ADSENSE HERE!
SCHOOL STRESS DI Madrasah Ibtidaiyah
PEMBAHASAN
A.
Pengertian/Konsep
School Stress
Pada
khasanah psikologi khusunya dalam kajian tentang stress, istilah stres sekolah
merupakan istilah yang relatif baru. Konsep school
stress yang belakangan ini mulai diminati oleh sejumlah peneliti psikologi
dan pendidikan untuk memahami kondisi stress yang dialami oleh siswa di
sekolah, sebenarnya bukanlah konsep yang orisinil dan sama sekali baru, tetapi
lebih merupakan stres yang dialami individu akibat tuntutan organisasi atau
tuntutan pekerjaannya.
Desmita
mendefinisikan stres sekolah sebagai ketegangan emosional yang muncul dari
peristiwa-peristiwa kehidupan sekolah dan perasaan terancamnya keselamatan atau
harga diri siswa, sehingga memunculkan reaksi-reaksi fisik, psikologis, dan
tingkah laku yang berdampak pada penyesuaian psikologis dan prestasi akademis.
Dengan
demikian yang dimaksud dengan stres sekolah adalah kondisi stres atau perasaan
tidak nyaman yang dialami oleh siswa akibat adanya tuntutan sekolah yang
dinilai menekan, sehingga memicu terjadinya ketegangan fisik, psikologis, dan
perubahan tingkah laku, serta dapat memengaruhi prestasi belajar mereka.[1]
B.
Sumber
School Stress
Stress
yang dialami oleh siswa bersumber dari berbagai tuntutan sekolah. Ada empat
tuntutan sekolah yang menjadi sumber stres bagi siswa, yaitu physical demands, task demands, role
demands, dan interpersonal demands.
Untuk
lebih jelasnya tentang keempat dimensi tuntutan sekolah yang menjadi sumber
stres siswa tersebut, berikut akan diuraikan.
1. Physical Demands
(Tuntutan Fisik)
Maksudnya
adalah stres siswa yang bersumber dri lingkungan fisik sekolah. Dimensi-dimensi
dari lingkungan ini meliputi : keadaan iklim ruangan kelas, temperatur yang
tinggi, pencahayaan dan penerangan, sarana-prasarana penunjang pendidikan,
daftar pelajaran, kebersihan dan kesehatan sekolah, keamanan sekolah, dan
sebagainya.
2. Task Demands
(Tuntutan Tugas)
Task demands
atau tuntutan tugas dalam konsep stres sekolah ini dapat diartikan sebagai
tugas-tugas pelajaran yang harus dikerjakan atau dihadapi oleh peserta didik
yang menimbulkan perasaan tertekan atau stres. Aspek-aspek ini meliputi:
tugas-tugas yang dikerjakan di sekolah dan di rumah, mengikuti pelajaran,
memenuhi tuntutan kurikulum, menghadapi ulangan atau ujian, mematuhi disiplin sekolah,
penilaian, dan mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler.
3. Role Demands (Tuntutan
Peran)
Sekumpulan
kewajiban yang diharapkan dipenuhi oleh masing-masing individu sesuai dengan
posisinya inilah yang disebut dengan peran. Peran inilah yang mempertemukan
seseorang dengan lingkungan sosialnya. Peran secara khusus berkaitan dengan
sekumpulan harapan yang dimiliki oleh seseorang dan orang lain yang membentuk
lingkungan sosial. Harapan ini tidak hanya berupa tingkah laku atau tindakan,
melainkan juga meliputi harapan tentang motivasi, perasaan, nilai-nilai, dan
sikap. Semua harapan peran ini dapat menjadi salah satu sumber stres bagi
siswa, terutama ketika ia merasa tidak mampu memenuhi harapan-harapan peran
tersebut.
4. Interpersonal
Demands (Tuntutan Interpersonal)
Di
lingkungan sekolah, siswa tidak hanya dituntut untuk dapat mencapai prestasi
akademik yang tinggi, melainkan juga harus mampu melakukan interaksi sosial
atau menjalin hubungan baik dengan orang lain. Meskipun data penelitian dan
pengalaman telah menunjukan bahwa interaksi sosial di sekolah merupakan salah
satu faktor penting yang turut memengaruhi perkembangan kepribadian siswa,
namun di sisi lain interaksi sosial di sekolah ini juga dapat menjadi sumber
stres bagi mereka. Banyak dari dimensi interaksi sosial di sekolah ini yang
dapat menimbulkan ketegangan dalam diri siswa, seperti ketidakmampuan menjalin
hubungan interpersonal yang positif dengan guru dan teman sebaya, menghadapi
persaingan dengan teman, kurangnya perhatian dan dukungan dari guru, perlakuan
guru yang tidak adil, dijauhi dan dikucilkan teman, dan sebagainya.
Rice
dalam Desmita, membedakan dua tipologi sumber stres sekolah, yaitu personal and
social stressor, dan academssoic stres.
Personal and Social Stressor,
adalah stres siswa yang bersumber dari diri pribadi dan lingkungan sosial.
Meliputi isu-isu : transisi, lingkungan tempat tinggal, saudara dan teman lama.
Academis Stressor,
adalah stres siswa yang bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-hal
yang berhubungan dengan kegiatan belajar, yang meliputi : tekanan untuk naik
kelas, lama belajar, menyontek, banyak tugas, mendapat nilai ulangan, dan
lain-lain.[2]
Stres
pada anak sering kali bisa terlihat melalui tubuhnya. Misalnya munculnya jerawat, problem pencernaan, insomnia, kelelahan, sakit
kepala, dan masalah sewaktu buang air, maupun reaksi psikosomatik lainnya
mungkin merupakan tanda-tanda bahwa ada tekanan pada diri anak.
Beberapa
stres yang dialami seorang siswa antara lain:
a. Tekanan
Orang Tua
Orang
tua ingin yang terbaik dengan masa depan anaknya. Untuk mencapai nilai terbaik,
maka orang tua membebani anak-anaknya dengan berbagai kursus pelajaran yang
dapat secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kesehatan anak,
istirahatnya, dan perkembangannya.
Banyak
orang tua tidak menyadari bahwa membantu si anak merasa relaks justru akan
menyegarkan pikiran dan membantunya belajar dengan lebih baik. Sebaliknya para
orang tua terus membebani anak-anak mereka untuk mendapatkan prestasi terbaik
dan lulus ujian dengan memuaskan.
b. Tekanan
Guru
Sama
seperti orang tua, banyak guru ingin siswanya mendapat nilai terbaik. Guru
selalu mendorong muridnya untuk unggul dalam pelajaran, terutama jika muridnya
berprestasi.
Mengapa
guru juga ikut menekan murid-muridnya mendapat nilai terbaik? Karena reputasi
guru dan sekolah dipertaruhkan saat ujian sekolah, khususnya Ujian Nasional.
c. Tekanan
dari Sesama Siswa
Semangat
kompetisi akan semakin memanas menjelang ujian sekolah. Setiap siswa
berlomba-lomba untuk menunjukkan prestasi terbaik. Bahkan segala cara dilakukan
untuk meraih nilai tertinggi termasuk menyontek maupun
mencari bocoran soal.
d. Tekanan
dari Diri Sendiri
Siswa
berprestasi cenderung menjadi perfeksionis. Sehingga jika suatu kemunduran atau
kegagalan terjadi, entah itu nyata atau masih belum terjadi, dapat membuat
stres dan depresi.[3]
C.
Dampak
School Stress yang Dialami Peserta
Didik
Stres
sekolah mempunyai dampak terhadap kehidupan pribadi anak, baik secara fisik,
psikologis, maupun secara psikososial atau tingkah laku. Sejumlah temuan
mengindikasikan bahwa tuntutan sekolah merupakan sumber stres yang memprovokasi
stimuli dan menganggap bahwa anak mengalami tingkat stres yang berbeda. Anak
yang mengalami tingkat stress yang tinggi dapat menimbulkan kemunduran
prestasi, dan problem psikososial lainnya. Sedangkan anak yang mengalami stres
sedang, malah dapat meningkatkan kesadaran, kesiapan dan prestasi diri. Ini
menunjukan bahwa dampak stres sekolah terhadap kehidupan anak ini, tidak
sepenuhnya bersifat negatif melainkan juga dapat bersifat positif.
Hal
ini dapat dimengerti, sebagaimana dijelaskan oleh Hans Selye dalam Desmita,
bahwa tidak semua stres bersifat negatif, melainkan stres dapat pula bersifat
positif. Dalam hal ini ada tiga bentuk stres yaitu distress, eustress, dan neustress.
Distress
diasosiasikan dengan respons terhadap stres yang bersifat tidak memuaskan dan
merusak pada keseimbangan fungsi tubuh individu. Sedangkan eustress itu kebalikannya distress.
Adapun neustress mengacu pada
respons stres yang bersifat netral, yang tidak memberi akibat negatif atau
positif, namun menyebabkan tubuh berada pada fungsi internal yang mantap.
Mengacu
pada teori di atas, dapat dipahami bahwa stres sekolah tidak sepenuhnya
bermakna negatif, melainkan juga dapat bermakna positif bagi remaja, dalam
artian dapat sebagai tantangan untuk mengatasinya. Stres yang bermakna positif
ini tidak membahayakan, malah sebaliknya diperlukan untuk meningkatkan kualitas
diri dan prestasi belajar.[4]
D.
Upaya
Mengatasi Problem School Stress
Stres
pada hakikatnya tidak bisa dihilangkan sama sekali, kecuai hanya bisa direduksi
atau diturunkan intensitasnya, sehingga berada pada batas-batas toleransi atau
tidak sampai membahayakan dan menimbulkan dampak yang negatif bagi kehidupan
manusia. Stres itu perlu ditanggulangi, ditangani atau dikelola dengan baik,
sehingga menjadi stres yang positif, yang menantang peserta didik untuk meningkatkan
kualitas dan keampuan diri, serta kesejahteraan hidup dapat terpeihara. Berikut
ini akan dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan guru/sekolah dalam
mengatasi stres yang dialami peserta didik.
1. Menciptakan
Iklim Sekolah yang Kondusif
Iklim
sekolah adalah suasana yang muncul akibat hubungan antara kepala sekolah dengan
guru, guru dengan guru, guru dengan peserta didik, dan hubungan antar peserta
didik, yang memengaruhi sikap, kepercayaan, nilai, motivasi, dan prestasi
orang-orang yang terlibat dalam suatu (sekolah) tertentu. Iklim sekolah yang
sehat ini, di samping dibutuhkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa,
juga diperlukan untuk mengantisipasi timbulnya perasaan tidak nyaman dan stres
dalam diri siswa, yang pada gilirannya akan memengaruhi prestasi belajar
mereka.
2. Melaksanakan
Program Pelatihan Penanggulangan Stres
Kondisi
stres yang dialami peserta didik di sekolah dapat diatasi oleh guru dengan
melaksanakan program pelatihan inokulasi stres. Inokulasi stres merupakan salah
satu strategi atau teknik kognitif perilaku dalam program-program terapi dan
konseling. Prinsip dasar yang memandang proses kognitif sebagai rangkaian
terpadu dengan perilaku manusia tersebut, kemudian diimplementasikan dalam
program-program terapi dan konseling, sehingga melahirkan apa yang dikenal dengan
“terapi kognitif perilaku”.
Konsep
Inokulasi stres ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia dapat meningkatkan
kapasitas diri dalam mengtasi stres dengan cara mengubah keyakinan dan
pernyataan diri tentang keberhasilan menghadapi stres. Training inokulasi stres
mempunyai dampak yang positif bagi peningkatan kualitas hidup peserta didik.
3. Mengembangkan
Resiliensi Peserta Didik
Resiliensi
merupakan salah satu aspek potensi yang perlu dikembangkan dalam diri peserta
didik. Sebab, resiliensi merupakan kemampuan atau kapasitas insani yang
dimiliki peserta didik yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah,
meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari
kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan mengubah kondisi kehidupan
yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.[5]
4. Seorang
Pendidik Harus Mengetahui Psikologi Perkembangan Anak.
Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari perilaku individu dalam
perkembangannya yang mencakup periode masa kanak-kanak, remaja, sampai usia
lanjut. Supaya pendidik dapat bertindak sesuai dengan keadaan psikologis anak
didiknya, dia perlu tahu bagaimana perkembangan itu terjadi. Di sinilah peran
psikologi perkembangan agar seorang pendidik dapat mengetahui bagaimana secara
operasional masing-masing tahap perkembangan, sehingga dapat membantu mengatasi
problem school stress siswa MI.
Sebagai ilustrasi misalnya :
a. Perencanaan
pendidikan dapat didasarkan atas bakat, keterampilan dan kecerdasan anak.
b. Pendidik
yang mengetahui setiap tahapan perkembangan, dapat membantu menyiapkan siswa
untuk tahapan berikutnya.
c. Perkembangan
fisik, kecerdasan, dan kepribadian awal memberi petunjuk tentang apa saja yang
dapat dikerjakan anak ketika dia dewasa. Petunjuk ini dapat digunakan orang tua
dan guru untuk merencanakan pendidikan bagi pekerjaan anak kelak.[6]
SCHOOL STRESS DI Madrasah Ibtidaiyah
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuntutan
yang diterima peserta didik disekolah dan juga tekanan dari lingkungan dapat
menimbulkan stress pada peserta didik. Stres yang dialami peserta didik akan
berdampak terhadap pada kehidupan pribadinya, baik secara fisik, psikologis
maupun psikososial. Untuk mengantisipasi terjadinya stress yang berkepanjangan
yang pada giliranya akan mengganggu prestasi akademiknya. Pihak sekolah
diharapkan dapat mencegah dan mengatasi problem stress sekolah yang dialami
peserta didik.
B. Saran-Saran
Kita
sebagai calon guru Madrasah Ibtidaiyah
hendaknya bisa menguasai materi School
Stress tersebut supaya bisa mengajar dengan baik dan tidak membuat peserta
didik kita stres dengan adanya berbagai tuntutan dan tekanan.
Setelah
mempelajari materi School Stress
tersebut, kami berharap supaya bisa memahami perkembangan peserta didik supaya
bisa mengembangkan bakat dan kemempuan peserta didik sesuai kemampuan yang
dimilikinya.
SCHOOL STRESS DI Madrasah Ibtidaiyah
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
http://kumpulan.info/keluarga/anak/275-menghadapi-stres-ujian-di-sekolah.html
diakses pada 5 juni 2014 Pukul 20.32 WIB
Soeparwo, dkk. 2005. Psikologi Perkembangan. Semarang: UPT
MKK UNNES
[3]
http://kumpulan.info/keluarga/anak/275-menghadapi-stres-ujian-di-sekolah.html
diakses tanggal 5 Juni 2014 pukul 20.32 WIB
[5] Desmita, Op. Cit,
hlm. 301-304
[6] Soeparwoto dkk, Psikologi Perkembangan, (Semarang: UPT
MKK UNNES, 2005), hlm. 50
ADSENSE HERE!
No comments:
Post a Comment