ADSENSE HERE!
DESENTRALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Disusun Dan Diajukan Guna Memenuhi
Tugas Makalah
Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Drs. Machfudin M.Pd.I
Oleh :
Apriati Rosita (1123305003)
Jurusan/Prodi: Tarbiyah/3PGMI A
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PURWOKERTO
PENDAHULUAN
Desentralisasi
sebagai penyerahan kekuasaan ke pemerintah daerah otonom dilakukan dalam
berbagai bidang atau urusan, kecuali dalam bidang politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama, yang
masih menjadi urusan pemerintah pusat.
Salah
satu urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah adalah penyelenggaraan
pendidikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan salah
satu bidang yang didesentralisasi, atau yang oleh pemerintah pusat dilimpahkan
wewenang penanganannya kepada pemerintah daerah.
Dalam
makalah ini akan disampaikan beberapa bahasan yang tercakup dalam lingkup
desentralisasi pendidikan di Indonesia, yaitu :
1.
Pengertian
Desentralisasi Pendidikan
2.
Tujuan dan
Manfaat Desentralisasi Pendidikan
3. Desentralisasi
Pendidikan di Indonesia
PEMBAHASAN
- Pengertian Desentralisasi Pendidikan
a.
Pengertian
Desentralisasi
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat
keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level
bawah dalam suatu struktur organisasi. Mengenai asas desentralisasi, ada banyak
definisi. Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin
“de”, artinya lepas dan “centrum”, yang berarti pusat, sehingga bisa diartikan
melepaskan dari pusat. Sementara, dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004, bab I,
pasal 1 disebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan
oleh Pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan RI.[1]
b.
Pengertian
Pendidikan
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas,
Pendidikan yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.[2]
c.
Desentralisasi
Pendidikan sendiri
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa pengertian desentralisasi pendidikan adalah suatu proses di mana suatu
lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan kewenangan untuk
melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidikan, termasuk pemanfaatan segala
fasilitas yang ada serta penyusunan kebijakan dan pembiayaan.
Tujuan dan Manfaat Desentralisasi Pendidikan
Secara konseptual, terdapat dua
jenis desentralisasi pendidikan, yaitu:
a.
Desentralisasi kewenangan
di sektor pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek
pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (propinsi dan distrik).
b.
Desentralisasi pendidikan
dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah.
c.
Konsep desentralisasi
pendidikan yang pertama terutama berkaitan dengan otonomi daerah dan
desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah, sedangkan
konsep desentralisasi pendidikan yang memfokuskan pada pemberian kewenangan
yang lebih besar pada tingkat sekolah dilakukan dengan motivasi untuk
meningkatkan kualitas pendidikan.
Adapun tujuan dan orientasi dari desentralisasi pendidikan sangat
bervariasi berdasarkan pengalaman desentralisasi pendidikan yang dilakukan di
beberapa negara Amerika Latin, di Amerika Serikat dan Eropa. Jika yang menjadi
tujuan adalah pemberian kewenangan di sektor pendidikan yang lebih besar kepada
pemerintah daerah, maka fokus desentralisasi pendidikan yang dilakukan adalah
pada pelimpahan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah lokal atau kepada
Dewan Sekolah. Implisit ke dalam strategi desentralisi pendidikan yang seperti
ini adalah target untuk mencapai efisiensi dalam penggunaan sumber daya (school
resources; dana pendidikan yang berasal yang pemerintah dan masyarakat).
Di lain
pihak, jika yang menjadi tujuan desentralisasi pendidikan adalah peningkatan
kualitas proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar
mengajar tersebut, maka desentralisasi pendidikan lebih difokuskan pada
reformasi proses belajar-mengajar. Partisipasi orang tua dalam proses belajar
mengajar dianggap merupakan salah satu faktor yang paling menentukan.
Desentralisasi pendidikan merupakan peluang bagi peningkatan mutu
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dengan kata lain, ia merupakan peluang
bagi peningkatan mutu pendidikan di setiap daerah. Hal ini karena perhatian
terhadap peningkatan mutu guru, peningkatan mutu manajemen kepala sekolah,
peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan menjadi
lebih baik jika dikelola oleh para pejabat pendidikan yang ada di daerah. Pada
akhirnya, tujuan desentralisasi pendidikan adalah pada pemerataan mutu
pendidikan yang meningkat ini.
Desentralisasi
pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan
sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya
untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk
profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik
secara regional maupun secara internasional.
Sistem pendidikan yang
selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap
sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan
keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal ini beralasan, karena sistem
birokrasi selalu menempatkan “kekuasaan” sebagai faktor yang paling menentukan
dalam proses pengambilan keputusan. Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung
oleh kekuasaan birokrasi sejak kekuasaan tingkat pusat hingga daerah bahkan
terkesan semakin buruk dalam era reformasi saat ini. Ironisnya, kepala sekolah
dan guru-guru sebagai pihak yang paling memahami realitas pendidikan berada
pada tempat yang “dikendalikan”. Merekalah seharusnya yang paling berperan
sebagai pengambil keputusan dalam mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang
menghadang upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam posisi
tidak berdaya dan tertekan oleh berbagai pembakuan dalam bentuk juklak dan
juknis yang “pasti” tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di masing-masing
sekolah.
Disamping itu pula,
kekuasaan birokrasi juga yang menjadi faktor sebab dari menurunnya semangat
partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dulu,
sekolah sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat, dan merekalah yang membangun dan
memelihara sekolah, mengadakan sarana pendidikan, serta iuran untuk mengadakan
biaya operasional sekolah. Jika sekolah telah mereka bangun, masyarakat hanya
meminta guru-guru kepada pemerintah untuk diangkat pada sekolah mereka itu.
Pada waktu itu, kita
sebenarnya telah mencapai pembangunan pendidikan yang berkelanjutan
(sustainable development), karena sekolah adalah sepenuhnya milik masyarakat
yang senantiasa bertanggungjawab dalam pemeliharan serta operasional pendidikan
sehari-hari. Pada waktu itu, Pemerintah berfungsi sebagai penyeimbang, melalui
pemberian subsidi bantuan bagi sekolah-sekolah pada masyarakat yang benar-benar
kurang mampu.[3]
Namun, keluarnya Inpres
SDN No. 10/1973 adalah titik awal dari keterpurukan sistem pendidikan, terutama
sistem persekolahan di tanah air. Pemerintah telah mengambil alih “kepemilikan”
sekolah yang sebelumnya milik masyarakat menjadi milik pemerintah dan dikelola
sepenuhnya secara birokratik bahkan sentralistik. Sejak itu, secara perlahan
“rasa memiliki” dari masyarakat terhadap sekolah menjadi pudar bahkan akhirnya
menghilang. Peran masyarakat yang sebelumnya “bertanggung jawab”, mulai berubah
menjadi hanya “berpartisipasi” terhadap pendidikan, selanjutnya, masyarakat
bahkan menjadi “asing” terhadap sekolah. Semua sumberdaya pendidikan ditanggung
oleh pemerintah, dan seolah tidak ada alasan bagi masyarakat untuk ikut serta
berpartisipasi apalagi bertanggungjawab terhadap penyelengaraan pendidikan di
sekolah.[4]
Berdasarkan pengalaman
empiris tersebut, maka kemandirian setiap satuan pendidikan sudah menjadi satu
keharusan dan merupakan salah satu sasaran dari kebijakan desentralisasi
pendidikan saat ini. Sekolah-sekolah sudah seharusnya menjadi lembaga yang
otonom dengan sendirinya, meskipun pergeseran menuju sekolah-sekolah yang
otonom adalah jalan panjang sehingga memerlukan berbagai kajian serta
perencanaan yang hati-hati dan mendalam. Jalan panjang ini tidak selalu mulus,
tetapi akan menempuh jalan terjal yang penuh dengan onak dan duri. Orang bisa
saja mengatakan bahwa paradigma baru untuk mewujudkan pengelolaan pendidikan
yang demokratis dan partisipatif, tidak dapat dilaksanakan di dalam suatu
lingkungan birokrasi yang tidak demokratis. Namun, pengembangan demokratisasi
pendidikan tidak harus menunggu birokrasinya menjadi demokratis dulu, tetapi
harus dilakukan secara simultan dengan konsep yang jelas dan transparans.
Selanjutnya
desentralisasi pendidikan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah maupun
sekolah untuk mengambil keputusan terbaik tentang penyelenggaraan pendidikan di
daerah atau sekolah yang bersangkutan berdasarkan potensi daerah dan
stakeholders sekolah. Olah karenanya, desentralisasi pendidikan disamping
diakui sebagai kebijakan politis yang berkaitan dengan pendidikan, juga
merupakan kebijakan yang berkait dengan banyak hal.
Ada dua macam otoritas
kewenangan dan tanggung jawab yang dibebankan pemerintah pusat ke pemerintah
daerah dalam konteks desentralisasi. Pertama, desentralisasi politis. Desentralisasi politis menyangkut segala kebijakan
yang dibutuhkan untuk melaksanakan wewenang tersebut, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan sampai evaluasinya. Kedua, desentralisasi administratif,
desentralisasi administratif menyangkut strategi pengelolaan kewenangan yang
bersifat implementatif untuk melaksanakan suatu fungsi pendidikan.[5]
Paqueo dan Lammaert
menunjukkan alasan-alasan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan yang sangat
cocok untuk kondisi Indonesia, yaitu:
a.
Kemampuan
daerah dalam membiaya pendidikan.
b.
Peningkatan
efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan dari masing-masing daerah.
c.
Redistribusi
kekuatan politik.
d.
Peningkatan
kualitas pendidikan.
Sesuai dengan tuntutan
reformasi dan demokratisasi di bidang pendidikan, pengelolaan pendidikan di
Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keinginan dan tujuan bangsa Indonesia
dalam penyelenggaran pendidikan itu sendiri. Sebagai contoh dalam pendidikan
dasar, propenas menyebutkan kegiatan pokok dalam upaya memperbaiki manajemen
pendidikan dasar di Indonesia adalah:
a.
Melaksanakan
desentralisasi bidang pendidikan secara bertahap, bijaksana dan profesional,
Termasuk peningkatan peranan stakeholders sekolah.
b.
Mengembangkan
pola penyelenggaraan pendidikan secara desentralisasi untuk meningkatkan
efesiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan dengan memperhatikan kondisi dan
kebutuhan masyarakat setempat;
c.
Meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, seperti diversifikasi
penggunaan sumber daya dan dana.
d.
Mengembangkan
sistem insentif yang mendorong terjadinya kompetensi yang sehat baik antara
lembaga dan personil sekolah untuk pencapaian tujuan pendidikan
e.
Memberdayakan
personil dan lembaga, antara lain melalui pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga
profesional.
f.
Meninjau
kembali semua produk hukum di bidang pendidikan yang tidak sesuai lagi dengan
arah dan tuntutan pembangunan pendidikan; dan
g.
Merintis
pembentukan badan akreditasi dan sertifikasi mengajar di daerah untuk
meningkatkan kualitas tenaga kependidikan secara independen.[7]
KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat dipahami
bahwa desentralisasi pendidikan pada hakekatnya berkorelasi positif terhadap
peningkatan mutu lulusan lembaga pendidikan dan efesiensi pengelolaan
pendidikan. Apabila sekolah dapat dikelola dengan optimal oleh personalia yang
profesional, pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak-pihak yang lebih dekat
dan tahu tentang kebutuhan dan potensi sekolah, maka mutu pendidikan akan
semakin menunjukan pada tingkat maksimal sesuai yang diharapkan.
Pengelolaan
pendidikan yang baik menghasilkan indonesia yang baru, Desentralisasi
pendidikan merupakan suatu keharusan jika kita ingin cepat mengejar
ketertinggalan dari bangsa lain. Melalui pendidikan yang demokratis akan
melahirkan masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab.
Masyarakat
yang demokratis akan mampu menciptakan masyarakat madani yaitu masyarakat yang
berbudaya tinggi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang mana sangat
menghargai hak-hak asasi manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiyanto. 2004. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta
I. Musa. 2001. Otonomi Penyelenggaraan Pendidikan Dasar
dan Menengah. Jurnal Pendidikan Volume 2 No. 2 September.
Komisi Nasional Pendidikan. 2001. Menuju
Pendidikan Bermutu dan merata, jakarta:Laporan Komisi Nasional Pendidikan.
Komite Reformasi Pendidikan. 2001. Naskah Akademik
Rancangan Undang-undang Nasional, Jakarta: Balitbang Depdiknas. .
Suryadi Ace. 2003. Mewujudkan
Sekolah-sekolah Yang Mandiri dan Otonom, Disampaikan pada
Sosialisasi Pemberdayaan Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah Juni 2003
V. Paqueo dan J. Lammert. 2000. Decentarlization in
Education, New York: Education Reform dan Management Thematic Goup.
Uu sisdiknas tahun 2003
Uu no 32 tahun 2004
[3] Ace
Suryadi, Mewujudkan Sekolah-sekolah Yang Mandiri dan Otonom,Disampaikan pada
Sosialisasi Pemberdayaan Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah Juni 2003
[4] V. Paqueo dan J. Lammert, Decentarlization in Education ( New
York: Education Reform dan Management Thematic Goup, 2000), h. 23
[5] Komisi
Nasional Pendidikan, Menuju pendidikan bermutu dan merata (Jakarta:Laporan
Komisi Nasional Pendidikan,2001), hal 38.
[6] Komite Reformasi Pendidikan, Naskah Akademik Rancangan
Undang-undang Nasional, (Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2001), h. 154
[7] I. Musa, Otonomi Penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jurnal Pendidikan Volume 2 No. 2 September 2001.
ADSENSE HERE!
Terima kasih makalahnya, semoga manfaat...
ReplyDelete