ADSENSE HERE!
Oleh Khothibul Iman
B. Pembahasan
1. Hukuman dan imbalan
sebagai metode pendidikan
Permasalahan
ini amat penting untuk diperhatikan, mengingat kondisi anak didik yang tidak
sama. Semestinya para orang tua dan pendidik memperhatikan betul metode yang
tepat bagi anak didiknya. Perbedaan tingkat intelegensi, persepsi, usia serta
tingkat emosi anak menuntut perlakuan yang berbeda pula. Manakala si anak
berbuat kesalahan, penyimpangan, ataupun gagal mengerjakan tugasnya, tidak
berarti saat itu juga si anak harus dihukum dengan hukuman berat. Tidak
selamanya hukuman itu baik bagi anak. Tidak berarti pula kita membiarkan anak
larut dalam kesalahan tanpa ada upaya pengarahan. Ada tipe anak yang sudah
sadar akan kesalahannya hanya dengan pandangan tajam dari orang tua ataupun
gurunya. Ada pula tipe anak yang mudah diarahkan dengan nasehat bijak. Dan ada
pula tipe anak yang memang tidak bisa diluruskan kecuali dengan hukuman.
Namun
pada asalnya, Rasulullah menganjurkan kepada setiap muslim untuk selalu
mengedepankan sikap lemah lembut, terlebih pada anak- anak.
Dalam satu haditsnya
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
إنَّ الرِفْقَ لاَ
يَكُوْنُ في شَيْءٍ إلاَّ زَانَهُ وَ مَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إلا شَانَهُ
“Sesungguhnya tidaklah kelemahlembutan ada pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah kelemahlembutan tercabut dari sesuatu kecuali akan menodainya.[1]
“Sesungguhnya tidaklah kelemahlembutan ada pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah kelemahlembutan tercabut dari sesuatu kecuali akan menodainya.[1]
Sikap
merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana bereaksi
terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan.[2]Pendidik yang bijak tentu
tidak bersandar kepada hukuman semata dalam upaya meluruskan kesalahan anak.
Akan tetapi hendaklah ia menempuh metode-metode sugestif semacam pemberian
hadiah ataupun nasehat yang mampu memotivasi anak dalam kebaikan. Karena pada asalnya,
anak-anak lebih menyukai imbalan/hadiah ketimbang hukuman. Hadiah ataupun
wejangan lebih memberikan pengaruh positif pada jiwa anak. Sehingga dia lebih
terdorong untuk melakukan kebajikan. Berbeda dengan hukuman yang biasanya
memberikan efek negatif pada perkembangan mental dan emosi anak, Apalagi jika
hukuman terlalu sering diberikan. Si anak bisa saja menjadi kebal hukuman serta
tidak takut untuk melakukan kesalahan ataupun penyimpangan.
Syaikh Jamil Zainu
memaparkan beberapa cara guna memotifasi anak, diantaranya adalah:
a.
Pujian Yang Indah
Serta Do’a Yang Baik
Misalnya dengan
mengucapkan kepada anak ahsanta (bagus kamu), baarakallahu fiik (semoga Allah
memberkahimu), waffaqakallahu (semoga Allah memberikan taufik kepadamu) ataupun
pujian serta doa lain. Seorang pendidik yang baik, tentunya tidak segan-segan
memuji anak didiknya sewaktu anak melakukan kebaikan dan berhasil menunaikan
tugas dan kewajibannya dengan baik. Adapun kepada anak yang malas ataupun jelek
akhlaknya, sang pendidik sebaiknya mendo’akannya dengan do’a yang baik,
misalnya ucapan ashlahakallahu wa hadaaka (semoga Allah memperbaikimu dan
menunjukimu). Ucapan-ucapan lembut seperti di atas akan mendorong semangat
anak, sekaligus memberikan kesan yang baik pada jiwanya, sehingga ia akan lebih
mencintai pendidiknya. Di sisi lain, teman-temannya juga akan termotivasi untuk
meniru perbuatan baiknya agar mendapatkan pujian serta do’a yang sama dari
gurunya.
b.
Imbalan Materi
Watak dasar seorang
anak adalah senang bila mendapat hadiah atau imbalan materi. Ini merupakan sisi
yang bisa dimanfaatkan pendidik untuk memotivasinya, sejalan dengan
kecenderungan manusiawinya yang suka apabila upaya dan jerih payahnya dihargai.
Imbalan materi tersebut tidaklah harus berupa barang mahal. Hadiah sederhana sudah
cukup membuat semangat anak tergugah untuk melakukan perbuatan baik sesuai
dengan harapan pendidiknya.
c.
Wasiat Kepada Keluarga
Murid.
Metode ini bisa
dilakukan oleh guru kepada orang tua anak didiknya, baik dengan bahasa lisan
ataupun tulisan. Hal ini akan mendorong keluarga anak untuk semakin
memperhatikannya dan memperlakukannya dengan baik. Bersamaan dengan itu, si
anak juga akan semakin terpacu untuk maju dan bertingkah laku baik.
d.
Pendekatan Persuasif
Sebagian orang tua
atau pendidik, mungkin pernah menjumpai anak yang sulit memahami pelajaran.
Pada kondisi demikian tidak selayaknya pendidik tergesa mengecap dan mengklaim
si anak sebagai anak bodoh ataupun malas. Metode yang tepat adalah dengan
melakukan pendekatan kepada si anak. Bertanya dengan lemah lembut tentang
permasalahannya, dengan harapan agar anak mau berbagi kepada sang guru, serta
berani mengungkapkan problematika yang dihadapinya. Dengan demikian sang guru
bisa memahami latar belakang serta sebab-sebab yang menghambat pemahaman anak terhadap
materi pelajaran, sekaligus membantu memberikan solusi agar anak kembali
bersemangat. Adalah satu hal yang sangat bijak jika sang pendidik memberikan
kesempatan pada setiap anak didiknya untuk memperbaiki diri dari
kesalahan-kesalahan yang mungkin belum sepenuhnya ia fahami. Betapa banyak anak
didik yang bersemangat hingga berhasil karena mendapat wejangan gurunya,
padahal sebelumnya mereka merasa pesimis karena berbagai faktor yang
membebaninya.[3]
Kebutuhan
akan penghargaan terlihat dari kecenderungan peserta didik untuk diakui dan
diperlakukan sebagai orang yang berharga diri. Mereka ingin memiliki sesuatu,
ingin dikenal dan ingin diakui. Mereka yang dihargai akan merasa bangga dengan
dirinya dan gembira, pandangan dan sikap mereka terhadap dirinya dan orang lain
akan positif. Sebaliknya, apabila peserta didik merasa diremehkan, kurang
diperhatikan, atau tidak kurang mendapat tanggapan yang positif atas sesuatu
yang dikerjakannya, maka sikapnya terhadap dirinya dan lingkungannya menjadi
negatif.[4]
2.
Hukuman,
antara manfaat dan bahayanya.
Dalam
syari’at islam, hukuman sebagai penegakan ketentuan-ketentuan Allah karena di
dalamnya terdapat sanksi tegas dan keras serta efektif dalam mencegah
terjadinya beragam kemaksiatan. Sejalan dengan kesempurnaan hikmahNya. Berkaca
pada ajaran islam, sewajibnya bagi setiap pendidik untuk selalu mengingat
tujuan dari adanya hukuman, yakni meluruskan kesalahan agar sang anak kembali
dan bertaubat dari perbuatan salahnya. Karena hukuman, terlebih lagi hukuman
fisik, merupakan langkah terakhir yang ditempuh dalam memperbaiki satu
kesalahan. Hukuman ini diberikan ketika nasehat ataupun ancaman sudah tidak
mempan lagi bagi anak. Sedapat mungkin seorang pendidik menghindari bentuk
hukuman fisik pada anak didiknya, mengingat bahaya yang mungkin ditimbulkan,
antara lain:
a.
Timbulnya cacat fisik
pada anak didik yang dipukul.
b.
Membekasnya hukuman
tersebut pada jiwa anak, hingga mempengaruhi kondisi psikis dan emosinya.
Mungkin saja ia akan meniru hal serupa dari gurunya dan melampiaskannya kepada
temannya.
c.
Hilangnya sikap saling
menghargai antara guru dan anak didik. Bahkan mungkin menimbulkan kebencian
diantara keduanya.
d.
Terhambatnya pemahaman
anak terhadap pelajaran.
e.
Serta bahaya-bahaya
lain yang tentunya merugikan semuanya, baik pendidik, murid juga keluarga
keduanya.
3. Hukuman yang terlarang
Dalam
seorang pendidik hendaklah untuk menghindari hukuman fisik terhadap anggota tubuh
siswa yang terlarang. Di bawah ini adalah hukuman yang terlarang yang dilakukan
oleh pendidik sebagai berikut:
a.
Memukul muka
Berdasarkan sabda Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam
إذَا قَتَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْتَنِبِ الوَجْهَ
"Jika salah seorang diantara kalian berkelahi maka hindarilah memukul wajah"[5]
Dan juga sabda Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain.
إَذَ ضَرَبَ أَحَدُكُمْ خَادِمَهُ فَلْيَتَّقِ الوَجْهَ
"Apabila salah
seorang diantara kalian memukul pelayannya, maka janganlah memukul
wajahnya".[6]
b.
Kekerasan Yang
Berlebihan
Seorang pendidik hendaknya
berhati-hati ketika menghukum anak agar ia tidak menyesal dikemudian hari
karena tindakan kasarnya terhadap murid. Kekerasan bukanlah satu simbol kekuatan
ataupun kehebatan seseorang. Guru yang terlalu keras akan dijuluki oleh
murid-muridnya sebagai guru galak atau guru zhalim. Cukuplah hal ini sebagai
aib bagi pendidik.
c.
Marah Besar
Biasanya hal ini
terlahir dari pendidik yang kurang bisa mengontrol emosinya. Seharusnya
pendidik dan orang tua mampu mengesampingkan ego manusiawinya serta tidak
mengedepankan amarah ketika kata-katanya tidak dipatuhi anak.
Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam juga bersabda.
وَ إذَا غَضَبَ
أحَدُكُمْ وَ هُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الغَضَبُ وَ إِلاَّ
فَلْيَضْطَجِعْ
"Dan apabila
salah seorang kalian marah sedangkan ia dalam keadaan berdiri, hendaklah ia
duduk, niscaya kemarahannya akan lenyap. Jika tidak lenyap maka hendaklah ia
berbaring" [8]
d.
Memukul Ketika Marah
Hindari seorang
pendidik untuk memukul siswa ketika sedang marah. Karena itu akan pelampiasan
akan terkena kepada siswa. Dan itu akan masalah akan terselesaikan.
e.
Berkata Buruk
Seorang pendidik harus
menjauhi kata-kata buruk ataupun hinaan kepada anak didiknya. Misalnya ucapan
“setan kamu” atau “laknat kamu” juga kata-kata yang bersifat celaan kepada
murid. Ucapan-ucapan semacam itu sangat tidak pantas keluar dari lisan seorang
pendidik, sebab akan melukai perasaan murid, menghilangkan kepercayaan dirinya,
membuatnya semakin menjauh dari guru serta tidak tertarik untuk mengikuti
pelajaran. Lebih jauh lagi akibatnya adalah murid akan meniru ucapan gurunya
tersebut dan melontarkannya kepada temannya atau pun saudaranya. Tanggung jawab
ini tentu akan kembali kepada guru yang telah mengajarkan kata-kata buruk tadi
kepada anak didiknya.
4. Hukuman edukatif yang
bermanfaat
Ada
beberapa jenis hukuman yang bersifat mendidik, yang baik dilakukan oleh seorang
pendidik terhadap murid yang melakukan pelanggaran dan penyimpangan. Kami
tegaskan lagi, tujuan menghukum anak yang berbuat salah adalah agar ia
menyadari kesalahannya serta tidak mengulangi kesalahan serupa. Penekanan
hukuman adalah pada sisi edukatif guna membentuk pribadi anak yang selalu
bertanggung jawab atas setiap perbuatannya
Jadi
hukuman bukan semata ajang pelampiasan amarah guru untuk menyakiti si anak
ataupun untuk menunujukkan kekuasaanya sebagai guru.
Diantara hukuman yang
bersifat mendidik adalah:
a.
Memperlihatkan wajah
masam untuk menunjukkan ketidak sukaan guru terhadap pelanggaran muridnya.
Dengan demikian si murid menyadari perubahan raut wajah gurunya dan berusaha
mengoreksi diri dari kesalahan yang tidak disukai gurunya.
b.
Menghajar yaitu
mengisolir anak dengan tidak mengajaknya berbicara serta berpaling darinya
selama beberapa waktu, dengan catatan tidak boleh dari tiga hari
c.
Perkataan Pedas.
Seorang pendidik perlu mengeluarkan kata-kata
pedas kepada anak yang melakukan dosa besar, apabila nasehat serta bimbingan
sudah tidak berpengaruh lagi.
d.
Menggantungkan Cambuk
Di Dinding Rumah.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam.
عَلِّقُوا السَوْطَ
حَيْثُ يَرَاهُ أَهْلُ البَيْتِ، فَإِنَّهُ أدَبٌ لَهُمْ
"Gantungkanlah cambuk di tempat yang bisa
dilihat oleh anggota keluarga. Sesungguhnya itu akan menjadi pengajaran bagi
mereka".[7]
Berkenaan dengan hadis di atas, Ibnu Al Anbari berkata, cambuk tersebut tidak dimaksudkan untuk memukul atau mecambuk mereka (penghuni rumah), sebab Nabi tidak pernah memerintah siapapun untuk memukul dengan cambuk tersebut. Yang Beliau maksudkan adalah janganlah kamu (para orangtua) meninggalkan pengajaran terhadap mereka. Adapun sabda Nabi “Sesungguhnya itu akan menjadi pengajaran bagi mereka” , maksudnya cambuk tersebut akan menjadi pendorong bagi mereka untuk berakhlak dengan akhlak mulia dan bertingkah laku terhormat”[14]
e.
Pukulan Ringan
Pukulan merupakan cara terakhir yang ditempuh
jika cara-cara di atas tidak berhasil menyadarkan anak dari kesalahannya.
Sebagaimana firman Allah yang memuat tahapan sanksi bagi istri yang durhaka kepada
suaminya. Allah berfirman.
Artinya :
34.
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah
Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara
(mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
[2] Moh.
Roqib, dan Nurfuadi, Kepribadian Guru, (Purwokerto
: STAIN Purwokerto Press, 2011), hlm.
157.
[3]
Diakses dari
http://almanhaj.or.id/content/2700/slash/0/perlukah-hukuman-fisik-bagi-anak/ pada
tanggal 13 Oktober 2014 pukul 03.15.
[4] Nurfuadi,
Profesionalisme Gur, ( Purwokerto : STAIN Purwokerto Press, 2012), hlm.
40.
ADSENSE HERE!
No comments:
Post a Comment