ADSENSE HERE!
MENINGKATKAN DANA PENDIDIKAN

Mata
Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu : Drs. Machfudin, M. Pd. I.
oleh :
Rizka Anggia Ningtias
(1123305010)
No urut: 10
TARBIYAH/ 3 PGMI A
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Salah
satu faktoryang sangat signifikan dalam usaha pembaruan dan pemberdayaan
pendidikan di Indonesia adalah masalah rendahnya dana pendidikan. Rendahnya
dana pendidikan di Indonesia, jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang
lain di dunia, khususnya di ASEAN adalah wujud nyata dari belum disadarinya
tentang arti penting pendidikan bagi keberlangsungan dan masa depan bangsa.
Dalam
kaitannya dengan otonomipendidikan, setidaknya telah menimbulkan kecemasan bagi
daerah-daerah, utamanya bagi daerah yang memiliki DAU (Dana Alokasi Umum) dan
PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang kecil. Kecemasan ini ditambah lagi apabila
timbul kecenderungan akan “lepas tangan” nya pemerintah pusat terhadap
keberlangsungan pendidikan di daerah. Sementara pemerintah daerah pada saat ini
masih disibukan dengan pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu yang
relatif singkat berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah.
Peningkatan
dana pendidikan, seharusnya merupakan tanggung jawab utama bagi negara. Untuk
itu, maka perlu dicarikan jalan keluarnya.namun sayang pada saat inidana untuk
pendidikan seolah-olah tidak pernah dipikirkan. Pendidikan pada saat ini hanya
dianggap sebagai beban yang dijadikan suatu prioritas karena memang dianggap
sebagai kebutuhan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Meluruskan Definisi
Anggaran Pendidikan
Berbagai tuntutan
peningkatan anggaran pendidikan akibat dari tidak adanya komitmen yang kuat terhadap
dunia pendidikan mengakibatkan anggaran pendidikan di Indonesia sangat
memprihatinkan. Keprihatinan ini, tercuat dalam lokakarya mengenai Education
Decentralization Policy Review yang diselenggarakan oleh Canadian
International Development Agency (CIDA) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas), serta Development Planning Assistence Project.
Lokakarya tersebut
memunculkan realita bahwa belum ada kesepakatan soal definisi anggaran
pendidikan yang berakibat pada ketidaksepahaman antara pemerintah, anggota DPR,
dan masyarakat, termassuk di dalamnya pengamat dan ahli pendidikan. Menurut
Fasli Djalal, staf ahli Mendiknas bahwa paling tidak ada 3 pengertian tentang
anggaran pendidikan. Pertama, anggaran untuk sektor pendidikan. Yaitu
bukan hanya anggaran pendidikan untuk masyarakat umum, tetapi juga anggaran
pendidikan untuk militer, anggaran pendidikan Pegawai Negeri Sipil (PNS),
anggaran pendidikan di Departemen Kesehatan,
dan sebagainya. Kedua, anggaran Depdiknas berupa anggaran rutin
dan anggaran pembangunan. Ketiga, anggaran pendidikan nasional, yakni
semua anggaran pendidikan di semua departemen, termasuk anggaran rutin untuk gaji
PNS dan biaya rutin operrasional lembaga.
Ketidaksepahaman masalah
definisi inilah menjadi salah satu sebab dalam realita bahwa besar kecilnya
anggaran pendidikan yang dikemukakan selalu berbeda-beda meskipun anggaran
sebenarnya tetap sama. Terlepas dari perbedaan pendapat tentang definisi
anggaran pendidikan, yang terpenting adalah bahwa sesungguhnya yang dibutuhkan
oleh bangsa ini adalah anggaran pendidikan untuk membiayai pendidikan bagi
masyarakat umum dan semua hal yang menunjang pendidikan di dalam kelas. Selama
definisi aggaran ini belum disepakati, maka antara para elite yang menganggap
anggaran pendidikan lebih dari cukup sedang disisi lain menganggap anggaran
pendidikan masih terlalu kecil.
Dalam rangka pembaruan dan
pemberdayaan pendidikan di tanah air, maka harus terlebih dahulu diseragamkan
tentang anggaran pendidikan, sehingga pemerintah, lembaga birokrasi pemerintah,
anggota DPR dan masyarakat dapat bersepakat untuk memperjuangkan peningkatan
anggaran pendidikan nasional. Apabila kesepakatan mengenai anggaran pendidikan
ini dapat dicapai, maka tindakan selanjutnya dalam rangka desentralisasi
pendidikan adalah apa yang dikatakan oleh seorang pengamat pendidikan Arief
Rahman bahwa penyusunan pendidikan dimasa depan harus menyesuaikan dengan
seberapa besar kebutuhan ideal yang diperlukan oleh sektor pendidikan dengan
cara menghitung per kepala. Dengan patokan itu, kemudian baru dipikirkan dari
mana dana itu dipenuhi, berapa yang disediakan oleh DAU (Dana Alokasi Umum),
APBD, dan sumber pendapatan lainnya.
B. Peningkatan Efisiensi dan
Realokasi Anggaran
Dalam RAPBN 2002, alokasi
dana yang akan diberikan pemerintah untuk bidang pendidikan adalah sebesar Rp
11,6 trilyun. Nilai riil total anggaran pendidikan tersebut harus diimbangi
dengan efisiensi, agar keterbatasan anggaran pendidikan yang dihadapi oleh
bangsa Indonesia pada saat ini dapat menghasilkan kegiatan yang lebih banyak
dan langsung bermanfaat.
Menurut Muhammadi,
anggaran pendidikan, selain dalam sektor pendidikan, juga dapat dilihat dalam
Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan kepada daerah. Ini berarti pemerintah
daerah tentu saja tidak bisa melepaskan tanggung jawab pendidikan yang ada di
daerahnya. Apalagi, dalam DAU juga terkandung alokasi pendidikan bagi daerah
tersebut. Untuk itu perlu adanya komitmen yang kuat dari pemerintah daerah. Komitmen
ini harus terwujud dalam alokasi anggaran pendidikan yang disediakan daerah.
Dalam rangka
desentralisasi sistem pendidikan nasional Indonesia, pola peningkatan anggaran
biaya pendidikan ini juga bisa dilakukan secara bertahap dengan realokasi
anggaran dari sektor-sektor lain. Anggaran juga harus dikelola secara terbuka, apalagi
pada proyek-proyek besar yang didanai dari luar negeri dan
dipertanggungjawabkan secara substansif, artinya tidak hanya secara administratif.
Langkah-langkah strategis yang harus ditempuh untuk memanajemeni anggaran,
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Perlu dibentuk tim ahli atau
profesional untuk menilai akuntabilitas dan kelayakan proyek-proyek pendidikan berskala
besar secara transparan.
2. Peran pemerintah pusat adalah
sebagai fasilitator. Artinya Depdiknas tidak lagi diorientasikan pada proyek.
3. Daerah harus didorong agar
mampu menciptakan dan membangun proyek sebaik-baiknya, sesuai dengan lingkungan
geografis, ekonomis, sosial dan demografis.
4. Dialihkannya pengelolaan
proyek pendidikan bantuan luar negeri dari pihak ketiga yang non-profesional kepada
lembaga profesional di perguruan tinggi.
5. Renegoisasi dengan Badan
Donor (donor agencies) dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
proyek.
C. Peningkatan Dana
Pendidikan Melalui Badan-badan Wakaf dan Sistem Subsidi Silang Pembiayaan Pendidikan
Salah satu solusi yang
sangat efektif untuk mengatasi masalah mahalnya pendidikan adalah meningkatkan
peran wakaf untuk pendidikan. Hal serupa pernah diungkapkan oleh KH Said Aqil
Siradj MA dengan mengambil contoh di negara Mesir dan Iran. Seperti di negara
Mesir, wakaf untuk pendidikan sangat dikenal oleh masyarakat setempat. Bahkan,
institusi pendidikan Al Azhar di Mesir
mampu menyediakan pendidikan gratis dari tingkat kanak-kanak hingga perguruan
tinggi, dan demikian pula di Iran, hampir semua institusi pendidikannya
ditopang oleh badan wakaf.
Selain meningkatkan peran
wakaf, satu solusi yang lain, khususnya dalam rangka mewujudkan pemerataan
pendidikan adalah melalui sistem subsidi silang. Kesalahan bidang manajemen
pembangunan di Indonesia telah mengakibatkan besarnya jurang antara kaya dan
miskin. Untuk mengatasi fakta ini, sudah
seharusnya pemerintah bersama masyarakat menggalakan gerakan wakaf untuk
pendidikan dengan cara memperkenalkannya secara luas dan digalakkan lagi
gerakan-gerakan sosial seperti Gerakan Nasional Orang Tua seperti yang pernah
sukses di tanah air untuk solusi mengenai sistem subsidi silang. Dalam rangka memberikan kesempatan bagi
masyarakat yang tidak mampu untuk mengenyam bangku sekolahan maka perlu
diberlakukan sistem subsidi silang pada sekolah-sekolah yang berkualitas,
dengan menggratiskan atau meringankan biaya pendidikan bagi anak-anak orang
miskin dalam hal pemberdayaan studinya disatu sisi dan meningkatkankan biaya
pendidikan satu kali lipat disisi lain bagi mereka anak-anak orang yang kaya,
sehingga diharapkan satu orang tua kaya dapat membiayai satu orang anak miskin
untuk ikut merasakan kenikmatan di sekolah.
BAB III
PENUTUP
Menurut Fasli Djalal, staf ahli
Mendiknas bahwa paling tidak ada 3 pengertian tentang anggaran pendidikan. Pertama,
anggaran untuk sektor pendidikan. Yaitu bukan hanya anggaran pendidikan untuk
masyarakat umum, tetapi juga anggaran pendidikan untuk militer, anggaran
pendidikan Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggaran pendidikan di Departemen
Kesehatan, dan sebagainya. Kedua,
anggaran Depdiknas berupa anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Ketiga,
anggaran pendidikan nasional, yakni semua anggaran pendidikan di semua
departemen, termasuk anggaran rutin untuk gaji PNS dan biaya rutin operrasional
lembaga.
Dalam rangka pembaruan dan pemberdayaan pendidikan
di tanah air, maka harus terlebih dahulu diseragamkan tentang anggaran
pendidikan, sehingga pemerintah, lembaga birokrasi pemerintah, anggota DPR dan
masyarakat dapat bersepakat untuk memperjuangkan peningkatan anggaran
pendidikan nasional.
Dalam RAPBN 2002, alokasi dana yang
akan diberikan pemerintah untuk bidang pendidikan adalah sebesar Rp 11,6
trilyun. Nilai riil total anggaran pendidikan tersebut harus diimbangi dengan
efisiensi, agar keterbatasan anggaran pendidikan yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia pada saat ini dapat menghasilkan kegiatan yang lebih banyak dan
langsung bermanfaat.
Dalam rangka desentralisasi sistem pendidikan
nasional Indonesia, pola peningkatan anggaran biaya pendidikan ini juga bisa
dilakukan secara bertahap dengan realokasi anggaran dari sektor-sektor lain.
Anggaran juga harus dikelola secara terbuka, apalagi pada proyek-proyek besar
yang didanai dari luar negeri dan dipertanggungjawabkan secara substansif,
artinya tidak hanya secara administratif.
Salah satu solusi yang sangat efektif
untuk mengatasi masalah mahalnya pendidikan adalah meningkatkan peran wakaf
untuk pendidikan. Selain meningkatkan peran wakaf, satu solusi yang lain,
khususnya dalam rangka mewujudkan pemerataan pendidikan adalah melalui sistem
subsidi silang.
DAFTAR PUSTAKA
Reza, Aulia Bastian, 2002, Reformasi
Pendidikan, Yogyakarta; Lappera Pustaka Utama.
ADSENSE HERE!

No comments:
Post a Comment