ADSENSE HERE!
POTRET KEHIDUPAN PROFESI GURU
A.
Pendahuluan
Guru
adalah komponen penting dalam sebuah sistem pendidikan. Guru merupakan ujung
tombak pendidikan. Walaupun banyak faktor yang mempengaruhi kemajuan pendidikan
sebuah bangsa, namun pada hakikinya tidak dapat disangkal bahwa gurulah faktor terpenting.
Guru adalah faktor utama yang langsung bersentuhan dengan subjek pendidikan,
yaitu siswa. Merekalah para pelecut kecerdasan.
Namun
dewasa ini, potret kehidupan guru baik dari segi sosial dan ekonomi mengalami
perubahan dan dalam kondisi keterbatasan. Profesi guru dianggap kurang mampu
menunjang kehidupan ekonominya. Dibandingkan dengan zaman dahulu, profesi guru
sekarang menuntut adanya timbal balik dari segi material, namun guru juga
dituntut dari segi kualitas untuk menghasilkan output pendidikan sesuai dengan yang diharapkan.
Oleh
karenya, penting bagi kita sebagai calon guru untuk mempelajari bagaimana
potret kehidupan seorang guru terutama di zaman sekarang ini.
B. Konsep Dasar Profesi Guru
Guru
adalah orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar-mengajar.[1]
Menurut Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 Pasal 1 Ayat 1, guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[2]
Seorang
guru memiliki beberapa peranan yang sangat penting, karena memiliki tanggung
jawab yang tidak bisa digantikan oleh peralatan canggih apapun. Oleh karena
itu, guru idealnya bisa mempersiapkan diri sebagai guru yang tetap lebih
progesif dan produktif dalam semua proses kegiatan belajar mengajar. Begitu
pula dalam hal kepribadian yang diembankannya, guru harus selalu mengedepankan
keprofesionalnya yaitu dengan memiliki kepribadian atau kualitas keilmuan yang
pantas dan patut dibanggakan dan bisa menjadi teladan dalam segala aktifitas kehidupan
sehari-harinya, baik dalam lingkungan sekolah, keluarga, maupun dalam
masyarakat.[3]
Sedangkan
profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan
lebih lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat
dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.
Pekerjaan professional akan senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang
berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja,
terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang lain.[4]
Profesi
atau profesionalisme dapat diartikan pula sebagai pandangan tentang bidang
pekerjaan, yaitu pandangan yang menganggap bidang pekerjaan sebagai suatu
pengabdian melaui keahlian tertentu dan yang menganggap keahlian ini sebagai
sesuatu yang harus diperbaharui secara terus menerus dengan memanfaatkan
kemajuan-kemajuan yang terdapat dalam ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, kegiatan
profesional dimulai dari pemahaman dan pemanfaatan terhadap kemajuan-kemajuan
ilmu pengetahuan yang selanjutnya ditampilkan oleh seorang guru sebagai tenaga
profesional.[5]
Menurut
Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 Pasal 7 Ayat 2, profesi guru merupakan
bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan
idealisme;
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
3. Memiliki kualifikasi akademi dan latar
belakang pendidikan sesuai dengan tugas;
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas;
5. Memiliki tugas atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan;
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan
sesuai dengan prestasi kerja;
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
pelaksanaan tugas keprofesional; dan
9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keprofesionalan guru.
Menurut
Dedi Supriyadi, profesi mengandung pengertian adanya penyerahan dan pengabdian
penuh pada suatu jenis pekerjaan yang mengimplikasikan tanggung jawab pada diri
sendiri, masyarakat dan profesi. Seorang guru profesional bukan hanya bekerja,
melainkan ia tahu mengapa dan untuk apa ia bekerja serta tanggung jawab apa
yang melekat dalam pekerjaannya. Jadi ia tidak boleh seenaknya sendiri dalam
pekerjaannya.[6]
Namun,
profesi keguruan sendiri meski memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia
pendidikan, juga memiliki beberapa tantangan untuk meningkatkan kewibawaannya
di mata masyarakat luas.
C. Potret Kehidupan Profesi Guru
1. Perbandingan Potret Kehidupan Guru di Desa
dan di Kota
Dalam proses pembangunan masyarakat
terutama di daerah pedesaan, guru memegang peran kepeloporan melalui berbagai
institusi kemasyarakatan yang ada. Betapa kepercayaan masyarakat dan pemerintah
di tingkat lokal amat tinggi terhadap guru terbukti dari dijadikannya guru
sebagai mitra (coutterpart) dalam
berbagai kegiatan di pedesaan dan kecamatan.
Di perkotaan, keberadaan guru agak berbeda
sesuai dengan struktur masyarak kota. Guru lebih cenderung leebih banyak
menghabiskan waktunya di sekolah. Kalaupun ada kegiatan kemasyarakatan di
tempat tinggalnya atau di tempat sekolahnya, itu bersifat insidental. Bila ada
kesempatan di luar tugas pokok di sekolahnya, guru diperkotaan lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah tambahan. Mereka sibuk mengajar di
beberapa sekolah dan kursus-kursus demi menambah penghasilan.
Tampaknya agak berbeda dengan keadaan di perkotaan,
di desa tidak banyak kesempatan bagi para guru untuk mencari nafkah dengan
memanfaatkan keahlian dan pekerjaannya sebagai guru. Umumnya mereka mencari
nafkah dari bertani, berkebun, berternak, atau berdagang kecil-kecilan.
Perbedaan keadaan guru di kota dan di desa
tersebut, disebut sebagai the two cultures dan merupakan variabel yang
secara signifikan menentukan sosok keadaan kehidupan guru.[7]
2. Potret Kehidupan Guru di Sekolah dan di
Masyarakat
Guru dengan segala keterbatasannya –
terutama dari segi status sosial ekonomi – tetap dianggap sebagai pelopor di
lingkungan masyarakatnya. Dengan kenyataan tersebut, maka konsep guru yang
tugasnya hanya mengelola proses belajar mengajar di kelas tidak berlaku lagi
sekarang. Guru bukan hanya mendidik para siswa di sekolah, melainkan juga guru
bagi masyarakat. Tugas dan kepercayaan tersebut timbul karena guru dianggap
sebagai kelompok terpelajar dan ditokohkan di masyarakat, terutama di pedesaan.
3. Potret Kehidupan Guru Dahulu dan Sekarang
Bila dibandingkan dengan keadaan pada
sekitar 40-50 tahun yang lalu, peranan guru di zaman sekarang sudah sangat
berbeda. Kalau dahulu, guru dianggap sebagai orang yang banyak tahu, dan untuk
itu masyarakat datang kepada guru, sekarang guru melebur diri dalam masyarakat,
dan mengambil prakarsa secara proaktif dalam berbagai kegiatan masyarakat. Guru
tidak lagi duduk di “singgasana” yang terhormat dan menikmati status kultural
guru yang memang saat itu amat tinggi.
Di masa lalu jumlah guru sangat langka,
umumnya yang berasal dari keluarga yang status sosial ekonominya relatif baik.
Sekarang, guru berasal dari semua strata sosial ekonomi dengan latar belakang
yang lebih beragam. Rekrutmen calon guru pun menjadi semakin terbuka, yang
berlaku bagi pemuda-pemudi dari berbagai latar belakang dan lapisan sosial[8].
Namun penambahan jumlah guru besar-besaran tersebut membuat sulitnya standar
mutu guru dikendalikan dan dijaga. Hal ini terjadi hampir pada setiap jenjang
dan jenis pendidikan.
Di samping itu, kualifikasi pendidikan
guru kita sangat beragam, mulai hanya lulusan SMP hingga S3. Di zaman
kemerdekaan, asal seseorang bisa menulis, membaca, dan berhitung mereka
langsung dapat berdiri di muka kelas. Sekalipun kedua hal tersebut sekarang
sudah banyak berkurang, pengaruh dari masa lalu itu masih terasa hingga
sekarang.[9] Di
zaman sekarang, perubahan yang terjadi di dalam masyarakat melahirkan
tuntutan-tuntutan baru terhadap peran (role
expectation) yang seharusnya dimainkan oleh guru. Akibatnya, setiap
penambahan kemampuan guru selalu berpacu dengan meningkatnya kemampuan dan
harapan masyarakat tersebut yang kadang-kadang lebih cepat dari kemampuan guru
untuk memenuhinya. Masalah terjadi apabila harapan atas peran guru bertambah,
sementara kemampuan guru memenuhinya terbatas.
Bila di masa lalu guru menjadi sumber
utama untuk menjawab ketidaktahuan siswa, sekarang bukan lagi. Di rumah
tersedia radio, televisi, surat kabar, bahkan komputer, dan internet. Tidak
berlebihan bila dikatakan bahwa – dengan pengecualian di pedesaan – guru bukan
lagi agen perubahan dalam masyarakat yang berdiri di barisan depan dalam irama
perubahan masyarakat sebagaimana dipercayai di masa lalu, melainkan pengikut
perubahan masyarakat yang bergerak jauh di depan mereka. Jadi, betapa peliknya
problematik dan betapa beratnya tantangan yang dihadapi profesi keguruan.[10]
Pendidikan
adalah investasi terpenting suatu bangsa. Oleh karena itu, bagaimanapun nasib
guru di beberapa tahun ke depan, harusnya keikhlasan dalam mengemban tugas
tetap dikedepankan oleh para guru. Ini tentu saja bukan sesuatu yang gampang.
Akan tetapi, mengingat betapa pentingnya peran guru dalam bidang pendidikan
sebagai pengawal di garda terdepan kemajuan bangsa dan negara. Maka, wajar jika
para guru tetap menanamkan semangat pantang menyerah kepada berbagai rintangan
yang mereka hadapi dalam menjalankan tugas.
D.
Kesimpulan
Menurut Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005
Pasal 1 Ayat 1, guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah.
Di
perkotaan, keberadaan guru agak berbeda sesuai dengan struktur masyarak kota.
Guru lebih cenderung leebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Mereka
sibuk mengajar di beberapa sekolah dan kursus-kursus demi menambah penghasilan.
Berbeda dengan keadaan di perkotaan, di desa tidak banyak kesempatan bagi para
guru untuk mencari nafkah dengan memanfaatkan keahlian dan pekerjaannya sebagai
guru. Umumnya mereka mencari nafkah dari bertani, berkebun, berternak, atau
berdagang kecil-kecilan. Perbedaan keadaan guru di kota dan di desa tersebut,
disebut sebagai the two cultures dan merupakan variabel yang secara
signifikan menentukan sosok keadaan kehidupan guru.
Guru
bukan hanya mendidik para siswa di sekolah, melainkan juga guru bagi
masyarakat. Tugas dan kepercayaan tersebut timbul karena guru dianggap sebagai
kelompok terpelajar dan ditokohkan di masyarakat, terutama di pedesaan. Bila
dibandingkan dengan keadaan pada sekitar 40-50 tahun yang lalu, peranan guru di
zaman sekarang sudah sangat berbeda. Kalau dahulu, guru dianggap sebagai orang
yang banyak tahu, dan untuk itu masyarakat datang kepada guru, sekarang guru
melebur diri dalam masyarakat, dan mengambil prakarsa secara proaktif dalam
berbagai kegiatan masyarakat.
Bila
di masa lalu guru menjadi sumber utama untuk menjawab ketidaktahuan siswa,
sekarang bukan lagi. Di rumah tersedia radio, televisi, surat kabar, bahkan
komputer, dan internet. Mengingat betapa pentingnya peran guru dalam bidang
pendidikan sebagai pengawal di garda terdepan kemajuan bangsa dan negara. Maka,
wajar jika para guru tetap menanamkan semangat pantang menyerah kepada berbagai
rintangan yang mereka hadapi dalam menjalankan tugas.
DAFTAR
PUSTAKA
Fuadi, Nur. Profesionalisme
Guru. Purwokerto: STAIN Press, 2012.
Sardiman,
Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1996.
Supriadi,
Dedi. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Bandung: Adicita Karya Nusa,
Cet. 2, 2012.
Undang-Undang
RI No. 14 Tahun 2005 & Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008 tentang
Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara, 2010.
Wijaya,
Cece, dkk. Upaya Pembaharuan dan
Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992.
[1] Cece Wijaya, dkk, Upaya
Pembaharuan dan Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 23.
[2] Undang-Undang RI No. 14
Tahun 2005 & Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008 tentang Guru dan
Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2010), hlm. 2.
[4] Sardiman,
Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 130-131.
[5] Nur Fuadi, Op.Cit., hlm. 4-5.
[6] Dedi Supriadi, Mengangkat
Citra dan Martabat Guru, (Bandung: Adicita Karya Nusa, Cet. 2, 2012), hlm.101-101.
[7] Ibid, hlm. xviii-xix
[8] Ibid,. hlm.
xvi-xvii
[10] Ibid, hlm. 106.
ADSENSE HERE!
No comments:
Post a Comment