ADSENSE HERE!
RUMUSAN STRATEGI PEMBELAJARAN
oleh Rofik Andi Hidayat
PENDAHULUAN
Pengajaran di
ruang kelas merupakan salah satu usaha proses pendidikan kepada siswa.
Pengetahuan, konsep, dan keterampilan membaca, menulis, berhitung, dan sikap
yang tepat sebagai alat untuk belajar lebih lanjut yang harus dibangun pada
awal pendidikan siswa yang secara luas disebut Keterampilan Pendidikan
Dasar.
Menyampaikan
informasi yang terkandung pada pengetahuan ke dalam kegiatan pendidikan
sehari-hari bukanlah hal yang mudah. Guru harus menyiapkan pengalaman yang siap
pakai, mengerjakan tugas-tugas administrasi, mengadakan pendekatan kepada
siswa, dan sebagainya. Dalam proses pengajaran, guru harus memahami “how to”
bukan “what to.”
Agar tercapai
tujuan pembelajaran yang baik, maka guru harus betul-betul memahami konsep,
petunjuk, serta nilai-nilai yang perlu diperhatikan pada penyusunan perencanaan
pengajaran. Sehingga guru dapat menjadikan bentuk pengalaman belajar yang
diberikan bermakna bagi siswa.[1]
RUMUSAN STRATEGI PEMBELAJARAN
PEMBAHASAN
A.
Fakta Pengajaran
Secara
harfiah kata fakta berarti sesuatu yang telah diketahui atau telah benar-benar
terjadi. Bisa juga diartikan bahwa fakta adalah sesuatu yang dipercaya atau apa
yang benar merupakan kenyataan, realitas yang real, benar, dan juga merupakan
kenyataan yang nyata.
Menurut Reigeluth, (1987:98) yang dimaksud fakta
kaitannya dengan pengajaran asosiasi antara objek, peristiwa atau symbol yang
ada atau mungkin ada dalam lingkungan nyata atau imajinasi. Fakta dalam hal ini
dimaksudkan dapat berupa nama-nama objek, nama tempat, nama orang, lambang,
peristiwa sejarah, nama bagian suatu benda, dan lain-lain.[2]
Perlu disadari bahwa fakta bukan
tujuan akhir dari sebuah pengajaran. Pengetahuan yang hanya bertumpu kepada
fakta akan sangat terbatas sebab:
1. Kemampuan kita untuk mengingat
sangat terbatas.
2. Fakta itu bisa berubah pada suatu
waktu, misalnya tentang perubahan iklim suatu kota, perubahan bentuk
pemerintahan, dan sebagainya.
B. Konsep Perencanaan
Pengajaran
Konsep
adalah suatu istilah, pengungkapan abstrak yang digunakan untuk tujuan
mengklasifikasikan atau mengkategorikan suatu kelompok dari suatu benda,
gagasan atau peristiwa. Misalnya, jika kita menyebutkan kata “keluarga” maka yang
termasuk ke dalam konsep keluarga itu termasuk bapak, ibu, anak-anak, saudara,
dan sebagainya.
Untuk lebih
menjelaskan pengertian tentang konsep, berikut ini dikemukakan beberapa
sifatnya:
1. Konsep itu bersifat abstrak. Ia
merupakan gambaran mental tentang benda, peristiwa, atau kegiatan. Misalnya,
kita mendengat kata “kelompok”, kita bisa membayangkan apa kelompok itu.
2. Konsep itu merupakan “kumpulan” dari
benda-benda yang memiliki karakteristik atau kualitas secara umum.
3. Konsep itu bersifat personal,
pemahaman orang tentang konsep “kelompok” misalnya mungkin berbeda dengan
pemahaman orang lain.
4. Konsep dipelajari melalui pengalaman
dengan belajar.
5. Konsep bukan persoalan arti kata,
seperti di dalam kamus. Kamus memiliki makna lain yang lebih luas.[4]
Kaitannya
dengan pengajaran, konsep dalam hal ini dapat diartikan sebagai sekelompok
objek atau peristiwa atau simbol yang memiliki karakteristik umum yang sama dan
diidentifikasi dengan nama yang sama, misalnya konsep tentang manusia, hari
akhir, surga dan neraka. Konsep
di sini dapat berupa pengertian, definisi, dan hakikat inti dari isi.[5]
Berbicara mengenai perencanaan, William H. Newman
dalam bukunya Administrative Action Techniques of Organization and
Management mengemukakan bahwa ”Perencanaan adalah menentukan apa yang akan dilakukan.
Perencanaan mengandung rangkaian-rangkaian putusan yang luas dan penjelasan-penjelasan
dari tujuan, penentuan kebijakan, penentuan program, penentuan metode-metode
dan prosedur tertentu dan penentuan
kegiatan berdasarkan jadwal sehari-hari.”
Nana Sudjana (2000:61) mengemukakan bahwa perencanaan
adalah proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang
akan dilakukan pada waktu yang akan
datang. Hal senada juga dikemukakan oleh Hadari Nawawi (1983:16) bahwa
perencanaan berarti menyusun langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau
pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah dan mencapai tujuan tertentu.
Sejalan dengan pendapat di atas, Kaufman (1972) memandang
bahwa perencanaan itu adalah suatu proses untuk menetapkan “ke mana harus
pergi” dan bagaimana agar sampai ke “tempat” itu dengan cara yang paling
efektif dan efisien. Menurut Terry (1993) bahwa perencanaan itu pada dasarnya
adalah penetapan pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.[6]
Sedangkan pengajaran dapat diartikan sebagai suatu
proses yang dilakukan oleh guru dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan
peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar. Dengan kata lain, pengajaran
adalah suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman bagi peserta didik. (Jones
at. Al dalam Mulyani Sumantri, 1988:95)[7]
Dalam konteks pengajaran, perencanaan dapat diartikan
sebagai proses penyusunan materi pelajaran, pengguaan media pengajaran,
pengunaan pendekatan dan metode pengajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi
waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
Berdasarkan
uraian di atas, konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang, yaitu:
1. Perencanaan
pengajaran sebagai teknologi, adalah suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang
dapat mengembangkan tingkah laku terhadap solusi dan problem-problem
pengajaran.
2. Perencanaan
pengajaran sebagai suatu sistem, adalah sebuah susunan dari sumber-sumber dan
prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran.
3. Perencanaan
pengajaran sebagai sebuah disiplin, adalah cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil
penelitian dan teori tentang strategi pengajaran dan implementasinya terhadap
strategi tersebut.
4. Perencanaan
pengajaran sebagai sains (science), adalah
mengkreasi secara detail terhadap materi pelajaran dengan segala tingkatan
kompleksitasnya.
5. Perencanaan
pengajaran sebagai suatu proses, adalah pengembangan pengajaran secara sistemik yang
digunakan secara khusus atas dasar teori-teori pembelajaran dan pengajaran
untuk menjamin kualitas pembelajaran.
6. Perencanaan
pengajaran sebagai realitas, adalah pengajaran dikembangkan dengan menghubungkan pengajaran dari
waktu ke waktu dan mengecek secara cermat bahwa semua kegiatan telah sesuai
dengan tuntutan sains dan dilaksanakan secara sistematik.[8]
C.
Prinsip Persiapan Pengajaran
Pengertian prinsip kaitannya dengan pengajaran
merupakan hubungan sebab akibat antara konsep, misalnya hubungan
diperintahkannya shalat dengan pencegahan perbuatan keji dan mungkar. Prinsip
dalam hal ini dapat berupa dalil, rumus, postulat, adagium, dan paradigma.[9]
Dalam hal membuat perencanaan yang baik dan dapat
menyelenggarakan proses pembelajaran yang ideal, setiap guru harus mengetahui
unsur-unsur perencanaan pembelajaran yang baik, antara lain: mengidentifikasi
kebutuhan siswa, tujuan yang hendak dicapai, berbagai strategi dan skenario
yang relevan digunakan untuk mencapai tujuan, dan kriteria evaluasi (Hunt,
1999:24). Bersamaan dengan itu peran guru dalam mengembangkan strategi amat
penting, karena aktivitas belajar siswa sangat dipengaruhi oleh sikap dan
perilaku guru di dalam kelas. Lebih lanjut, peran guru dalam hal ini bukan
hanya sebagai transformator, tetapi harus berperan sebagai motivator yang dapat
membangkitkan gairah belajar, serta mendorong siswa untuk belajar menggunakan
berbagai variasi media, sumber belajar yang sesuai serta menunjang pembentukan
kompetensi.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, E. Mulyasa
(2004:80) mengemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam
mengembangkan persiapan mengajar, yaitu:
1.
Rumusan standar kompetensi dalam persiapan mengajar
harus jelas. Semakin konkrit standar kompetensi, semakin mudah diamati dan
semakin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi
tersebut.
2.
Persiapan mengajar harus sederhana dan fleksibel serta
dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta
didik.
3.
Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam
persiapan mengajar harus menunjang dan sesuai dengan standar kompetensi yang
telah ditetapkan.
4.
Persiapan mengajar yang dikembangkan harus utuh dan
menyeluruh, serta jelas pencapainnya.
5.
Harus ada kordinasi antara komponen pelaksana program
sekolah, terutama apabila pembelajaran dilaksanakan secara tim (team
teaching) atau moving class.[10]
D.
Prosedur Pengajaran
Prosedur adalah urutan langkah untuk mencapai suatu
tujuan, memecahkan masalah tertentu, atau membuat sesuatu. Prosedur dalam yang
dimaksudkan dalam hal ini dapat berupa
langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut, misalnya wudlu, shalat, haji,
langkah-langkah menelepon, cara-cara pembuatan bel listrik, dan sebagainya.[11]
Adapun langkah-langkah yang harus kita lakukan dalam
merumuskan perencanaan pengajaran yang baik antara lain sebagai berikut.
1.
Merumuskan Tujuan Pembelajaran.
Rumusan tujuan pembelajaran harus mencangkup 3 aspek
penting yang diistilahkan oleh Bloom (1956) merupakan domain kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
a.
Domain kognitif
Domain kognitif adalah tujuan pembelajaran yang
berkaitan dengan pengembangan aspek intelektual siswa, melalui penguasaan
pengetahuan dan informasi.
b.
Domain afektif
Domain afektif berhubungan dengan sikap dan apresiasi
seseorang terhadap suatu hal.
c.
Domain psikomotorik
Domain psikomotorik menggambarkan kemampuan atau
keterampilan (skil) seseorang yang dapat dilihat dari unjuk kerja atau performance.
Keterampilan ini dapat berupa keterampilan fisik dan keterampilan nonfisik.
Keterampilan fisik adalah keterampilan seseorang untuk mengerjakan sesuatu
dengan menggunakan otot; sedangkan keterampilan nofisik adalah keterampilan
seseorang dalam menggunakan otak sebagai alat utama dalam mengerjakan dan
memecahkan suatu masalah.
2.
Menganalisis Pengalaman Belajar
Belajar bukan hanya mencatat dan menghafal, akan
tetapi proses dari terbentuknya pengalaman. Oleh sebab itu, siswa harus
didorong secara aktif untuk melakukan aktivitas tertentu, misalnya melalui
wawancara, observasi, dan sebagainya. Proses pembelajaran juga dapat dilakukan
dengan simulasi atau dramatisasi. Hal ini sangat penting karena tujuan yang
diharapkan tidak hanya sekedar mengingat, akan tetapi dapat menghayati suatu
peran tertentu yang tidak lain agar mental dan emosi siswa dapat berkembang
dengan baik.
Dalam kasus lain kita juga bisa memfasilitasi siswa
untuk menceritakan suatu gambar atau foto. Melalui gambar atau foto kita dapat
melatih kemampuan siswa untuk mengembangkan kemampuan berimajinasi siswa. Atau
pada kesempatan lain kita dapat memfasilitasi siswa melalui belajar kelompok.
Aktivitas pembelajaran semacam ini sangat baik untuk memberikan pengalaman pada
siswa agar mampu bersosialisasi atau mampu berhubungan sosial dengan orang
lain.
3.
Penentuan Kegiatan Belajar Mengajar yang Baik
Menentukan kegiatan belajar yang sesuai pada dasarnya
kita dapat merancang melalui pendekatan kelompok maupun pendekatan individu.
Pendekatan kelompok adalah pembelajaran yag dirancang dengan menggunakan
pendekatan klasikal, yakni pembelajaran di mana setiap siswa belajar secara
kelompok; sedangkan pendekatan individual adalah pembelajaran di mana siswa
belajar secara mandiri, sehingga siswa dapat belajar menurut kecepatan dan
kemampuan masing-masing.
4.
Penentuan Bahan dan Alat
Penentuan dan penyeleksian bahan dan alat dalam
kaitannya dengan perencanaan pengajaran harus mempertimbangkan hal-hal yang
penting, di antaranya mengnai keberagaman kemampuan intelektual siswa, tujuan
pembelajaran yang harus dicapai siswa, dan penggunaan alternatif pengalaman
belajar.
5.
Fasilitas fisik
Fasilitas fisik merupakan faktor yang akan berpengaruh
terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Fasilitas fisik yang dimaksudkan
dalam hal ini meliputi ruangan kelas, pusat media, dan laboratorium.
6.
Perencanaan Evaluasi dan Pengembangan
Prosedur evaluasi merupakan faktor penting dalam
perencanaan pembelajaran. Evaluasi terhadap hasil belajar siswa akan memberikan
beberapa informasi penting, di antaranya:
a.
Kelemahan dalam perencanaan pembelajaran, yakni
mengenai isi pelajaran, prosedur pembelajaran dan bahan pengajaran yang
digunakan.
b.
Kekeliruan mendiagnosis siswa tentang kesiapan
mengikuti pembelajaran.
c.
Kelemahan-kelemahan instrumen yang digunakan untuk
mengukur kemampuan siswa mencapai tujuan pembelajaran.[12]
E.
Kecakapan Individu dalam Pengajaran
Pengembangan kecakapan (skill) didasarkan atas
pokok-pokok pikiran bahwa proses pembelajaran selain berupa penguasaan siswa
terhadap kompetensi, kemampuan dasar, dan materi pembelajaran tertentu, juga
berupa kecakapan lain yang secara implisit diperoleh melalui pengalaman
belajar. Sebagai contoh dalam mempelajari topik “Demokrasi” selain menguasai
konsep dan proses demokrasi, pada diri siswa juga dihasilkan sikap terhadap
nilai-nilai demokrasi dan menjadi warga negara yang aktif berpartisipasi dalam
kehidupan bermasyarakat.
Adapun jenis-jenis kecakapan (skill) yang perlu
dikembangkan melalui pengalaman belajar antara lain meliputi:
1.
Kecakapan diri (personal skill)
a.
Penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
b.
Motivasi berprestasi
c.
Komitmen
d.
Percaya diri
e.
Mandiri
2.
Kecakapan berpikir rasional (thinking skill)
a.
Berpikir kritis dan logis
b.
Berpikir sistematis
c.
Cakap menyusun rencana secara sistematis
d.
Cakap memecahkan masalah secara sistematis
3.
Kecakapan sosial (social skill)
a.
Kecakapan untuk bersosialisasi
b.
Kecakapan kepedulian
c.
Kecakapan mengadakan hubungan dengan orang lain.
4.
Kecakapan akademik (academic skill)
a.
Kecakapan merancang, melaksanakan, dan melaporkan
hasil penelitian ilmiah.
b.
Kecakapan membuat karya tulis ilmiah.
c.
Kecakapan mentransfer dan mengaplikasikan hasil-hasil
penelitian untuk memecahkan masalah, baik berupa proses maupun produk.
5.
Kecakapan vokasional (vocational skill)
a.
Kecakapan menemukan algoritma[13],
model, prosedur untuk mengerjakan tugas tertentu.
b.
Kecakapan melaksanakan prosedur.
c.
Kecakapan mencipta produk dengan menggunakan konsep,
prinsip, bahan, dan alat yang telah dipelajari.[14]
F.
Sikap Pengajaran
1.
Pengertiaan Sikap
Sikap merupakan kecenderungan pola tingkah laku
individu untuk berbuat sesuatu dengan cara tertentu terhadap orang, benda, atau
gagasan. Sikap dapat diartikan sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat
tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek
tersebut dengan cara tertentu (Calhoun, 1978:315). Menurut Berkowitz (Azwar,
1995:5), sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung (favorable)
atau tidak mendukung (unfavorable). Thurstone (Azwar, 1995:5) memformulasikan
sikap sebagai derajat afek positif dan afek negative terhadap suatu objek
psikologis.
Dari berbagai macam pengertian di atas dapat diambil
sebuah pengertian tentang sikap, yaitu sikap adalah penerimaan, tanggapan, dan
penilaian seseorang terhadap suatu objek, situasi, konsep, orang lain, maupun
dirinya sendiri akibat dari proses belajar yang menyebabkan perasaan senang
(positif) atau tidak senang (negatif).
2.
Sikap Siswa dalam Pengajaran
Sikap siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar
sangat besar pengaruhnya terhadap berhasil tidaknya proses pembelajaran
tersebut. Menurut Suke Silverius (Riyono, 2005:11), sikap siswa dalam proses
pembelajaran meliputi lima tingkat kemampuan, yaitu:
a. Kemampuan menerima
(receiving)
Tingkat ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan
siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
b.
Kemampuan menanggapi/menjawab (responding)
Pada tingkatan ini, siswa tidak hanya menghadiri suatu
objek atau fenomena tetapi juga bereaksi terhadapnya.
c.
Kemampuan menilai (valuing)
Tingkat ini berkenaan dengan nilai yang dikenakan
siswa terhadap suatu objek atau fenomena tertentu.
d.
Kemampuan mengorganisasi (organization)
Hasil belajar pada tingkat ini berkenaan dengan
organisasi suatu nilai (merencanakan suatu pekerjaan untuk memenuhi, mengatur,
menyusun, dan mempertahankan kebutuhannya).
e.
Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai
Hasil belajar pada tingkat ini penekanannya diletakkan
pada kenyataan bahwa tingkah laku itu menjadi ciri khas atau karakteristik
siswa.
Untuk pemahaman uraian di atas, kami sajikan contoh
penelitian terkait tingkatan siswa terhadap pembelajaran metematika yang dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1)
Pada tingkat pertama (menerima), sikap positif siswa
dapat dilihat dari kesiapan siswa mengikuti pembelajaran siswa mengikuti pembelajaran
matematika di kelas.
2)
Pada tingkat kedua (menanggapi), siswa yang bersikap
positif akan cenderung menyenangi pembelajaran di kelas.
3)
Pada tingkat ketiga (menilai), siswa yang bersikap
positif akan berusaha mempelajari materi matematika lebih dalam lagi, misalnya
belajar di rumah.
4)
Pada tingkat keempat (organisasi), siswa yang bersikap
positif akan berusaha menyelesaikan masalah/soal-soal matematika yang ada
secara maksimal walaupun soal-soal tersebut tergolong sangat sulit sekalipun.
5)
Pada tingkat kelima (karakteristik), siswa yang
bersikap positif akan berusaha menerapkan pengetahuannya dala memecahkan
masalah pada kehidupan sehari-hari atau dapat berpikir kritis dalam menghadapi
segala hal.[15]
3.
Strategi Mengajarkan Perubahan Sikap
Sikap terbentuk melalui hasil belajar dari interaksi
dan pengalaman seseorang, dan bukan merupakan faktor bawaan atau faktor intern
seseorang (Jalaluddin, 1996:187). Dengan demikian, sikap terbentuk oleh adanya
interaksi sosial yang dialami oleh individu. Azwar (1998:30-38) menyebutkan
bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang, antara
lain yaitu: pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting,
media massa, lembaga pendidikan, dan faktor emosi dalam diri individu.
Secara teknis, strategi pengembangan sikap dan
perilaku bermoral siswa dalam kegiatan pembelajaran setidaknya dapat ditempuh
melalui tiga alternatif strategi secara terpadu, yaitu:
a.
Mengintegrasikan konten kurikulum pembelajaran moral
yang telah dirumuskan ke dalam mata
pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama, kewarganegaraan, dan
bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah).
b.
Mengintegrasikan pembelajara moral ke dalam kegiatan
yang telah diprogramkan atau direncanakan.
c.
Membangun komunikasi dan kerjasama antara pihak
sekolah dengan orangtua peserta didik.[16]
RUMUSAN STRATEGI PEMBELAJARAN
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian
materi yang telah dipaparkan di atas, dapat kami simpulkan bahwa pada
hakikiatnya, sebelum kita mempersiapkan proses pembelajaran kita harus
mengetahui apa itu fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur-prosedur kaitannya
dengan pengajaran.
Menurut
Reigeluth, (1987:98) yang dimaksud fakta kaitannya dengan pengajaran asosiasi
antara objek, peristiwa atau symbol yang ada atau mungkin ada dalam lingkungan
nyata atau imajinasi. Fakta dalam hal ini dimaksudkan dapat berupa nama-nama
objek, nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian suatu
benda, dan lain-lain.
Kaitannya dengan pengajaran, konsep dalam
hal ini dapat diartikan sebagai sekelompok objek atau peristiwa atau simbol
yang memiliki karakteristik umum yang sama dan diidentifikasi dengan nama yang
sama, misalnya konsep tentang manusia, hari akhir, surga dan neraka. Konsep di sini dapat berupa pengertian, definisi, dan
hakikat inti dari isi.
Pengertian
prinsip kaitannya dengan pengajaran merupakan hubungan sebab akibat antara
konsep, misalnya hubungan diperintahkannya shalat dengan pencegahan perbuatan
keji dan mungkar. Prinsip dalam hal ini dapat berupa dalil, rumus, postulat,
adagium, dan paradigma.
Prosedur
adalah urutan langkah untuk mencapai suatu tujuan, memecahkan masalah tertentu,
atau membuat sesuatu. Prosedur dalam yang dimaksudkan dalam hal ini dapat berupa langkah-langkah mengerjakan
sesuatu secar a urut, misalnya wudlu, shalat, haji, langkah-langkah menelepon,
cara-cara pembuatan bel listrik, dan sebagainya.
Adapun
terkait dengan hal kecakapan individu dalam pengajaran ini berupa recall atau
aplikasi kecakapan yang harus dicapai siswa, yakni meliputi:
·
Kecakapan diri (personal skill)
·
Kecakapan berpikir rasional (thinking skill)
·
Kecakapan sosial (social skill)
·
Kecakapan akademik (academic skill)
·
Kecakapan vokasional (vocational skill)
Sedangkan
sikap yang harus dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran meliputi
lima tingkat kemampuan, yaitu meliputi kemampuan menerima (receiving), kemampuan
menanggapi/menjawab (responding), kemampuan menilai (valuing), kemampuan
mengorganisasi (organization), dan karakteristik dengan suatu nilai atau
kompleks nilai.
RUMUSAN STRATEGI PEMBELAJARAN
[1] Konsep ini dikemukakan oleh Abdul Majid dalam bukunya Perencanaan
Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, 2012, hlm. 251-252
[2] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran
Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012,
hlm. 46
[3]http://phierda.wordpress.com/2012/10/13/keterkaitan-antara-fakta-konsep-dan-generalisasi-dalam-pembelajaran-ips-sd-2/
diakses pada 4 Mei 2013 pukul 22.36 WIB
[4] http://jalius12.wordpress.com/2010/04/18/pengertian-fakta-prinsip-dan-konsep/ diakses pada 5 Mei 2013 pukul 01.52 WIB
[5] Abdul Majid, op.cit, hlm. 47
[6] Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran, edisi pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 24
[8] Ibid, hlm. 17-18
[13] Algoritma ialah resep atau seperangkat perintah yang
disajikan dalam “format pohon keluarga.” (Ivor K. Davies dalam bukunya Pengelolaan
Belajar, 1991, hlm. 197)
[15] http://acenale.wordpress.com/2012/13/14/sikap-siswa-dalam-belajar/
diakses pada 5 Mei 2013 pukul 02.45 WIB
[16] http://gwt/x?hl=en&u/pengemb%2520sikap%2520perilaku2520bermoral diakses pada 4 Mei 2013 pukul 23.52 WIB
ADSENSE HERE!
No comments:
Post a Comment