ADSENSE HERE!
RESUME PERKULIAHAN
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM : ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW, KHULAFAUR
RASYIDIN DAN PASKA KHULAFAUR RASYIDIN
![]() |
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas UAS
Mata Kuliah : Sejarah
Kebudayaan Islam
Dosen Pengampu : Drs.
H. Sangidun, M.Si
1 PGMI A
Disusun Oleh
Alfam Atthamimy 1123305024
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sejarah peradaban manusia, tidak lepas dari
sejarah kebudayaan atau peradaban Islam. Peradaban Islam bukan hanya sekedar
tentang kisah-kisah para nabi dan rasul utusan Allah SWT. Akan tetapi juga
tentang sejarah nabi Muhammad SAW dan umat Islam, baik umat pada zaman nabi
Muhammad maupun setelah beliau wafat. Termasuk perjalanan nabi SAW dalam
menyebarkan agama Islam beserta kesulitan-kesulitan dan tantangan yang dihadapi
di Jazirah Arab yang juga tantangan itu datang dari keluarganya Bani Hasyim dan
kaum Kafir Quraisy. Dakwah beliau pun dapat di bagi menjadi dua periode yaitu
periode Mekah dan periode Madinah
Selain itu, juga tentang kepemimpinan-kepemimpinan
paska wafatnya beliau yang diteruskan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’u dan
tabi’un. Penerus beliau setelah beliau wafat adalah para khalifah yang biasa
disebut dengan Khulafaur Rasyidin. Khulafaur Rasyidin terdiri atas empat
sahabat nabi SAW yang paling terkemuka, yaitu Abu Bakar Ash Sidiq, Umar bin
Khattab, Usman bin Affan dan diakhiri oleh Ali bin Abi Thalib. Proses pemilihan
yang berbeda satu sama lain seolah-olah merupakan hal baru bagi umat Islam masa
itu, karena memang nabi Muhammad SAW tidak berwasiat siapakah yang akan
menggantikan kepemimpinan beliau.
Paska Khulafaur Rasyidin, muncullah era baru
pemerintahan Islam, berupa kerajaan-kerajaan beserta kemajuan-kemajuan yang dibawanya
bagi umat Islam bahkan dapat disebut pula masa-masa kejayaan dan keemasan
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW
Islam tersebar ke berbagai penjuru dunia
dengan sangat cepat. Dalam waktu +23 tahun, Islam sudah tersebar ke
seluruh Jazirah Arab. Waktu 23 tahun itu dapat dibagi menjadi dua periode,
yaitu periode Mekah yang berlangsung selama + 13 tahun dan periode Madinah
+ 10 tahun.
Cepatnya penyebaran Islam itu tidak berarti
bahwa dakwah yang dilakukan nabi Muhammad SAW. Berjalan mulus. Pada periode Mekah
nabi menghadapi rintangan berat dari kaum Quraisy. Selama itu, nabi hanya
memperoleh pengikut sekitar 200 orang. Itupun kebanyakan dari kalangan lemah.
A. PENYEBARAN ISLAM PERIODE MEKAH
Rasulullah SAW berdakwah menyebarkan Islam
di Mekah selama + 13 tahun.
1.
Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Pada awalnya, nabi Muhammad SAW melakukan
dakwah secara sembunyi-sembunyi. Hal ini untuk mengantisipasi guncangan di
masyarakat. Beliau memulai dakwah kepada keluarga dan karib kerabatnya. Beliau
mengetahui bahwa orang Quraisy sangat terikat, fanatik dan kuat mempertahankan
kepercayaan jahiliah. Dakwah dengan sembunyi-sembunyi berlangsung selama 3-4
tahun. Orang pertama yang menyatakan keIslamannya adalah Siti Khadijah istri
nabi, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah disusul Abu Bakar dan Ummu Aiman.
Selanjutnya golongan yang pertama masuk Islam disebut As Sabiqunal Awwalun.
2.
Dakwah secara terbuka
Tiga tahun lamanya Rasul berdakwah secara
sembunyi-sembunyi di rumah Arqam bin Abil Arqam. Penduduk Mekah sudah banyak
yang mengetahui dan mulai membicarakan agama baru yang beliau bawa. Mereka
menganggap agama Islam bertentangan dengan agama nenek moyang mereka. Pada
waktu itulah turun wahyu yang memerintahkan kepada beliau untuk melakukan
dakwah secara terbuka kepada masyarakat. Quran surat Al Hijr ayat 94.
“Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”.
Dakwah ini membuat seorang tokoh bani
Giffar yaitu Abu Dzar Al Giffari masuk Islam dan kemudian melanjutkan dakwah
dari Rasul di kampungnya di barat laut merah. Sejak itulah banyak orang masuk Islam
melalui Abu Dzar. Dengan demikian Islam sudah mulai tersebar ke luar Mekah.
Keberhasilan Rasul dalam berdakwah
mendorong kaum Quraisy melancarkan tindakan kekerasan terhadap beliau dan
pengikutnya. Di tengah meningkatnya kekejaman pemimpin kaum Quraisy terhadap Rasul
dan pengikutnya, Hamzah bin Abdul Mutalib dan Ummar bin Khattab, dua orang kuat
Quraisy masuk Islam. Hal ini membuat kaum kafir Quraisy mengalami kesulitan
untuk menghentikan dakwah beliau.
3.
Pemboikotan dan rencana pembunuhan
Merasa gagal dengan cara diplomatik dan
bujuk rayu, para pemimpin kaum Quraisy kemudian melakukan tindakan kekerasan
secara fisik terhadap orang yang masuk Islam, budak yang masuk Islam disiksa
dengan kejam. Seperti Bilal bin Rabah, Amir bin Fuhairah At tamimi, Ummu Ubais,
an Nahdiyah serta anaknya.
Tekanan-tekanan yang diberikan kaum Quraisy tidak membuat
Islam dijauhi. Namun umat Islam semakin bertambah. Hal ini membuat Abu Jahal
menekan kepada semua pemimpin Quraisy untuk memboikot bani Hasyim. Tindakan ini
sangat menyengsarakan bani Hasyim. Berikut adalah isi surat pemboikotan :
a.
Muhammad dan keluarganya serta pengikutnya tidak
diperbolehkan menikah dengan bangsa Arab Quraisy lainnya, baik laki-laki maupun
perempuan.
b.
Muhammad dan keluarganya serta pengikutnya tidak boleh
mengadakan hubungan jual beli dengan kaum Quraisy lainnya.
c.
Muhammad dan keluarganya serta pengikutnya tidak boleh
bergaul dengan kaum Quraisy lainnya.
d.
Kaum Quraisy tidak dibenarkan membantu dan menolong Muhammad,
keluarganya ataupun pengikutnya.
4.
Hijrah ke Habsyi
Setelah Abu Thalib meninggal, beberapa hari
setelah pemboikotan berakhir, kepemimpinan bani Hasyim beralih kepada Abu Lahab.
Tekanan terhadap nabi dan pengikutnya bertambah kejam. Kemudian Rasul
memerintahkan kepada pengikutnya hijrah ke Habsyi. Pada tahun 615 M
berangkatlah kaum muslimin hijrah ke Habsyi. Rombongan pertama sejumlah 15
orang. Rombongan kedua sejumlah hampir 100 orang. Diantara sahabat yang ikut
adalah Utsman bin Affan dan istrinya (Ruqayah), Zubair bin Awam, Abdurrahman
bin Auf, dan Jafar bin Abi Thalib.
Kedatangan kaum muslimin di Habsyi diterima dengan baik
oleh raja Najasyi. Mereka mendapat perlindungan dan bantuan bahan makanan.
5.
Misi ke Thaif
Rasul mencoba berdakwah ke Thaif, sebuah
kota di Hijaz di sebelah tenggara Mekah. Namun, disana beliau mendapatkan
kelompok masyarakat yang lebih kejam dalam menerima dakwahnya. Penduduk kota Thaif
menghina dan melemparinya hingga terluka. Kemudian Rasul SAW terpaksa
menyelamatkan diri dan berlindung dibalik pagar kebun Utbah dan Syaibah. Beliau
beristirahat dan berdoa kepada Allah SWT, “ya
Allah SWT, hanya kepada Mu aku mengadukan kelemahanku. Ya Allah, Engkau maha
penyayang yang melindungi orang yang lemah. Kepada siapa Engkau serahkan
diriku. Kepada orang jauh yang menerima aku dengan kebengisannya atau kepada
musuh yang akan menghancurkan diriku. Ya Allah, biarlah, asal aku tidak
mendapat kemurkaan Mu. Aku tidak peduli terhadap mereka. Aku berlindung pada
cahaya Mu, rahmat dan kelapangan Mu. Engkau yang menerangi segala yang gelap,
yang memperbaiki dunia dan akhirat. Semoga Engkau tidak menjatuhkan murka Mu
kepadaku. Aku hanya menurut keridaan Mu. Tidak ada daya upaya melainkan dari
kelimpahan rida Mu.”
6.
Respon masyarakat Yastrib
Pada saat suku Aus dan Khazraj berhaji pada
tahun 620 M, Rasul SAW menyampaikan dakwah kepada jamaah haji yang hadir di
sekitar Ka’bah, beliau mengajak mereka untuk beriman kepada Allah SWT dan
berbuat baik. Mendengar ajakan tersebut, suku Aus dan Khazraj memperhatikan
dengan seksama. Dakwah tersebut sesuai dengan pemahaman mereka yang diperoleh
dari orang-orang Yahudi. Mereka sepakat untuk menerima dakwah dan mendekati
beliau seraya berkata, “wahai Rasulullah! Kami datang dari Yastrib yang
penduduknya saling bermusuhan, dengan dakwahmu mudah-mudahan Allah SWT
mendamaikan mereka dan menjadikan bersaudara. Kamu adalah laki-laki yang paling mulia.”
7.
Perjanjian Aqabah I
Pada tahun 620 M, kaum muslimin dari suku
Aus dan Khazraj berangkat ke Mekah untuk beribadah haji. Mereka bertemu dengan Rasul
SAW di aqabah (mina) dan menyatakan baiat (sumpah setia). Ada enam pokok
persoalan penting dalam baiat aqabah I :
a.
Mereka tidak akan menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu
apapun,
b.
Mereka tidak akan mencuri,
c.
Mereka tidak akan berzina,
d.
Mereka tidak akan membunuh anak-anaknya,
e.
Mereka tidak akan berbuat fitnah, dusta dan curang,
f.
Mereka tidak akan mendurhakai nabi Muhammad SAW.
8.
Perjanjian Aqabah II
Pada tahun 622 M, serombongan kaum muslimin
dari Yastrib menuju Mekah untuk beribadah haji sejumlah 75 orang. Mereka segera
menghadap Rasul dan meminta diadakan pertemuan di Mina. Isi dari baiat aqabah
II :
a.
Kami bersumpah untuk taat kepada Rasulullah dalam susah
dan senang,
b.
Kami bersumpah akan mengatakan kebenaran dimanapun kami
berada,
c.
Kami bersumpah tidak gentar menghadapi fitnah dari
siapapun juga.
Perjanjian tersebut dinamakan baiat aqabah
II atau baiat aqabah kubra. Baiat ini terjadi pada malam yang sunyi. Dengan
terjadinya baiat aqabah II ada arti penting bagi perkembangan Islam, yaitu :
a.
Kaum muslimin Yastrib siap membela Islam dan Rasulullah,
b.
Rasulullah siap untuk hijrah ke Yastrib,
c.
Rasulullah dan umat Islam akan menghadapi perjuangan yang
sangat besar menghadapi kemarahan orang-orang kafir Quraisy.
B. PENYEBARAN ISLAM PERIODE MADINAH
Berikut beberapa peristiwa besar dalam
sejarah penyebaran Islam yang terjadi pada periode Madinah :
1.
Perang Badar
Perang badar terjadi pada tahun 2 H/ 625 M
di lembah badar. Pasukan muslimin berjumlah 313 orang, sedangkan pasukan kafir
berjumlah 1000 orang. Perang ini dimenangi kaum muslimin.
Perang badar terjadi karena kaum kafir Quraisy telah
mengusir dan merampas seluruh harta benda kaum muslimin sehingga terpaksa
hijrah ke Madinah. Selain itu kaum Quraisy selalu berusaha menghancurkan kaum
muslimin.
Pengaruh kemenangan umat muslim dalam
perang badar sangat besar, yaitu meningkatkan nama harum umat Islam. Selain
itu, banyak orang yang masuk Islam dengan kesadarannya. Perang badar disebut
juga Yaumul Taqal Jam’an. Artinya hari bertemunya dua golongan, yaitu Islam dan
kaum kafir Quraisy.
2.
Perang Uhud
Pada tahun 3 H/ 625 M, dengan bantuan dari
kabilah Saqif, Tihamah dan Kinaah kaum Quraisy berangkat ke Madinah dengan
membawa 3000 pasukan unta, 200 pasukan berkuda dibawah pimpinan Khalid bin Walid
(sebelum masuk Islam) dan 700 orang pasukan berbaju besi. Sedang kaum muslimin
berjumlah 1000 orang. Rasul menempatkan 50 orang pemanah mahir di lereng bukit
yang cukup tinggi di bukit Uhud, dibawah pimpinan Hamzah bin Abdul Muthalib. Rasul
berpesan agar tidak meninggalkan tempat itu dengan alasan apapun.
Pasukan muslimin dapat memukul mundur
pasukan musuh yang lebih besar. Kemenangan yang sudah didepan mata digagalkan
oleh godaan harta yang ditinggalkan pihak musuh. Pasukan muslimin termasuk
anggota pemanah, mulai memungut harta rampasan dan tidak menghiraukan gerakan
musuh. Pasukan musuh pun kembali menyerang dari atas bukit yang ditinggalkan
pasukan muslimin. Pasukan muslimin tak mampu bertahan. Hamzah, paman Rasul
terbunuh dengan dada dibelah.
3.
Perang Khandak (perang parit)
Peristiwa ini terjadi pada tahun 5 H/ 627
M, pasukan muslimin berjumlah 3000 orang dan pasukan sekutu berjumlah 10.000
orang dibawah komando Abu sufyan. Kekuatan musuh yang sangat besar membuat umat
Islam berfikir keras. Akhirnya muncul usulan dari Salman Al Farisi untuk
membuat parit sebagai benteng pertahanan. Pembuatan parit selesai dalam waktu 6
hari.
Dalam perang ini tidak terjadi baku hantam karena kedua
pasukan dipisahkan oleh parit pertahanan. Dalam perang ini Ali bin Abi Thalib
berhasil membunuh Amr bin Abdul Wudd bin Abi Qais. Umat Islam terkepung oleh pasukan sekutu
selama satu bulan. Dalam suasana yang tidak menguntungkan tanpa diketahui
siapapun seorang dari kabilah Gatafan yang bernama Nu’man bin Mu’az menyatakan
diri masuk Islam. Kemudian ia diberi tugas oleh Rasul untuk memecah belah
pasukan sekutu dan berhasil. Akhirnya, tumbuh sikap saling tidak percaya di
antara pasukan sekutu. Pasukan sekutu makin kacau ketika suatu malam Allah SWT
menurunkan angin topan yang memporak-porandakan kemah mereka. Merekapun
memutuskan untuk pulang kembali ke tempat masing-masing.
4.
Perang Mu’tah
Penyebab terjadinya perang ini adalah
dibunuhnya utusan nabi SAW yang membawa surat kepada raja Gassan untuk menyeru
masuk Islam. Beliau mengirim sebanyak 3000 orang dibawah pimpinan Zaid bin
Harisah untuk menghadapi raja Gassan. Perang ini terjadi di utara Jazirah Arab.
Perang ini disebut perang Mu’tah karena terjadi di daerah Mu’tah.
5.
Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, Rasul beserta kaum muslimin
berangkat ke Mekah untuk beribadah haji. Mereka sejumlah 1000 orang. Ketika sampai
di suatu tempat bernama Hudaibiyah, Rasul mengutus Usman bin Affan kepada orang
kafir Quraisy untuk menjelaskan tujuan kaum muslimin ke Mekah yaitu beribadah
haji dan menengok saudara-saudaranya.
Namun, Usman ditahan oleh kaum kafir Quraisy dan terdengar berita bahwa
ia dibunuh. Ternyata berita itu tidak benar.
Tidak lama kemudian utusan kafir Quraisy yaitu Suhail bin
Amr datang. Dan disepakati perjanjian yang disebut perjanjian Hudaibiyah.
Adapun isinya, yaitu :
a.
Umat Islam tidak diperbolehkan menjalankan umrah tahun
ini. Tahun depan baru diperbolehkan. Umat Islam tidak boleh berada di Mekah
lebih dari tiga hari.
b.
Keduanya tidak saling menyerang selama 10 tahun.
c.
Orang Islam yang lari ke Mekah (murtad) diperbolehkan,
sedangkan orang kafir (Mekah) yang lari ke Madinah masuk Islam harus ditolak.
d.
Suku Arab lain, bebas memilih ikut ke Madinah atau ke Mekah.
Perjanjian ini merugikan kaum muslimin
namun hikmahnya sangat besar. Masa 10 tahun dapat dimanfaatkan untuk berdakwah
dengan bebas tanpa khawatir ada gangguan dari kaum kafir Quraisy. Dalam masa 2
tahun saja, pengikut nabi Muhammad SAW sudah bertambah menjadi banyak.
Perjanjian hudaibiyah ini berlangsung cukup lama.
Orang-orang kafir Quraisylah yang melanggar perjanjian dengan menyerang suku Khuza’ah
yang beragama Islam.
6.
Fathul Mekah ( penaklukan kota Mekah )
Setelah perjanjian Hudaibiyah dilanggar
nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya berupaya untuk menaklukkan kota Mekah.
Beliau menyiapkan pasukan sejumlah 10.000 orang. Hal itu terjadi pada tahun 8
H. Beliau memberi perintah, “jangan
sekali-kali menyerang jika tidak diserang.”
Melihat jumlah pasukan muslimin yang banyak dengan diiringi
suara takbir, orang –orang kafir Quraisy tak mampu berbuat apa-apa. Dalam
hatinya timbul ketakutan. Pasukan muslimin masuk Mekah tanpa perlawanan.
Selanjutnya, nabi Muhammad SAW menuju Ka’bah dan berseru, “siapa yang menutup
pintu rumahnya, aman. Siapa yang menyarungkan pedangnya, aman. Siapa yang masuk
ke rumah Abu sufyan, aman.” Orang –orang kafir Quraisy mematuhi seruan
tersebut. Mereka menutup pintu rumahnya, menyarungkan pedang dan masuk rumah Abu
sufyan. Kemudian, nabi Muhammad SAW menyuruh kaum muslimin menghancurkan
berhala-berhala yang ada disekitar ka’bah.
Nabi Muhammad SAW, melakukan haji wada’
pada tahun 10 H / 632 M. Pada waktu melaksanakan haji wada’ inilah beliau
menerima wahyu yang terakhir yaitu surah al-maidah ayat 3.
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah SWT, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi
nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
Pada hari ini orang-orang kafir Telah putus
asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka
dan takutlah kepada-Ku. pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa, Karena kelaparan tanpa sengaja
berbuat dosa, Sesungguhnya Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Setelah
melaksanakan haji wada’ dan menerima wahyu tersebut, nabi Muhammad SAW kembali
ke Madinah bersama kaum muslimin. Delapan puluh hari kemudian, beliau jatuh
sakit sampai wafatnya, pada hari senin tanggal 12 rabiul awal tahun 11 H.
II. ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Setelah nabi Muhammad SAW wafat
kepemimpinan umat Islam dilanjutkan oleh empat sahabat besar. Keempat sahabat
yang menggantikan kepemimpinan nabi atas umat Islam itu sering disebut dengan Khulafaur
Rasyidin. Khulafaur Rasyidin merupakan para pemimpin ummat Islam setelah
Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu
Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimana sistem
pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang Islami karena
berundang-undangkan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dahulu, nama aslinya adalah Abdus Syams.
Tetapi, setelah masuk Islam namanya diganti oleh Rasulullah sehingga menjadi Abu
Bakar. Gelar Ash- Shiddiq diberikan padanya karena ia adalah orang yang pertama
mengakui peristiwa Isra' Mi'raj. Lalu, ia pun diberi gelar Ash- Shiddiq (Orang
yang percaya). Abu Bakar Ash
Shiddiq adalah sahabat nabi Muhammad SAW yang paling tua dan ikut menyebarkan
ajaran Islam, harta kekayaannya pun digunakan untuk kepentingan Islam.
Nabi Muhammad SAW pada hari Senin 12
Rabiul Awal 11 H atau pada tanggal 8 Juli 632 M wafat, pada usia 63 tahun. Umat
Islam amat berduka dan terjadi vacum of power. Nabi Muhammad SAW tidak
meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai
pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Nabi Muhammad nampaknya
menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk
menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi
jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai
kota Bani Sa'idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih
menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing
pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin
umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar Ash Shidiq terpilih sebagai Khalifah pertama.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul,
Abu Bakar Ash Shidiq disebut Khalifah Rasulullah (Pengganti Rasul Allah SWT)
yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja.
Khalifah Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun
634 M beliau meninggal dunia. Masa
sesingkat itu hanya
dipergunakan untuk menyelesaikan
persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa
Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah
Madinah sepeninggal Rasulullah SAW. Mereka menganggap bahwa
perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad SAW, dengan
sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu mereka menentang Khalifah Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan
mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Khalifah Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini
dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn
Al-Walid ra adalah panglima yang banyak berjasa dalam
Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan
pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah SAW, bersifat sentral, kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif
terpusat di tangan khalifah. Selain
menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad
SAW, Khalifah Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat nya
bermusyawarah sebelum mengambil keputusan mengenai sesuatu, yang berfungsi sebagai lembaga legislatif
pemerintahannya.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam
negeri, barulah Khalifah
Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn
Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah di tahun 634 M. Ke
Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah
ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil .
Keputusan-keputusan yang dibuat oleh khalifah Abu Bakar
untuk membentuk beberapa pasukan tersebut, dari segi tata negara,
menunjukkan bahwa ia juga memegang jabatan panglima tertinggi tentara Islam. Hal ini seperti juga berlaku di
zaman modern ini di mana seorang kepala negara atau presiden juga sekaligus
sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata.
Adapun urusan pemerintahan diluar kota Madinah, khalifah Abu Bakar membagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi
beberapa provinsi, dan setiap provinsi beliau
menugaskan seorang amir atau wali (semacam jabatan gubernur).
Mengenai praktek pemerintahan Abu Bakar di bidang pranata
sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan sosial rakyat. Untuk
kemaslahatan rakyat ini ia mengolah zakat, infak, sodaqoh yang berasal dari kaum
muslimin, ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga Negara
non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Penghasilan yang diperoleh
dari sumber-sumber pendapatan Negara ini di bagikan untuk kesejahteraan tentara,
bagi para pegawai Negara dan kepada
rakyat yang berhak menerima sesuai ketentuan al-quran
Pada saat Abu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan
pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti
oleh "tangan kanan" nya, Umar ibn Khatthab al-Faruq. Ketika Abu Bakar
sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, beliau
bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab
sebagai penggantinya dengan maksud untuk
mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam.
Kebijaksanaan Khalifah Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang
segera secara beramai-ramai membaiat Umar bin Khattab. Umar
menyebut dirinya Khalifah Rasulullah
(pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin
(petinggi orang-orang yang beriman).
Dari penunjukkan Umar
sebagai penggantinya, ada hal yang perlu diperhatikan
1.
Bahwa Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan
azas musyawarah. Ia lebih dahulu mengadakan
konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin.
2.
Abu Bakar tidak menunjuk salah seorang putranya atau
kerabatnya melainkan memilih seseorang yang disegani oleh rakyat karena
sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.
3.
Pengukuhan Umar sebagai khalifah sepeniggal Abu Bakar
berjalan baik dalam suatu bai’at umum dan terbuka tanpa ada pertentangan dikalangan
kaum muslimin sehingga obsesi Abu Bakar untuk mempertahankan keutuhan umat Islam
dengan cara penunjukkan itu terjamin.
Hal-hal yang dilakukan khalifah Abu
Bakar Ash Shidiq :
1.
Memerangi kaum murtad dan nabi palsu, diantaranya adalah
Musailamah al Kadzab dari suku Hanifah di Yamamah, Al Aswad Al Insi di Yaman,
Tulaihah Ibn Khuwailid dari suku Asad.
2.
Memerangi kaum yang ingkar zakat.
3.
Mengumpulkan Al Quran, kehilangan 70 orang hafidz quran
saat memerangi kaum murtad dan nabi palsu. Oleh karena itu, Umar bin Khattab
mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untukmengumpulkan al quran dan usul itu
disetujui oleh khalifah. Beliau memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menyalin
ayat-ayat quran yang sebelumnya ditulis di pelepah kurma, kulit binatang dan tumbuhan,
tulang belulang dan sebagainya ke mushaf dengan rapi dan urutan ayatnya sesuai
dengan petunjuk nabi Muhammad SAW.
4.
Ekspansi atau perluasan wilayah.
Ketika Abu Bakar merasakan sakitnya semakin
berat, ia mengumpulkan para sahabat besar dan menunjuk Umar bin Khattab sebagai
Khalifah. Para sahabat setuju dan Abu Bakar meninggalkan surat wasiat yang
menunjuk Umar sebagai penggantinya. Sebagaimana
Abu Bakar, Umar bin khattab pun di bai’at dihadapan umat muslimin. Bagian dari pidatonya adalah:
“Aku telah dipilih jadi khalifah. Kerendahan
hati Abu Bakar selaras dengan jiwanya yang terbaik diantara kamu dan lebih kuat
diantara kamu dan juga lebih mampu memikul urusan kamu yang penting-penting. Aku
diangkat dalam jabatan ini tidaklah sama seperti beliau. Andaikata aku tau ada
orang yang lebih kuat daripada aku untuk memikul jabatan ini, maka memberikan
leherku untuk dipotong lebih aku sukai daripada memikul jabatan ini.
Sebagai seorang
negarawan yang patut diteladani. Ia telah menggariskan:
1.
persyaratan bagi calon Negara;
2.
menetapkan dasar-dasar pengelolaan Negara;
3.
mendorong para pejabat Negara agar benar-benar
meperhatikan kemaslhatan rakyat dan melindungi hak-haknya karena mereka adalah
pengabdi rakyat dan bagian dari rakyat itu sendiri;
4.
pejabat yang dipegang seseorang adalah amanah yang harus
dipertanggung jawabkan kepada Tuhan dan rakyat
5.
mendidik rakyat supaya berani memberi nasihat dan kritik
kepada pemerintah, pemerintah juga harus berani
menerima kritik dari siapapun sekalipun menyakitkan karena pemerintah lahir dari rakyat dan untuk rakyat;
6.
khalifah Umar telah meletakkan dasar-dasar pengadilan
dalam Islam.
Ia selalu mengadakan musyawarah dengan
tokoh-tokoh Anshar dan
Muhajirin, dengan rakyat dan dengan para administrator pemerintahan untuk
memecahkan masalah-masalah umum dan
kenegaraan. Beliau tidak bertindak sewenang-wenang dan
memutuskan suatu urusan tanpa mengikutsertakan umat.
Hasil musyawarah atau konsultasi
khalifah diakhir hidupnya dengan sejumlah pemuka masyarakat Madinah yang
terpenting adalah terbentuknya “tim formatur” yang bertugas memilih khalifah
setelah Khalifah Umar. Konsultasi ini terjadi ketika keadaan jiwanya akibat
tikaman enam kali yang dilakukan Abu Lu’luah karena dendam, dan ini mengakibatkan kewafatannya.
Di zaman Khalifah Umar, gelombang
ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria,
Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Byzantium
kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah
pimpinan 'Amr ibn 'Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash. Iskandariah/ Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M.
Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah
kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan
dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada
tahun 641 M , Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian,
pada masa kepemimpinan khalifah Umar, wilayah
kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar
wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera
mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah
berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan
wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan
Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai
diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan
didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Adapun kekuasaan eksekutif dipegang
oleh khalifah Umar bin Khattab dalam kedudukannya sebagai kepala Negara. Untuk
mendukung kelancaran administrasi dan operasional tugas-tugas eksekutif, Umar
melengkapinya dengan beberapa jawatan, diantaranya:
1. Diwana al-kharaj (jawatan pajak),
2. Diwana alahdats (jawatan kepolisian),
3. Nazarat al-nafi’at (jawatan pekerjaan umum),
4. Diwana al-jund (jawatan militer),
5. Baitul al-mal (baitul mal).
Sumber-sumber keuangan Negara untuk mengisi baitul mal
diperoleh dari alfarz, usyri, usyur, zakat dan
jizya.
Khalifah Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M).
Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang majusi,
budak dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk menentukan penggantinya, khalifah Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia
menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah
seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali,
Thalhah, Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn Auf. Setelah khalifah Umar wafat, tim ini
bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah, melalui proses
yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib .
Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan
bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah
peristiwa penikaman dirinya oleh Abu Lu’lu’ah, seorang majusi
persia, Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana
dilakukan Rasulullah. Namun Umar juga berpikir untuk meninggalkan wasiat
seperti dilakukan Abu Bakar. Sebagai jalan keluar, Umar menunjuk enam orang
Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas memilih Khalifah baru. Keenam
Orang itu adalah
Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi
Waqqash, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam,
Utsman bin Affan
dan Ali bin Abi
Thalib.
Setelah melalui perdebatan yang cukup lama,
muncul dua nama yang bersaing ketat yakni Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib. Keputusan terakhir diserahkan kepada Abdurrahman bin Auf sebagai ketua
Dewan yang kemudian menunjuk Utsman bin Affan sebagai Khalifah.
Setelah Usman bin Affan dilantik menjadi khlifah ketiga
Negara Madinah ,ia menyampaikan pidatonya yang menggambarkan dirinya sebagai
sufi, dan citra pemerintahannya lebih bercorak agama ketimbang politik belaka
sebagai dominan.dalam pidato itu usman mengingatkan beberapa hal yang penting:
1. agar umat Islam berbuat baik sebagai bekal
untuk hari kematian;
2. agar umat Islam terpedaya kemewahan hidup
dunia yang penuh kepalsuan;
3. agar umat Islam mau mengambil pelajaran dari
masa lalu;
4. sebagai khalifah ia akan melaksanakan perintah
al-quran dan sunnah Rasul;
5. di samping beliau akan
meneruskan apa yang telah dilkukan pendahulunya juga akan membuat hal baru yag
akan membawa kepada kebajikan;
6. umat Islam
boleh mengkririknya bila beliau menyimpang dari ketentuan hukum.
Untuk pelaksanaan administrasi
pemerintahan didaerah, khalifah Usman mempercayakannya kepada seorang gubernur
untuk setiap wilayah atau provinsi pada masanya kekuasaan wilayah Madinah dibagi
menjadi 10 provinsi:
1.
Nafi’bin al-haris al-khuza’i, amir wilayah Mekkah;
2.
Sufyan bin Abdullah al-tsaqqfi, amir
wilayah Thaif
3.
Ya’la bin Munabbih Halif BaniNauful bin Abd Manaf, amir wilayah Shan’a
4.
Abdullah bin Abi Rabiah , amir wilayah al Janad;
5.
Usman bin Abi al-ashal-Tsaqafi, amir wilayah Bahrain;
6.
Al-Mughirah bin Syu’bah al-tsaqi, amir wilayah Kufah;
7.
Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari, amir wilayah Basrah;
8.
Muawiyah bin Abi Sufyan , amir
wilayah Damaskus
9.
Umar bin Sa’ad , amir
wilayah Himsh;dan
10.
Amr bin al-Ash al-Sahami, amir
wilayah Mesir.
Sedangkan kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Penasehat Syura, tempat khalifah
mengadakan musyawarah dengan para sahabat terkemuka.
Prestasi tertinggi masa
pemerintahan khalifah Usman sebagai hasil majlis syura adalah
menyusun al-quran standar, yaitu penyeragaman bacaan dan tulisan al-quran, seperti yang dikenal sekarang. Naskah salinan al-quran tersebut disimpan dirumah istri
nabi kemudian naskah salinannya atas persetujuan para sahabat dikirim ke
beberapa daerah.
Di masa pemerintahan khalifah
Utsman (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa
dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam
pertama berhenti sampai di sini. Untuk mengisi baitul mal diperoleh dari
alfarz, usyri, usyur, zakat dan
jizya. Khalifah Usman melengkapinya
dengan beberapa jawatan.
Pemerintahan khalifah Usman berlangsung
selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak
puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan khalifah
Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan pada masa khalifah Umar. Ini
karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang
yahudi yang berpura-pura masuk Islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah
dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum
muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, khalifah
Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang
berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ .
Tahun-tahun berikutnya,
pemerintahannya mulai goyah. Rakyat dibeberapa daerah terutama Kufah, Basrah
dan Mesir mulai memprotes kepemimpinannya yang dinilai tidak adil. Salah satu
faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan
khalifah Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan
tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada
dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan,
sedangkan khalifah Utsman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk
dalam jabatan-jabatan penting, Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan.
Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh khalifah sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh
Abdullah bin Saba’.
Padahal khalifah Usman yang paling
berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur
pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan,
masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
Umat yang tidak punya pemimpin dengan wafatnya khalifah Utsman, membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah
baru.
Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan
tiga orang khalifah pendahulunya. Beliau dibai’at di
tengah-tengah kematian Usman, pertentangan dan
kekacauan dan kebingungan umat Islam Madinah. Sebab kaum pemberontak yang membunuh khalifah Usman mendaulat Ali supaya bersedia dibaiat menjadi
khalifah.
Dalam pidatonya
khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar umat Islam:
1. tetap berpegang teguh kepada al-quran dan
sunnah Rasul,
2. taat dan bertaqwa kepada Allah SWT serta
mengabdi kepada Negara dan sesama manusia,
3. saling memelihara kehormatan di antara sesame
muslim dan umat lain,
4. terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi
kepentingan umum, dan
5. taat dan patuh kepada pemerintah.
Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib ra menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah.
Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka
menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang.
Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk
menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak.
Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama
Perang Jamal (Unta), karena Aisyah ra dalam
pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan
Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah ra ditawan
dan dikirim kembali ke Madinah.
Dengan demikian masa pemerintahan
Ali melalui masa-masa paling kritis karena pertentangan antar kelompok yang
berpangkal dari pembunuhan Usman. Namun khalifah Ali menyatakan:…beliau
berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan
kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Beliau membenahi
dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen
khalifah dan kantor sahib-ush surtah, serta mengordinir polisi dan menetapkan
tugas-tugas mereka.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan khalifah
Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus,
Mu'awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa
kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah
berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, khalifah Ali bergerak
dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu
dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang
dikenal dengan nama perang Shiffin. Perang ini diakhiri
dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah,
bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang
keluar dari barisan Ali tetapi tidak menjadi bagian dari Muawiyah, bahkan mereka menganggap
golongan khalifah Ali dan golongan Muawiyah sebagai golongan kafir. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga
kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’
al-yahudi) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang
yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan khalifah. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya
semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij
yaitu Abdullah bin Muljam.
Harus diakui ada beberapa kasus dan peristiwa
pada masa khalifah Usman dan Ali yang tidak menyenangkan. Akan tetapi perlu dicatat secara umum mengenai
beberapa hal yang dicontohkan oleh khulafaur Rasyidin
dalam memimpin Negara Madinah.
Pertama, mengenai pengangkatan empat orang sahabat
Nabi terkemuka itu menjadi Khalifah dipilih dan di angkat dengan cara yang
berbeda.
1)
Pemilihan bebas dan terbuka melalui forum musyawarah
tanpa ada seorang calon sebelumnya. Karena Rasulullah SAW tidak pernah menunjuk
calon penggantinya. Cara ini terjadi pada musyawarah terpilihnya Abu Bakar
dibalai pertemuan Tsaqifah Bani Syadiah.
2)
Pemilihan dengan cara pencalonan atau penunjukkan oleh khalifah sebelumnya dengan terlebih dahulu
mengadakan konsultasi dengan para sahabat terkemuka dan kemudian memberitahukan
kepada umat Islam, dan mereka menyetujuinya. Penunjukkan itu tidak ada hubungan
keluarga antara khalifah yang mencalonkan dan calon yang di tunjuk. Cara ini
terjadi pada penunjukan Umar oleh khalifah Abu Bakar.
3)
Pemilihan tim atau Majelis Syura yang
dibentuk khalifah. Anggota tim bertugas memilih salah
seorang dari mereka menjadi khalifah. Cara ini terjadi pada masa Usman melalui Majelis Syura yang dibentuk oleh khalifah
Umar yang beranggotakan enam orang.
4)
Pengangkatan spontanitas di tengah-tengah situasi yang
kacau akibat pemberontakan sekelompok masyarakat muslim yang membunuh
usman.Cara ini terjadi pada Ali yang dipilih oleh kaum pemberontak dan umat Islam
Madinah.
Kedua, pemerintahan Khulafaur Rasyidin
tidak mempunyai konstitusi yang dibuat secara khusus sebagai dasar dan pedoman
penyelenggaraan pemerintahan. Undang-undangnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul
ditambah dengan hasil ijtihad khalifah dan keputusan Majelis Syura dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul yang tidak ada penjelasannya dalam
nash syariat.
Ketiga, pemerintahan khulafaur Rasyidin juga tidak mempunyai ketentuan mengenai masa
jabatan bagi setiap khalifah. Mereka tetap memegang jabatan itu selama
berpegang kepada syariat Islam.
Keempat, dalam penyelenggaraan pemerintahan
Negara Madinah khulafa al-Rasyidin telah melaksanakan prinsip musyawarah, prinsip
persamaan bagi semua lapisan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, prinsip
kebebasan berpendapat, prinsip keadilan social dan kesejahteraan rakyat.
Kelima, dasar
dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah adalah Al-Qur’an dan
Sunnah Rasul, hasil ijtihad penguasa, dan hasil keputusan Majelis Syura.
Karenanya corak Negara Madinah pada periode Khulafa al-Rasyidin tidak jauh
berbeda daripada zaman Rasulullah.
III.
PEMERINTAHAN PASCA KHULAFAUR RASYIDIN
A.
Pemerintahan Dinasti
Umayah(41-132)
Kedudukan sebagai khalifah kemudian dijabat
oleh anaknya al-Hasan bin Ali selama beberapa bulan. Namun, karena al-Hasan menginginkan perdamaian dan menghindari pertumpahan
darah, maka al-Hasan menyerahkan jabatan
kekhalifahan kepada Mu’awiyah. Dan akhirnya penyerahan kekuasaan ini dapat mempersatukan umat Islam
kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu'awiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi lain, penyerahan itu juga menyebabkan
Mu'awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam.
Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan
itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama'ah ('amul jama'ah) Dengan
demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa'ur Rasyidin, dan
dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam. Muawiyah dikenal
sebagai politikus dan administrasi yang pandai. Ia juga seorang yang piawai
dalam merencanakan taktik dan strategi, di samping kegigihan dan keuletannya
serta kesediaanya menempuh berbagai cara dalam berjuang untuk mencapai
cita-citanya karena pertimbangan politik dan situasi tertentu. Ketika itu
wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh
dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan
kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai
pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor
yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat, antara
lain:
1.
Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2.
Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang
kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia.
Disamping itu, suku-suku bangsa Arab gemar berperang. Semangat dakwah dan
kegemaran berperang tersebut membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
3.
Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur
Tengah pada waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik
karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena
persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
4.
Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium
mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang
karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak
senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia.
5.
Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan
sikap simpatik dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya untuk
masuk Islam.
6.
Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di
Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa (Bizantium) yang memerintah mereka.
7.
Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya.
Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang
lebih jauh.
Walaupun Muawiyah mengubah sistem
pemerintahan menjadi monarki, namun Dinasti ini tetap memakai gelar khalifah. pengelolaan
administrasi pemerintahan dan stuktur pemerintahan dinasti umayah merupakan
penyempurnaan dari pemerintahan khulafa al-rasyidin yang diciptakan oleh
khalifah Umar. Wilayah kekuasaan yang luas itu dibagi menjadi beberapa provinsi.
Setiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur.
Ditingkat pemerintahan pusat
dibentuk beberapa lembaga dan departemen, al-kitab, al-hajib dan diwan. Lembaga
lain adalah dibidang pelaksanaan hukum, yaitu Al-Nizham al-qadhai terdiri dari
3 bagian yaitu; al-qadha, al-hisbat dan al-mazhalim. Di dalam tubuh organisasi
pemerintahan Dinasti Umayah juga dibentuk diwan atau departemen:
1. diwan al-rasali,
2. diwan al-khatim,
3. diwan al-kharaj,
4. diwan al-badrid,
5. diwan
al-jund.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan
kemudian menata administrasi pemerintahan dan memberikan perhatian tinggi
kepada pembangunan kesejahteraan rakyat, antara lain:
1.
Membentuk Mahkamah untuk mengadili pejabat yang
menyeleweng,
2.
Menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi adminitrasi
kenegaraan menggantikan bahasa Romawi dan Persia,
3.
Mengganti uang Romawi dan Persia dengan mata uang baru
yang bertuliskan lafadz ”laailahaillallah”.
Dinasti Umayah mencapai masa
kejayaannya pada masa khalifah Walid bin Abdul Malik (86-96 H atau 705-715 M).
Pada masa inilah kekuasaannya sudah meliputi wilayah yang sangat luas.
Terbentang antara Andalusia
(Spanyol) di sebelah barat, Afrika Utara, sampai ke Asia Tengah dan daerah
Indus (India) di sebelah timur, meliputi bangsa, bahasa dan budaya. Khalifah
Umar bin Abdul Azis, adalah seorang yang memiliki sifat utama, santun,
sederhana dan cinta kepada rakyat, mementingkan urusan agama dari urusan
politik, mementingkan persatuan dari golongan. Dengan demikian penyebaran Islam
berjalan dengan damai, penuh toleransi. Kesejahteraan rakyat adalah
kebijaksanaan pemerintah. Beliau juga yang menggagas pengumpulan dan pembukuan
hadits.
Demikian pula khalifah Hisyam bin
Abdul Malik berusaha meningkatkan kesejahteraan dengan mendirikan perusahaan
sutra, serta pembuatan saluran/ terusan untuk irigasi. Namun, sepeninggal
khalifah Hisyam, pertikaian keluarga terjadi. Keadaan internal dinasti Umayah
pada waktu itu sudah sulit untuk diselamatkan dari kehancuran.
Beberapa sebab runtuhnya dinasti
Umayah, diantaranya :
1.
Figur khalifah yang lemah.
2.
Hak istimewa bangsa Arab Suriah.
3.
Pemerintahan yang tidak demokratis dan korup.
4.
Persaingan antar suku.
Mulai dari masa Abu Bakar sampai
kepada Ali dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut al-Khulafa' al-Rasyidun, (khalifah-khalifah
yang mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut
teladan Nabi. Mereka dipilih melalui proses musyawarah, yang dalam istilah
sekarang disebut demokratis. Setelah periode ini, pemerintahan Islam berbentuk
kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun. Selain itu, seorang
khalifah pada masa khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri ketika
negara menghadapi kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah dengan
pembesar-pembesar yang lain.
Ciri-ciri khusus yang membedakan
bani Umayah dari praktek pemerintahan Khulafa Rasyidin dan pemerintah dinasti
Abbasyiah ciri-cirinya antara lain: unsur pengikat bangsa lebih ditingkatkan
pada kesatuan politik dan ekonomi; khalifah adalah jabatan sekuler dan
berfungsi eksekutif; kedudukan khalifah hanya sebagai kepala pemerintahan. Kedudukan
khalifah masih mengikuti tradisi kedudukan syaikh (kepala suku) Arab, disamping
ini lebih banyak mengarahkan kebijaksanaan pada perluasaan kekuasaan politik
atau perluasan wilayah kekuasaan Negara, dinasti ini bersifat eksklusif karena
lebih mengutamakan orang-orang berdarah Arab duduk dalam pemerintahan, orang-orang
non Arab tidak mendapat kesempatan yang sama luasnya dengan orang-orang Arab;
dan qadhi (hakim) mempunyai kebebasan dalam memutuskan perkara. Di samping itu, Dinasti
tidak meninggalkan unsur agama dalam pemerintahan. Formalitas agama tetap
dipatuhi dan terkadang menampilkan citra dirinya sebagai pejuang Islam. Ciri
lain dinasti ini kurang melaksanakan musyawarah. Karenanya kekuasaan khalifah
mulai bersifat absolut walaupun belum begitu menonjol. Dengan demikian
tampilnya pemerintahan Dinasti Umayah mengambil bentuk
monarki, merupakan babak kedua dari praktek pemerintahan umat Islam dalam
sejarah.
B. Pemerintahan Dinasti Abbasyiah (132-656 H/750-1258)
1.
Berdirinya Dinasti
Abbasiyah
Setelah pemerintahan Dinasti Umayah
jatuh, kekuasaan khilafah jatuh ke tangan Bani Abbas, keturunan Bani Hasyim
suku Quraisy sebagaimana Bani Umayah juga suku Quraisy. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu Al-Abbas
seorang keturunan dari paman Nabi Muhammad SAW , Al-Abbas bin Abd al-Muthalib
bin Hasyim. Nama lengkapnya Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas bin Abd al-Muthalib. Berdirinya
Dinasti Abbasiyah ini merupakan hasil perjuangan gerakan politik yang dipimpin oleh Abu Abbas yang dibantu
oleh kaum syiah dan orang –orang Persi. Gerakan politik ini berhasil
menjatuhkan Dinasti Umayah di tahun 750 M melalui usaha propaganda yang mereka sebut dengan gerakan
dakwah. Gerakan dakwah ini sebenarnya sudah
dimulai pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis berkuasa (717-720 M) karena
kepemimpinan beliau yang adil, ketenteraman dan stabilitas negara secara tidak
langsung memberikan kesempatan kepada gerakan ini untuk menyusun dan
merencanakan kegiatannya di al Humaymah. Pemimpin gerakan waktu itu adalah Ali
bin Abdullah bin Abbas. Dia kemudian digantikan oleh anaknya, Muhammad. Ia
memperluas gerakan ini dan menetapkan tiga kota sebagai pusat gerakan. Yaitu,
al Humaymah, Kuffah dan Khurasan. Muhammad meninggal pada tahun 743 M dan
digantikan oleh anaknya Ibrahim al Imam kemudian beliau menunjuk Abu Muslim al
Khurasani seorang khurasan sebagai panglima perangnya.
Abu Muslim kemudian banyak mengumpulkan
banyak pengikut, baik dari Khurasan maupun dari Persia dengan kampanyenya yang
memunculkan rasa kebersamaan di antara golongan Alawiyyin (Bani Ali), golongan
Syiah dan orang-orang Persia yang menentang dinasti Umayah yang telah menindas
mereka. Abu Muslim mengajak mereka untuk mengembalikan kekuasaan kepada bani
Hasyim.
Ibrahim al Imam yang dihukum oleh
khalifah Marwan II karena diketahui bahwa beliau memerintahkan Abu Muslim untuk
menyingkirkan orang-orang Arab di Khurasan yang mendukung kekhalifahan Umayah
digntikan oleh saudaranya, Abu Abbas As Saffah. Setelah berhasil menggulingkan
imperium Umayah, Abu Abbas dibaiat sebagai khalifah, di masjid Kuffah pada
tahun 750 M.
Menurut para ahli sejarah,
perpindahan kekuasaan dari dinasti Umayah ke Abbasiyah merupakan revolusi Islam
yang sama vitalnya seperti revolusi Prancis dan Rusia.
Sistem dan bentuk pemerintahan,
struktur organisasi pemerintahan dan organisasi pemerintahan Dinasti ini pada
hakikatnya tidak jauh berbeda
dari Dinasti Umayah. Namun ada hal-hal baru yag di ciptakan oleh bani Abbas.
Sistem dan bentuk pemerintahan monarki yang di pelopori oleh Muawiyah bin Abi
Sufyan diteruskan oleh Dinasti Abbasiyah; dan memakai gelar khalifah. Tapi
derajatnya lebih tinggi dari gelar khalifah di
zaman Dinasti Umayah. Khalifah-khalifah Abbasiyah menempatkan diri mereka
sebagai zhillullah fi al-ardh (bayangan Allah SWT di bumi). Pernyataan ini
diperkuat dengan ucapan Abu ja’far al-mansur:”sesungguhnya saya adalah Sultan Allah
SWT di bumiNya.” Ini mengandung bahwa khalifah memperoleh kekuasaan dan
kedaulatan dari Allah SWT,bukan dari rakyat. Karena khallifah menganggap
kekuasaannya ia peroleh atas kehendak Tuhan dan Tuhan pula yang member
kekuasaan itu kepadanya, maka kekuasaannya bersifat absolut.
Struktur Organisasi dinasti Abbasiyah terdiri
dari al-khilafat, al-wizarat, al-kitabat, dan al-hijabat. Lembaga khilafah
dijabat oleh seorang khalifah sebagai telah disebut di atas, dan
suksesi khalifah berjalan secara turun-temurun dilingkungan Dinasti Abbasiyah.
Lembaga al-wizarat(kementerian) di pimpin oleh seorang wazir, seperti menteri
zaman sekarang. Lembaga dan jabatan ini baru
dalam sejarah pemerintahan Islam yang diciptakan oleh Khalifah Abu Ja’far
al-Mansur.
Lembaga Al-kitabat terdiri dari beberapa katib
(sekretaris). Yang terpenting dalam katib al-rasail, katib al-kharaj, katib
al-jund katib al-syurthat, dan katib al-qadhi. Tugas masing-masing katib ini
seperti di zaman Dinasti Umayah. Lembaga al-hijabat dipimpin oleh al-hajib.
Tugasnya sebagaimana pada pemerintahan tangga istana dan pengawal khalifah
berperan mengatur siapa saja yang ingin bertemu dengan khalifah. Tapi di zaman
Abbasiyah birokrasi diperketat . Hanya rakyat dan pejabat yang punya urusan
benar-benar amat penting yang boleh bertemu langsung dengan khalifah.
Lembaga lain adalah al-nizham
al-mazhalim, yaitu lembaga yang bertugas memberi penerangan dan pembinaan hukum,
menegakkan ketertiban hukum baik di lingkungan pemerintah maupun di lingkungan
masyarakat, dan memutuskan perkara. Sumber-sumber
keuangan Negara untuk mengisi Baitul Mal terdiri dari al-kharaj (pajak tanah
yang berproduksi), zakat dan infaq menurut ketentuan Syariat, jizyat (pajak
perlindungan yang ditarik dari warga Negara non-muslim), ‘unsyur (pungutan
terhadap para pedagang asing yang mengimport barang dagangannya ke wilayah Islam), ghanimat (harta rampasan perang)
dan sumber-sumber lain. Untuk memperlancar jalannya
roda pemerintaan di bentuk pula diwan-diwan atau departemen-departemen.
Jumlahnya lebih banyak dari pada Dinasti Umayah. Departemen-departemen
dalam tubuh organisasi Pemerintahan Dinasti Abbasiyah meliputi departemen
urusan pendapatan Negara, departemen urusan denda, departemen urusan keuangan, departemen urusan kemiliteran,
departemen urusan pelayanan pos, departemen urusan pengendalian belanja Negara,
departemen urusan surat-surat Negara, departemen urusan perbekalan, dan
departemen urusan umum untuk membangun sarana-sarana
umum.
Pada periode pertama, Dinasti ini melaksanakan system
sentralisasi; kekuasaan terpusat di tangan khalifah dan wazir. Gubernur tidak memiliki kekuasaan penuh untuk
mengatur segala urusan pemerintahan di daerahnya, dan tidak punya pengaruh
dalam urusan pollitik dan kemasyarakatan, tapi
dalam perkembangannya kekuasaan khalifah yang bersifat absolut sejak Harun
al-Rosyid berkuasa, ditantang oleh para wali
daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dan mendirikan dinasti-dinasti kecil. Terobosan dinasti-dinasti kecil ini kemudian ikuti oleh
dinasti-dinasti yang lebih besar, seperti
Dinasti Ghaznawi ( 962 – 1186) di
Afganistan dan punjab di india.
2.
Penyebaran Islam pada Masa Dinasti
Abbasiyah
Beberapa khalifah yang terkenal
selain Abu Abbas, adalah Abu Ja’far al Mansyur. Beliau adalah generasi kelima
keturunan Abbas. Khaliifah Abu Ja’far al Mansur berkuasa mulai tahun 754- 775 M
atau sekitar 21 tahun lamanya. Dalam masa yang selama itu, berbagai usaha untuk
mengonsolidasikan dinasti Abbasiyah dalam bidang pemerintahan dan militer telah
dilakukan. Beliau boleh dikatakan sebagai pembangun dinasti Abbasiyah dengan
laangkah-langkah yang di ambilnya dalam mengendalikan negara, antara lain :
melaksanakan administrasi pemerintahan dengan tertib, serta kondisi antar
aparat, kemudian memelihara keamanan dan stabilitas dalam negeri serta menindak tegas kelompok-kelompok
yang merongrong kekuasaannya. Dalam politik luar negeri, khalifah abu Ja’far al
Mansur menjalin persahabatan dengan raja Perancis, raja Pepin. Sementara itu,
perluasan wilayah Afrika dan daerah-daerah kekuasaan Byzantium (Romawi Timur)
masih teris dilanjutkan.
Selain khalifah Abu Ja’far al Mansur
cucunya, Harun al Rasyid menjadi khalifah kelima. Beliau adalah khalifah yang
terkemuka sebagai seorang penyair dan dermawan. Beliau menjadi figur yang
legendaris karena cerita-cerita tentang dirinya dalam kitab Alfu lailah wa
Lailah (seribu satu malam). Boleh jadi, pada masanya inilah dinasti Abbasiyah
mencapai puncak kejayaan dan keemasannya. Kemudian kepemimpinannya dilanjutkan
oleh putranya yang bernama al Makmun. Pelayanan terhadap rakyat bersifat
terbuka dan tidak membedakan kelas maupun agama. Didirikannya majelis ilmu yang
disebut Baitul Hikmah. Sementara itu juga wilayah kekuasaanya juga terbentang
dari pesisir samudra Atlantik sampai dengan tembok besar Cina.
Selama 5 abad berkuasa, dinasti
Abbasiyah runtuh karena serbuan tentara Tartar yang dipimpin oleh Hulaghu Khan
pada tahun 1258 M.
Untuk mengakhiri pembahasan tentang
pemerintahan Dinasti Abbasyiah ini, dikemukakan ciri-ciri khususnya yang
membedakannya dari pemerintahan khulafa al-Rasyidin dan pemerintahan Dinasti Abbasiyah
ciri-ciri khususnya adalah:unsur pengikat bangsa adalah agama; jabatan khalifah
adalah jabatan yang tidak bisa dipisahkan dari negara;kepala negara eksekutif
dijabat oleh seotang wazir, Dinasti ini lebih menekankan kebikjaksanaannya pada
kosolidasi dan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi; Dinasti ini bersifat
universal karena muslim Arab dan non-Arab adalah sama; dan corak
pemerintahannya banyak dipengaruhi oleh kebudayaan persia.
3.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Pada masa dinasti Abbasiyah
perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat baik dalam ilmu-ilmu agama,
kesusastraan, filsafat, sejarah maupun eksakta, beberapa di antaranya adalah,
ilmu kedokteran ( Ibnu Sina, Abu Zakaria bin Maskaweh, Abu Bakar ar Razy), ilmu
falak/ astronomi (Raihan al Biruny, Abu Ma’syar al Falaky), farmasi dan kimia
(Ibnu Baithar), filsafat (Abu Ishak al Kindy, Ibnu Thufail, Ibnu sina), sejarah
(Ibnu Hisyam, al Waqidi), kesusastraan (Abu Nawas, al Mutanaby).
C.
Islam Di Andalusia (Spanyol) (Umayah
2)
1.
Masuknya Islam di Andalusia
Pada masa dinasti Umayah 1, tepatnya
masa pemerintahan khalifah al Walid, gubernur Afrika Utara di jabat oleh Musa
bin Nushair. Gubernur Musa setelah mendapat izin dari khalifah, memerintahkan
Thariq bin Ziyad memasuki Andalusia. Thariq dan pasukannya mendarat disebuah
gunung yang kemudian diberi nama Jabal Thariq (di selat Gibraltar utara
Maroko). Dalam perang Xeraz yang dahsyat, Thariq berhasil mengalahkaan panglima
Roderik pada tahun 92 H atau 771 M. Setelah itu, terus maju menguasai kota-kota
seperti Kordova, Malaga, dan Granada sampai ibukota Toledo yang sudah
ditinggalkan penduduknya kecuali orang-orang Yahudi dan Nasrani. Thariq
melarang pasukannya merusak gereja-gereja dan biara dan menjamin bahwa mereka
bebas menjalankan agamanya.
Dengan dukungan Musa bin Nushair,
penaklukan diteruskan ke kota Saragossa dan Barcelona sampai ke kaki gunung
Pyrenia, yang memisahkan Andalusia dengan kerajaan Franka (Perancis).
2.
Penyebaran Islam di Andalusia
Pada periode pertama, Andalusia
merupakan provinsi dari dinasti Umayah yang berpusat di Damaskus. Wali- wali
yang memerintah berhasil mengembangkan dan memperluas penyebaran Islam.
Khalifah yang terkenal pada masa ini
adalah Abdurrahman ad Dakhil, Hisyam bin Abdurrahman dan Abdurrahman II al Ausath
sangat berjasa dalam memajukan persatuaan rakyat, memperhatikan bidang
pendidikan dan pembangunan terutama al Ausath seorang Amir yang kuat dan
bijaksana, memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada penduduk Andalus
untuk memilih agama yang dianutnya. Banyak orang-orang Nasrani Spanyol yang
kemudian memeluk Islam.
Masa pemerintahan Abdurrahman III,
Andalusia mencapai kejayaan serta keemasan. Beliau diteruskan putranya, Hakam II menjadikan ibukota Kordova sebagai
pusat ilmu pengetahuan, sehingga banyak dikunjungi oleh para pelajar dari
penjuru Eropa.
3.
Akhir Perkembangan di Andalusia
Setelah penguasa-penguasa dinasti
Umayah 2 di Andalusia terpecah-pecah, Andalus diperintah oleh dinasti-dinasti
kecil, sehingga kekuatannya melemah. Dinasti terakhir yang memerintah adalah
bani Ahmar dengan ibukota Granada. Mereka membangun istana al Hambra yang
indah.
Kekuatan Kristen yang semakin kuat,
apalagi setelah raja Ferdinand dari Arangon menikah dengan ratu Isabella dari
Castilia. Gabungan dua kekuatan itu berhasil mengalahkan bani Ahmar. Granada
jatuh pada tahun 1492 M. Dengan demikian, berakhirlah kekuatan kaum
muslimin di Andalusia, setelah berkuasa
selaama 8 abad. Kemudian terjadi tragedi yang menimpa umat Islam. Raja Ferdinand
dan ratu Isabella berjanji akan melindungi kaum muslimin, baik jiwanya,
hartanya, maupun agamanya, membiarkan masjid-masjid dalam keadaan biasa. Tetapi
janjinya tidak ditepati. Mereka memaksa umat Islam, bangsa Arab, Barbar maupun
asli Spanyol untuk meninggalkan agamanya. Jika tidak bersedia, maka mereka akan
dibunuh dan dibakar dengan biadab. Mereka mendirikan pengadilan yang di beri
nama “pengadilan darah” yang memeriksa dan menghukum umat Islam dan Yahudi yang
tidak mau memeluk agama Nasrani diusir.
Pada saat ini, peninggalan-peninggalan
peradaban Islam yang tinggi ada yang masih berdiri, dan ada pula yang berubah
fungsi, seperti masjid raya Kordova yang berubah fungsi menjadi gereja.
D.
Kerajaan Turki Usmani
1.
Berdirinya Kerajaan Turki Usmani
Bangsa Turki Usmani berasal dari
keluarga Qabey dari kabilah Al Gaz Alturky di daerah Tukistan. Bangsa Turki
memeluk Islam antara abad 9 dan 10, mereka selalu di tekan oleh bangsa Mongol.
Oleh karena itu, kabilah ini mengembara ke Asia kecil dipimpin oleh Sulaiman
sampai ke Halb beliau meninggal, rombongan itu terpecah menjadi dua bagian,
rombongan pertama kembali dan rombongan kedua meneruskan perjalanan dipimpin
olah Orthogul anak Sulaiman.
Rombongan kedua ini sampai ke Asia
Kecil dan mengabdikan diri ke Sultan Alauddin II yang sedang berperang dengan
Byzantium. Atas jasaanya, beliau diberi
sebidang tanah yang berdekatan dengan Byzantium, dan dibiarkan merambah ke arah
musuh.
Setelah daerahnya bertambah luas,
maka Syukud dipilih menjadi ibukotanya. Pada tahun 1258 M. Orthogul mendapatkan
seorang anak yang diberi nama Usman. Ia di didik oleh ayahnya tentang
kemiliteran dan kenegaraan secara sempura. Pada tahun 1289 M Orthogul meninggal
dunia. Usman menggantikan ayahnya, karena keperkasaannya, ia sangat disayangi
oleh sultan Alauddin. Ia diperbolehkan mencetak uang sendiri.
Pada tahun 699 H atau 1299 M. Daulah
bani Saljuk dikuasai tentara Mongol dan sultan Alauddin meninggal dunia. Oleh
kaarena itu, Usman memproklamirkan “kesultanan Usmani”. Atas pernyataan itu,
pembesar bani Saljuk, para penentang Mongol datang membantunya, sehingga
seluruh wilayah Saljuk menjadi Daulah Usmani. Semenjak itu, kerajaan ini
dikenal dengan Daulah Turki Usmani pada tahun 699 H atau 1299 M.
Kerajaan Turki Usmani telah
menyampaikan dakwah Islamiyah ke Eropa dan Afrika. Hal itu masih dapat di lihat
dari peninggalan-peninggalannya sampai sekarang.
Turki Usmani menolak usaha Zionis
kaum Yahudi untuk menetap di Palestina yaitu pada masa sultan Hamid II
(1876-1909 M), walaupun dijanjikan bantuan dan hadiah kepada sultan sebesar lima
puluh juta Jemaih. Sultan Hamid juga mendirikan Pan Islamisme untuk mengimbangi
Kristen dan Zionis.
Pertengahan abad ke-19 pemerintahan
di Dunia Islam memasuki babak ke 3, yaitu disusunnya konstitui pertama di Tunis
dan konstitusi kedua di Turki atas usaha Khayr al-din (1810-1889) disusunlah
konstitusi bagi pemerintahan Tunis dan di umumkan pada bulan Januari 1886.
Sedangkan di Turki atas usaha Namik Kemal (1840-1885), pemimpin Gerakan Usmani
Muda, dan disetujui oleh Sultan Abdul Hamid disusun konstitusi bagi kerajaan
Usmani dan di umumkan pada tanggal 23 desember 1876. Dengan demikian sistem monarki absolut di ubah menjadi
sistem monarki konstitusional. Langkah Tunis dan Turki ini diikuti oleh
penguasa-penguasa Islam lainnya, sehingga pada pertengahan abad ke 20 boleh
dikatakan hampir seluruh pemerintahan di Dunia Islam sudah mempunyai konstitusi
dengan sistem dan bentuk pemerintahan yang berbeda.
E.
Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah
nama tarekat di kota Ardabil Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Safawiyah
sesuai dengan nama pendirinya Safiad Din (1252-1334 M). Ia adalah keturunan
Musa al Kidzim, imam Syiah keenam. Tarekat ini beralih dari gerakan keagamaan
menjadi gerakan politik yang berpengaruh
di Persia, Syria, dan Anatolia. Dan ia menempatkan wakil-wakilnya di daerah
dengan nama khalifah.
Gerakan tersebut menjadi sebuah
pemerintahan yang di pimpin oleh Juned tahun 1447- 1460 M. Perluasan negaranya
dengan menambah kegiatan politik dengan menagatasnamakan kegiatan keagamaan
yang beraliran Syiah.
F.
Kerajaan Mughol
Kerajaan Mughol berdiri 25 tahun
setelah kerajaan Safawi berdiri. Kerajaan Mughol bukanlah satu-satunya kerajaan
Islam di India. Dakwah Islam sampai ke India ialah pada masa khalifah al Walid
dari bani Umayah di bawah panglimanya yang bernama Muhammad ibnu Qasim. Dinasti
Gazwani di bawah sultan Mahmud mengembangkan sayapnya ke India tahun 1020 M,
dan hampir seluruhnya dikuasai dan di Islamkan. Setelah Gazwani hancur dan
muncullah kerajaan-kerajaan Islam seperti Khalji, Tuglug dan sebagainya.
Kerajaan Mughol dengan ibukotanya
Delhi dan raja pertamanya Zahiruddin Babur (1482-1530 M) cucu dari Timur Lenk
dari ayah bernama Umar Mirza yang menguasai daerah Fargana. Ia sejak kecil
ingin menguasai Samarkand, kota penting di Asia Tengah pada masa itu.
Zahiruddin dapat menguasai Samarkand dengan bantuan sultan Salim I dari
kerajaan Saafawi tahun 1494 M dan pada tahun 1504 M, Kabul ibukota afganistan
dapat di kuasai.
Pada masa Akbar, banyak
pemberontakkan yang ingin menguasai Delhi akan tetapi dapat di atasi. Sultan
Akbar terus melebarkan sayapnya. Ia berhasil menguasai Cundar, Ghow, Citor,
Kalinjar, Surat, Bihar, Kasmir, Orisa, Dekan, Narhala, Ahmadnagar, Bengali dan
Asirgah. Namun, daerah yang luas itu dipimpinnya secara diktator dan semua
pejabat dilatih secara kemiliteran. Sultan Akbar menjadikan kesultanan India
Makmur dan terkenal pada masa itu serta di segani oleh negara-negara lain.
Semua kemajuan-kemajuan pada
kerajaan Mughol sangat dikenal pada dunia Islam terutama sastra dan seni bangunan
yang sampai saat ini masih indah dan utuh.
BAB III
PENUTUP
- Simpulan dan Saran
Perjuangan
penyebaran Islam oleh nabi Muhammad SAW
dari jaman Jahiliyah hingga akhir hayatnya tidaklah mudah, tantangan-tantangan yang ada membuat nabi
Muhammad SAW jatuh bangun bahkan dalam hijrahnya ke beberapa daerah tidak
menghasilkan hasil yang memuaskan atau hanya caci-maki bahkan cidera fisik.
Namun, tantangan-tantangan itu tidak membuat nabi putus asa tetapi justru lebih
terpacu untuk menyebarkan agama Islam. Dengan kebijaksanaan, kesabaran serta
sahabat-sahabat yang mendukung beliau dan tentu saja pertolongan dari Allah SWT
akhirnya Islam dapat tersebar keseluruh penjuru Jazirah Arab. Setelah beliau
wafat perjuangan dan kepemimpinan beliau diteruskan oleh sahabat-sahabat
beliau. Terjadi beberapa periode besar kepemimpinan umat Islam setelah nabi
wafat. Yaitu, masa Khulafaur Rasyidin yang penuh demokrasi. Kemudian diteruskan
oleh dua imperium besar yaitu daulah bani Umayah yang di dirikan oleh Muawiyah
bin Abu Sufyan dan berkuasa selama 90 tahun hingga Andalusia pun jatuh ke
tangan Islam. Namun pemberontakan dan masalah internal membuat dinasti ini
runtuh. Dinasti kedua yang berkuasa bahkan merupakan masa kejayaan dan keemasan
Islam di bidang pemerintahan, militer, kesusastraan dan ilmu pengetahuan adalah
dinasti bani Abassiyah yang berdiri setelah menggulingkan dinasti Umayah dan
mengukir prestasi yang luar biasa bagi dunia Islam.
Di Andalusia juga
berdiri dinasti Umayah yang didirikan oleh Abdurrahman ad Dakhil yang lolos
dari kejaran pasukan Abassiyah. Namun, akhirnya kekuasaan di Andalusia runtuh
akibat semakin melemahnya kekuatan Islam. Kemudian berdirilah dinasti-dinasti
kecil, yang terakhir adalah Turki Usmani yang berhasil berdakwah hingga Eropa. Turki
Usmani (Ottoman) baru berakhir saat dimulainya perang dunia pertama.
Dari kisah-kisah
ini, kita seharusnya dapat mengambil nilai positif dan semakin terpacu untuk
selalu berpegang teguh kepada ajaran Islam yang tentu saja dalam sejarahnya
pernah menguasai separuh dunia. Kita tidak hanya mengagumi kemajuan-kemajuan
itu tetapi juga harus berusaha untuk bagaimana supaya kita dapat meraihnya
kembali di era global ini yang semakin memojokkan Islam tentu saja bukan dengan
cara yang arogan dan menggunakan kekerasan tetapi menunjukkan pada dunia bahwa
umat Islam telah bangkit dengan lebih mengedepankan ilmu-ilmu pengetahuan. Dan
semua itu demi kemaslahatan umat Islam yang telah lama terpuruk.
Daftar Pustaka
Darsono, Ibrahim T. 2005. Tonggak
Sejarah Kebudayaan Islam. Solo: PT Tiga Serangkai
Syalabi, Ahmad.1987. Sejarah Kebudayaan
Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna
Departemen Agama RI. 1995. Sejarah
Kebudayaan Islam. Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama Islam
Departemen Agama RI. 1996. Pendidikan
Agama Islam Untuk SLTP Kelas II. Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam Departemen Agama Islam
atau kawan-kawan bisa download disini
ADSENSE HERE!
Assalamu'alaikum, barokalloh fi kulli hal
ReplyDeletesemoga Allah memberikan HidayahNya kepada kita semua.
ReplyDelete