612883/3) diakses pada 25 Maret 2014 pukul
18.57 WIB
ADSENSE HERE!
ini artikel yang sangat informatif!
ReplyDelete