ADSENSE HERE!
A.
Pendahuluan
Menurut
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
telah mengisyaratkan tentang fungsi, peran, dan kedudukan guru dan dosen yang
sangat strategis dalam pembangunan nasional bidang pendidikan, yaitu
memberdayakan semua warga negara agar berkembang menjadi manusia yang
berkualitas yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia.
Untuk
merealisasikan undang-undang tersebut, sudah seharusnya dirancang sejumlah
program pelatihan yang mampu memperkaya pengetahuan Guru dengan karakter dan
kompetensi personal yang unggul. Diharapkan setelah mengikuti program tersebut,
menumbuhkan gairah pada diri peserta yang seluruhnya guru untuk selalu
meningkatkan penelitian. Lebih khusus bagi guru harus memiliki kesadaran, bahwa
institusi semisal madrasah/ sekolah, harus berusaha sungguh-sungguh menuju teaching school, research school, dan entrepreneurial school.
Untuk
mewujudkan orientasi tersebut, setiap Madrasah/ sekolah perlu mempersiapkan
infrastuktur dan suprastruktur yang mendukungnya. Dalam konteks ini setiap madrasah dan sekolah
harus merumuskan kembali suatu sistem pendidikan yang diperlukan masyarakat di
masa depan, disertai perubahan strategi dan taktik operasional yang lebih
efektif dan efisien dalam artian pedagogis, sosiologis dan kultural.
Dengan
kemampuan penelitian yang dilakukan setiap guru, maka tidak akan ada kesan lagi
di dunia Madrasah/ sekolah, bahwa seorang guru hanya bisa mentransfer ilmu,
konsep, teori dan semacamnya yang bersifat “kadaluwarsa” dan tidak pernah
menyentuh realitas kehidupan yang sangat penting bagi kehidupan. Sehingga
proses pendidikan yang didasarkan pada hasil penelitian, biasanya akan lebih
bermakna, actual dan mampu memecahkan problematika kehidupan.
B.
Pembahasan
Salah
satu upaya mendongkrak kompetensi dan profesionalitas guru adalah melalui
diklat Program dan Latihan Peningkatan Guru (PLPG). Melalui diklat
ini, sengaja dirancang untuk mencetak guru yang menguasai berbagai keahlian di antaranya
adalah pengembangan profesi guru melalui penelitian.
Berdasarkan
Keputusan bersama menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru
dan angka kreditnya, serta keputusan bersama Menteri Pendidikan dan kebudayaan
dan kepala BAKN Nomor 0433/1993, nomor 25 tahun 1993 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Inti dari kebijakan
itu adalah mewajibkan para guru untuk melakukan empat kegiatan, yaitu
1).Pendidikan 2). Proses Pembelajaran 3). Pengembangan Profesi dan 4).Penunjang
Proses Pembelajaran. Dan melakukan penelitian dan KTI merupakan bagian dari
bentuk pengembangan profesi seorang guru, selain menemukan teknologi tepat
guna, membuat alat peraga/bimbingan, menciptakan karya seni, dan mengikuti
pengembangan kurikulum.[1]
1.
Budaya
Meneliti Guru
Minat
untuk meneliti atau melakukan riset terbilang masih rendah di kalangan guru. Banyak hal
menjadi faktor penyebab. Selain tugas guru begitu kompleks, budaya baca dan tulis di kalangan
mereka memang rendah.
Pada
dasarnya riset yang dilakukan para guru tidak harus mengganggu aktivitas pembelajaran.
Justru guru dapat melakukan riset ketika berlangsung proses belajar-mengajar di
kelas. Namun virus kemalasan terkadang menjadi penyebab utama guru enggan
meneliti. Padahal, riset yang kemudian tertuang dalam bentuk penulisan ilmiah
merupakan syarat kenaikan pangkat atau golongan bagi guru PNS. Tidak mengherankan jika banyak
guru PNS yang terhenti pada golongan IVA.
Guru
memiliki peran strategis sebagai agen perubahan melalui proses pembelajaran.
Maka sudah selayaknya jika guru senantiasa mengadakan perubahan demi
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Melalui riset itulah
diharapkan kelak ada perubahan berarti dalam dunia pendidikan. Meneliti
bukanlah hal yang rumit. Guru mesti memahami metode penelitian terlebih dahulu,
yakni untuk mempermudah penelitian.[2]
2.
Menyiapkan
Para Guru menjadi Peneliti
Menjadi
guru professional dengan kemampuan melakukan penelitian,tentulah menjadi
harapan setiap orang. Persoalannya, menjadi guru dengan jenis ini jumlahnya
sangatlah “langka”. Memerlukan usaha keras dan tidak mengenal kata menyerah
untuk menjadi seorang peneliti handal. Di samping memerlukan seperangkat metodologi
penelitian yang harus diketahui, seorang peneliti juga harus memiliki kemampuan
menulis, logika berfikir dan sebagainya. Intinya banyak skill yang harus dipersiapkan oleh
seseorang untuk menjadi peneliti.
Meskipun
menjadi peneliti itu susah, bukan berarti untuk bisa menjadi peneliti handal
dengan kemampuan dan seni meneliti itu tidak dapat dipelajari. Banyak jalan
yang dapat ditempuh untuk menjadi peneliti. Di antaranya dengan
melihat bagaimana seorang pakar/senior melakukan penelitian. Mulai dengan
proses penelitian dari mempersiapkan penelitian, membuat desain,mengumpulkan
data sampai mengolah/menganalisa data. Setelah melihat dan membandingkan jenis
penelitian orang lain, kemudian berusaha melakukan penelitian sendiri dengan
kemampuan dan kekuatan para digma yang dimiliki.
Selain
itu, setiap guru sebaiknya menunbuhkan kepercayaan diri sebagai peneliti (credentials / as researcher), tetap
bersentuhan dengan pengembangan dalam bidangnya dan tetap menghidupkan keprofesionalannya,
tetap memegang teguh standar tinggi integritas, dan bekerja secara terukur
sehingga dapat dinilai secara cermat. Intinya seorang guru diwajibkan mempunyai
kemandirian, yang meliputi kemandirian mengarahkan diri sendiri (self directing), kemandirian memotivasi
diri (self motivating), kemandirian
mengatur diri sendiri (self regulating),
kemandirian mendukung diri sendiri (self
supporting), kemandirian menilai diri sendiri (self assessing) dan kemandirian memutuskan sendiri (self decision) tanpa intervensi dari pihak luar. [3]
3.
Faktor-faktor
Penghambat Pada Pelaksanaan Peningkatan Kemampuan Penelitian Bagi Guru
1)
Kurangnya
ghirah penelitian di kalangan guru
Sebuah
tujuan yang mulia seperti memproduk profesionalitas para guru, dengan berbagai kemampuan
seperti melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) seharusnya diimbangi dengan
dorongan internal yang kuat dalam diri guru. Seandainya mereka memiliki ghirah
kuat untuk bisa menulis dan meneliti,guru akan sangat mudah mengikuti
pembelajaran penelitian pada diklat PLPG. Tetapi melihat kondisi diklat PLPG
para peserta terkesan tidak mempunyai semangat, khususnya dalam materi karya
tulis ilmiah dan penelitian tindakan kelas.
Sejumlah
peserta PLPG mengaku materi karya ilmiah dan penelitian tindakan kelas sangat
berat bagi para peserta. Sudah tidak ada keinginan bagi mereka bisa meneliti
apalagi menguasai PTK. Mengikuti materi tersebut hanya dianggap menggugurkan kewajiban
saja, asal bisa lulus PLPG dan mengantongi sertifikat guru professional.
2)
Kultur Penelitian yang Tidak Mendukung
Salah satu faktor yang menjadikan guru miskin karya ilmiah adalah
tiadanya kultur meneliti di sekolah. Padahal, penelitian tindakan kelas (PTK)
bisa dijadikan sarana untuk mengevaluasi proses belajar mengajar. Misalnya,
guru dapat mengamati implementasi metode dan media pembelajaran, manajemen
kelas, evaluasi, dan keadaan siswa. Selanjutnya, hasil PTK itu bisa dijadikan bahan
publikasi karya ilmiah.
Miskinnya publikasi ilmiah dan PTK para guru juga dapat disebabkan
tiadanya fasilitas perpustakaan yang memadai dan dukungan dana.[4]
Penyebab lain kurangnya gairah
penelitian dikalangan guru di Indonesia adalah tidak adanya kesadaran
pentingnya budaya penelitian bagi peningkatan kualitas keilmuan bagi para guru.
Tidak adanya kultur akademik yang menjadi kebanggaan para guru menyebabkan tidak adanya
perkembangan ilmu pengetahuan.
Program
sertifikasi yang diselenggarakan pemerintah para guru sangat miskin karya
pengembangan profesi terutama di bidang penelitian. Akhirnya, banyak diantara
mereka tidak lulus program sertifikasi dan harus mengikuti PLPG. Di sinilah
letak problematika yang dihadapi panitia PLPG dalam menghadapi realitas para
guru yang miskin pengalaman penelitian itu.Apalagi berbicara penelitian yang
memerlukan paradigm dan logika berpikir kemampuan Baca Tulis Al Qur’an yang
menjadi ciri khas sebagai guru Madrasah pun sangat memprihatinkan perlu
penanganan serius untuk menangani persoalan ini.
Seharusnya
model diklat seperti PLPG menjadi salah satu wahana memperkaya pengetahuan yang
sudah dimiliki oleh guru, bukan memperkenalkan suatu konsep baru.
3)
Waktu yang
Sangat Terbatas
Selain
budaya yang belum mapan dalam melakukan penelitian, jam tatap muka yang
disediakan oleh diklat PLPG dirasa sangat kurang.Seluruh materi PTK disampekan
dalam waktu kurang lebih 6 jam dari pengertian hingga operasionalisasi konsep
PTK. 2 jam pengenalan PTK, 4 jam praktik penyusunan perancangan PTK. Desain jam
tatap muka yang tidak efektif tersebut, pastilah sangat mengganggu pncapaian
kemampuan penelitian para guru.
4)
Sekedar Mengejar Sertifikasi
Selain
faktor-faktor penghambat peningkatan kemampuan penelitian bagi para guru pada
diklat PLPG, terdapat fenomena yang cukup memprerihatinkan yaitu realitas
proses pendidikan yang hanya dijadikan sarana mengejar sertifikat dan predikat,
bukan sebagai sarana peningkatan kualitas dan profesionalitas keilmuan.
Pada
diklat PLPG yang pada awalnya memiliki tujuan mulia untuk mendongkrak
kompetensi dan profesionalitas para guru di Indonesia, pada prakteknya masih
jauh dari harapan yang di cita-citakan karena para peserta diklat PLPG
tersebut, mayoritas masih bersikap acuh tak acuh dan terkesan kurang serius
mengikuti proses diklat yang dilaksanakan. [5]
4.
Meneliti
Sebagai Kegiatan yang Menarik
Agar
meneliti menjadi kegiatan menarik yang bukan sekadar tuntutan kenaikan
golongan, ada beberapa tips yang perlu diperhatikan diantaranya:
a.
Jadikan
penelitian sebagai cara cerdas memperbaiki pembelajaran di kelas
Hasil belajar
peserta didik yang rendah antara lain bisa disebabkan oleh metode yang kurang
relevan.
Lewat penelitian,
para guru bisa menemukan metode yang tepat guna untuk meningkatkan hasil
belajar peserta didik.Sekaligus dapat memetik hasil penelitian tersebut.
b.
Jangan
menganggap meneliti sebagai beban
Lakukan penelitian
dengan mengalir saja saat pembelajaran berlangsung, namun tetap sistematis. Jadi
peneliti tidak merasa terbebani antara harus mengajar atau meneliti.
c.
Gunakan
pendekatan penelitian yang dianggap paling mudah dan dikuasai, entah melalui
pendekatan kualitatif atau kuantitatif.
d.
Membuat
laporan penelitian yang sederhana.
Cara itu juga untuk
melatih guru menyusun laporan penelitian, yakni berupa karya ilmiah. Laporan
penelitian tersebut dapat digunakan sebagai rujukan bagi guru lain ketika
mengalami masalah yang sama dalam pembelajaran. Jadi manfaatnya pun dapat
dirasakan bersama dalam menambah khazanah keilmuan di dunia pendidikan.[6]
C.
Kesimpulan
1. Budaya Meneliti Guru
Riset
yang dilakukan para guru tidak harus mengganggu aktivitas pembelajaran. Guru dapat melakukan
riset ketika berlangsung proses belajar-mengajar di kelas. Namun virus
kemalasan terkadang menjadi penyebab utama guru enggan meneliti. Padahal, riset
yang kemudian tertuang dalam bentuk penulisan ilmiah merupakan syarat kenaikan
pangkat atau golongan bagi guru PNS. Tidak mengherankan jika banyak guru PNS yang terhenti pada golongan IVA.
2. Menyiapkan para guru menjadi peneliti
Setiap
guru sebaiknya menunbuhkan kepercayaan diri sebagai peneliti (credential/as
researcher), Seorang guru diwajibkan mempunyai kemandirian, yang
meliputi kemandirian mengarahkan diri sendiri, kemandirian memotifasi diri, kemandirian mengatur diri sendiri, kemandirian mendukung
diri sendiri, kemandirian menilai diri sendiri dan kemandirian memutuskan sendiri tanpa
intervensi dari pihak luar.
3. Faktor-faktor Penghambat Pada Pelaksanaan Peningkatan Kemampuan
Penelitian Bagi Guru
a. Kurangnya ghirah penelitian dikalangan guru
b. Kultur penelitian yang tidak mendukung
c. Waktu yang sangat terbatas
d. Sekedar mengejar sertifikasi
4. Meneliti Sebagai Kegiatan yang Menarik
a. Jadikan
penelitian sebagai cara cerdas memperbaiki pembelajaran di kelas
b. Jangan menganggap
meneliti sebagai beban
c. Gunakan pendekatan penelitian yang dianggap paling mudah dan
dikuasai, entah melalui pendekatan kualitatif atau kuantitatif.
d. Membuat laporan
penelitian yang sederhana.
DAFTAR PUSTAKA
Ma’arif,
Syamsul. 2011. Guru Profesional.
Semarang: Need’s Press.
Ismilah Ardianingrum.http://www.lpmpjateng.go.id/web/index.php/arsip/ruang-guru/383-budaya-riset-guru.
[2]Ismilah Ardianingrum. http://www.lpmpjateng.go.id/web/index.php/arsip/ruang-guru/383-budaya-riset-guru.
Diakses Selasa,18 Maret 2014 pukul 10:55 WIB.
[3]Syamsul Ma’arif. Guru Profesional .(Semarang: Need’s
Press) 2011.hlm 114-115
Diakses tanggal 20 Maret 2014 pukul 12:40 WIB
[6]Ismilah Ardianingrum.http://www.lpmpjateng.go.id/web/index.php/arsip/ruang-guru/383-budaya-riset-guru. Diakses Tuesday, March
18, 2014
ADSENSE HERE!
No comments:
Post a Comment