ADSENSE HERE!
FILSAFAT PRAGMATISME
Wacana filsafat yang
menjadi topik utama pada zaman modern, khususnya abad ke-17, adalah persoalan
epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang epistemologi adalah bagaimana
manusia memperoleh pengetahuan dan apakah sarana yang paling memadai untuk
mencapai pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksud dengan kebenaran itu
sendiri. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bercorak epistemologis ini,
maka dalam filsafat abad ke-17 munculah dua aliran filsafat yang memberikan
jawaban yang berbeda, bahkan saling bertentangan. Aliran filsafat tersebut
adalah rasionalisme dan empirisme. Empirisme itu sendiri pada abad ke-19 dan 20
berkembang lebih jauh menjadi beberapa aliran yang berbeda, yaitu Positivisme,
Materialisme, dan Pragmatisme. Oleh karena itu, dalam makalah ini, kami akan
menjelaskan sedikit tentang Filsafat Pragmatisme.
Pada abad ke-17
munculah dua aliran filsafat yang berbeda, bahkan saling bertentangan. Aliran
filsafat tersebut adalah rasionalisme dan empirisme. Empirisme itu sendiri pada
abad ke-19 dan 20 berkembang lebih jauh menjadi beberapa aliran yang berbeda,
yaitu Pragmatisme.
A. PENGERTIAN PRAGMATISME
Pragmatisme berasal
dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme
adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan
dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat
secara praktis.2 Aliran ini bersedia menerima segala sesutau, asal saja hanya
membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua
bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang
praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat
bagi hidup praktis”.
Kata pragmatisme sering
sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian
praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah
rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari
pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan
pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah
aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah,
apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam
perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan
asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran
pragmatisme yaitu :
Menolak segala intelektualisme.
Absolutisme.
Meremehkan logika formal.
B. LATAR BELAKANG KEMUNCULANNYA
Kendarti pragmatisme
merupakan filsafat Amerika, metodenya bukanlah sesuatu yang sama sekali baru,
socrates sebenarnya ahli dalam hal ini, dan Aristoteles telah menggunakannya,
secara metodis John Locke (1632-1704), George Berkeley (1685-1753), dan Dayid
Hume (1711-1776) mempunyai sumbangan yang sangat berarti dalam pemikitan
pragmatis ini.
Dari segi historis,
abad ke-19 di tandai dengan skeptisme yang di tiupkan oleh teori evolusi
Darwin. Nilai relijius dan spiritual menjadi dipertanyakan. Filsafat
Unitarinia, suatu aliran pemikiran yang hanya menerima ke Esaan Tuhan yang
bergantung pada argumen-argumen tentang teologi kodrati dan oerwahyuan, lemah
dalam membela diri terhadap evolusi onisme. Karena kaum ilmuan menerima teori
evolusi Darwin, filosof-filosof Unitarian menjadi tenggelam. Terlebih lagi
karena keyakinan bahwa pemikiran mengenai proses seleksi dan evolusi alamiah
berakhir dengan atheisme dan bahwa manusia hanya bisa membenarkan eksistensinya
dengan agama, mereka tidak dapat mengintegrasikan hipotesis ke dalam keyakinan
mereka.
Pada
saat yang sama, suatu kelompok pemikir dari Harvard menemukan suatu jalan untuk
menghadapi krisis teologi ini tanpa mengorbankan agama yang essensial. Kelompok
ini melihat bahwa suatu interpretasi yang mekanistis tentang teori Darwin dapat
menghancurkan agama dan dapat mengarah ke aliran ateisme yang fatalistis.
Mereka khawatir bahwa inpretasi ini dapat berakhir dengan sikap yang pasif,
apatis, bunuh diri dan semacamnya. Karena itu mereka menganjurkan agar teori
evolusi Darwin dipahami secara lain. Dan karena filsafat Unitarian sendiri
hampir mati, kelompok ini yang dikenal dengan “Perkumpulan Metafisika”,
menyusun prinsip-prinsip pragmatisme baik secara bersama maupun secara
individual dalam menghadapi evolusi Darwin.
Istilah Pragmatisme
sebenarnya diambil oleh C. S Peirce dari Immanuel Kant. Kant sendiri memberi
nama “keyakinan hipotesa tertentu yang mencakup penggunaan suatu sarana yang
merupakan suatu kemungkinan real untuk mencapai tujuan tertentu”. Manusia
memiliki keyakinan-keyakinan yang berguna tetapi hanya bersifat kemungkinan
belaka, sebagaimana dimiliki oleh seorang dokter yang memberi resep untuk
menyembuhkan penyakit tertentu. Tetapi Kant baru melihat bahwa
keyakinan-keyakinan pragmatis akan dapat diterapkan misalnya dalam penggunaan
obat dan semacamnya. Ia belum menyadari bahwa keyakinan seperti itu cocok untuk
filsafat. Karen Peirce sangat tertarik untuk membuat filsafat dapat diuji
secara ilmiah atau eksperimen, ia mengambil alih istilah pragmatisme untuk merancang
suatu filsafat yang mau berpaling kepada konsekwensi praktis atau hasil
eksperimental sebagai ujian bagi arti dan validitas idenya. Filsafat
tradisional, meurut Peiece, sangat lemah dalam metode yang akan memberi arti
kepada ide-ide filosofis dalam rangka eksperimental serta metode yang akan
menyusun dan memperluas ide-ide dan kesimpulan-kesimpulan sampai mencakup
fakta-fakta baru. Metafisika dan logika tradisional hanya mengajukan
teori-teori yang tertutup dan murni tentang arti, kebenaran, dan alam semesta.
Pendeknya, filsafat tradisional tidak menambah sesuatu yang baru. Dengan
sistemnya yang tertutup tentang kebenaran yang absolut, filsafat tradisional
lebih menutup jalan untuk diadakannya penyelidikan dan bukan membawa kemajuan
bagi filsafat dan ilmu pengetahuan.
Dalam
rangka itulah Peirce mencoba merintis suatu pemikiran filosofis yang baru yang
agak lain dari pemikiran filosofis tradisional.
Pemikiran baru inilah yang diberi nama Pragmatisme. Pragmatis lalu dikenal pada
permulaannya sebagai usaha Piece untuk merintis suatu metode bagi pemikiran
filosofis sebagaimana yang dikehendaki diatas.
Pragmatisme merupakan
bagian sentral dari usaha filsafat tradisional menjadi ilmiah. Tetapi untuk
merevisi seluruh pemikiran filosofis tradisional bukan suatu hal yang mudah.
Untuk merubahnya diperluukan revisi logika dan metafisika yang merupakan dasar
filsafat. Dengan demikian, pragmatism muncul sebagai usaha refleksi analitis
dan filosofis mengenai kehidupan Amerika sendiri yang dibuat oleh orang Amerika
di amerika sebagai suatu bentuk pengalaman mendasar, dan meninggalkan jejaknya
pada setiap kehidupan Amerika. Oleh karena itu, ada satu alasan yang kuat untuk
meyakini bahwa pragmatisme mewakili suatu pandangan asli Amerika tentang hidup
dan dunia. Atau barangkali lebih tepat kalu dikatakan bahwa pragmatism
mengkristalisasikan keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap yang telah menentukan
perkembangan Amerika sebagaimana menggejala dalam berbagai asfek kehidupannya,
misalnya dalam penerapan tekhnologi, kebijakan-kebijakanpolitim pemerintah dan
sebagainya.
C. CIRI KHAS PRAGMATISME
Seperti yang kita lihat
dalam uraian sebelumnya, secara umum orang memakai istilah pragmatisme sebagai
ajaran yang mengatakan bahwa suatu teori itu benar sejauh sesuatu mampu
dihasilkan oleh teori tersebut. Misalnya sesuatu itu dikatakan berarti atau
benar bila berguna bagi masyarakat. Sutrisno lebih lanjut menyatakan bahwa
pragmatisme lebih merupakan suatu teori mengenai arti daripada teori tentang
kebenaran.
Menurut Peirce
kebenaran itu ada bermacam-macam. Ia sendiri membedakan kenajemukan kebenaran
itu sebagai berikut :
Pertama, trancendental truth yang diartikan sebagai letak kebenaran suatu hal
itu bermukim pada kedudukan benda itu sebagai benda itu sendiri. Singkatnya
letak kebenaran suatu hal adalah pada “things as things”.
Kedua, complex truth yang berarti kebanaran dari pernyataan-pernyataan.
Kebenaran kompleks ini dibagi dalam dua hal, yaitu kebenaran etis disatu pihak
dan kebanaran logis dipihak lain.
Kebenaran etis adalah
seluruh pernaytaan dengan siapa yang diimami oleh si pembicara, sedangkan
kebenaran logis adalah selarasnya suatu pernyataan dengan realitas yang
didefinisikan.
Patokan kebenaran
proporsi atau pernyataan itu dilandaskan pada pengalaman. Artinya : suatu
proporsi itu benar apabila pengalaman ,e,buktikan kebenarannya. Begitu pula
sebaliknya. Menurut Peirc, ada beberapa proporsi yang tidak dapat dikatakan
salah, yaitu proporsi dari matematika murni.
Disini, kriteria
kebenaran matematika murni letknya dalm hal “ketidak mungkinannya lagi” untuk
menemukan kasus yang lemah. Dalam matematika murni, semua kasus dan proporsi
serba kuat . proporsinya sama sekali juga tidak mengatakan sesuatu tentang
hal-hal yang faktual ada atau fakta aktual karena matematika murni tidak pernah
menghiraukan apakah ada real atau fakta yang cocok dengan pernyataan itu
atau tidak. Karena itulah Peirnc mengatakan bahwa proporsi matematika murni
tidak dapat diklasifikasikan secara pasti kebenarannya. Masalah penentuan hal
“benar” memang bisa dilihat dari bermacam-macam segi yaitu disatu pihak bisa
diartikan sebagai “the universe of all truth”, dipihak lain, dari sudut
epistemologi, kebenaran di definisikan sebagai kesesuaian antara pernyataan
dengan penyelidikan empiris.
Karena itu, teori
pragmatisme Peirce lebih menekankan teori tetntang arti daripada teori tentang
kebenara. Pandangan Peirce tentang kebenaran dalam uraian diatas, lebih
merupakan pandangan seorang idealis daripada pandangan seorang pragmatis
Menurut Peirce,
pragmatis adalah suatu metode untuk membuat sesuatu ide manjadi jelas atau
terang menjadi berarti. Kelihatan sekali teori arti Peirce pada
pragmatisismennya, baginya pragmatisme adalah metode untuk menditerminasimakna
dari ide-ide. Ide itulah yan hendak diditerminasikan atau artinya melalui
pragmatime.
Ketiga, yaitu ide tentang kaitan salah satu bentuk pasti dari obyek yang
diamati oleh penilik, ciri khas pragmatisme merupakan ,etode untuk ,e,astikam
arti ide-ide di atas.
D. TOKOH-TOKOH FILSAFAT PRAGMATISME
Berbicara
tentang suatu aliran, tentunya tidak akan terle[as dari siapa pencetusnya.
Menurut Copleton, ada dua nama, yaitu William James dan John
Dewey.
a.
William James (1842-1910 M)
William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr.
ayahnya adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif.
Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang
tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta
mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya,
kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif
untyuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan
.Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee
Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan
Pragmatism (1907). Di dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James
mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang
bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang
mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap
benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa
yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena
itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya,
dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus
yang setiap kali dapat diubah oleh poengalaman berikutnya.
Nilai pengalaman dalam
pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung
keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan
itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta
kemungkinan-kemungkinan hidup.
Di dalam bukunya, The
Varietes of Religious Experience atau keanekaragaman pengalaman keagamaan,
James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan
perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam kesadaran
dengan cara yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita
menjumpai suatu relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah
kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak.
Bagi orang perorangan, kepercayaan terhadap suatu realitas cosmis yang lebih
tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan itu
memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan
damain keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.
James membawakan
pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekkannya dalam
pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata lain,
orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah
William James dan John Dewey. Apa yang paling merusak dari filsafat mereka itu?
Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hukum moral umum, tidak
ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme,
individualisme, dan dua ini saja sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan,
mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.
b.
John Dewey (1859-1952 M)
Sekalipun Dewey bekerja
terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan
persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis.
Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta
lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk
memenuhi kebutuhan manusiawi.
Sebagai pengikut
pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan
pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam
pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya
Dewey lebih suka menyebut
sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci
dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada
pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan
dapat menyusun system norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme ialah
suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep,
pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang
bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu
dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala
penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai
konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita ini
hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami
dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan
instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan
kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat
hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa
dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh
William James.
ADSENSE HERE!
No comments:
Post a Comment