Blog Rujak : Kumpulan Makalah Online Lengkap

Kumpulan Makalah, Artikel dan Tips Lengkap

PENGARUH KEKUASAAN TERHADAP PERUBAHAN KURIKULUM

ADSENSE HERE!
PENGARUH KEKUASAAN TERHADAP PERUBAHAN KURIKULUM
oleh Alfam Atthamimy, Khusnul Umami
A.           Pendahuluan
Berbagai permasalahan dalam berbagai bidang kehidupan termasuk pendidikan salah satu hal yang menyebabkannya adalah iklim perpolitikan yang kurang kondusif, bahkan cenderung mengarah pada kebebasan yang kurang terkehendaki. Dalam tatanan nasional, jika dalam bidang pertambangan dan perekonomian, pemerintah terus-menerus melakukan perubahan harga bahan bakar minyak (BBM), maka dalam bidang pendidikan sepertinya terus-menerus mengotak-atik kurikulum. Keduanya beralasan untuk melakukan perbaikan, tetapi pelaksanaannya seringkali tersesat atau salah jalan, sehingga sulit untuk sampai pada tujuan.
Telah berulangkali diadakannya perubahan kurikulum di Indonesia, setiap pelaksanaannya apabila belum tercapainya tujuan pendidikan perubahan atau perbaikan kurikulum selalu dilakukan. Seperti yang terakhir yakni dari kurikulum 2006 (KTSP) menjadi kurikulum 2013 yang saat ini sudah mulai berjalan walaupun terjadi ketidaksiapan serta kontroversi dari berbagai pihak.
Dalam melihat berbagai persoalan pendidikan yang kompleks, pemerintah,  para tenaga ahli, kepala sekolah dan pendidik perlu memiliki cara pandang yang holistik terhadap sistem sekolah yang dianggap enteng menghadapi berbagai persoalan dan mencari solusinya dengan menyederhanakan persoalan. Oleh karena itu diperlukan suatu sinerginitas antara pemikiran dengan tindakan. Namun, dalam memahami kompleksnya masalah yang muncul, ada suatu sistem pemikiran yang harus diperbarui. 







B.            Perubahan Kurikulum
Kurikulum sering diartikan sebagai sebuah rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
Ada sejumlah ahli teori kurikulum yang berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi dibawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kurikuler yang formal juga kegiatan tak formal. Hal ini sering disebut ekstrakurikuler.[1]
Suatu kurikulum disebut mengalami perubahan bila terdapat adanya perbedaan dalam satu atau lebih komponen kurikulum antara dua periode tertentu, yang disebabkan oleh adanya usaha yang disengaja.[2]
Berikut sekilas perubahan-perubahan kurikulum di Indonesia
1.             Kurikulum Orde Lama
Kurikulum era Orde Lama trebagi menjadi dua, yaitu:
a.       Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda “leer plan”artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan, asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rencana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisasi dengan masyarakat. Proses pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-hari. Aspek afektif dan psikomotorik lebih ditekankan dengan pengadaan pelajaran kesenian dan pendidikan jasmani. Oleh karena itu, yang lebih penting adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bela negara. Kemungkinan model ini masih terkontamninasi dengan model pendidikan yang diterapkan oleh Jepang sebelumnya.
b.      Kurikulum 1952-1964
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut “Rencana Pelajaran Terurai 1952”. Silabus mata pelajarannya jelas sekali, dan seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Pada masa ini memang kebutuhan peserta didik akan ilmu pengetahuan lebih diperhatikan, dan satuan mata pelajaran lebih dirincikan. Namun, dalam kurikulum ini siswa masih diposisikan sebagai objek karena guru menjadi subjek sentral dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Guru yang menentukan apa saja yang akan diperoleh siswa di kelas, dan guru pula yang menentukan standar-standar keberhasilan siswa dalam proses pendidikan.
Fokus kurikulum 1964 ini lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Pada kurikulum 1964 ini, arah pendidikan mulai merambah lingkup praksis. Dalam pengertian bahwa setiap pelajaran yang diajarkan disekolah dapat berkorelasi positif dengan fungsional praksis siswa dalam masyarakat. Kurikulum masa ini dapat pula dikategorikan sebagai Correlated Curriculum.
2.             Kurikulum Pendidikan Masa Orde Baru
a.       Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan tonggak awal pendidikan masa orde baru. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dengan suatu pertimbangan untuk tujuan pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Dasar pendidikan masa ini adalah Falsafah Negara Pancasila sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966. Sedang Tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia pancasila sejati berdasarkan ketentuan ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan isi Undang-Undang Dasar 1945 ( Tap. MPRS No. XXVII/MPRS/1966).
Sementara isi pendidikan nasionalnya adalah; memperingati mental budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, membina dan mempertimbangkan fisik yang kuat dan sehat ( Tap. MPRS No. XXVII/MPRS/1966).
Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini hanya menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.
b.      Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Dasar pendidikan masa ini adalah KTPD, MPR-RI No. IV/MPR/1973, yaitu; pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri dan bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
c.       Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu. Sementara dasar dan tujuan pendidikan sama dengan kurikulum 1975
d.      Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Dalam ranah pendidikan dasar, isi kurikulum sekurang-kurangnya wajib memuat bahan kajian dan pelajaran: pendidikan pancasila, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, membaca dan menulis, matematika, pengantar sains dan teknologi, ilmu bumi, sejarah nasional dan sejarah umum, kerajinan tangan dan kesenian, pendidikan jasmani dan kesehatan, menggambar, bahasa Inggris.(PP. No. 28 tahun 1990. Pasal 14:2). Sementara materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
3.             Pendidikan pada Masa Reformasi
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara. Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989, dan sejak saat itu pendidikan dipahami sebagai: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”.
4.             Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004)
Pada pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa kembali ditempatkan sebagai subjek dalam proses pendidikan dengan terbukanya ruang diskusi untuk memperoleh suatu pengetahuan. Siswa justru dituntut untuk aktif dalam memperoleh informasi. Peran guru diposisikan kembali sebagai fasilitator dalam perolehan suatu informasi. KBK berupaya untuk menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Hal ini mutlak diperlukan mengingat KBK juga memiliki visi untuk memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik siswa sebagai subjek pendidikan.
5.             Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (sekolah/madrasah). Sedangkan pemerintah pusat hanya memberi rambu-rambu yang perlu dirujuk dalam pengembangan kurikulum. Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak untuk menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan kepentingan lingkungan. KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan. Karena KTSP berdasar pada pelaksanaan KBK, maka siswa juga diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan secara terbuka berdasarkan sistem ataupun silabus yang telah ditetapkan oleh masing-masing sekolah.
Sebagai wujud dalam upaya peningkatan kualitas mutu pendidikan serta mengikuti perkembangan zaman, pemerintah dalam hal ini Kemendikbud kemudian menyusun sebuah konsep perubahan kurikulum.
Isu-isu perubahan, fakta dan realita kehidupan masyarakat serta isu-isu tantangan zaman dikemas sedemikian rupa sebagai dasar untuk mengembangkan sebuah kurikulum baru yang mencoba menjawab tantangan zaman tersebut. Yang terbaru adalah perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013. Dalam konteks perubahan dari KTSP menuju Kurikulum 2013, ada tujuh kelemahan KTSP yang dipandang perlu untuk diubah, yaitu:
1.             Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan materi yang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak;
2.             Kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional;
3.             Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik(pengetahuan, keterampillan dan sikap);
4.             Berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan masyarakat, seperti pendidikan karakter, kesadaran lingkungan, pendekatan dan metode pembelajaran konstruktifistik, keseimbangan soft skills and hard skills, serta jiwa kewirausahaan, belum terakomodasi didalam kurikulum;
5.             Kurikulum belum peka dan tanggap berbagai perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global;
6.             Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru;
7.             Penilaian belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta belum tegas memberikan layanan remidiasi dan pengayaan secara berkala.[3]
Dalam kerangka inilah perlunya perubahan dan pengembangan kurikulum 2013, untuk menghadapi berbagai masalah dan tantangan masa depan yang semakin lama semakin rumit dan kompleks. Berbagai tantangan masadepan tersebut antara lain berkaitan dengan globalisasi dan pasar bebas, masalah lingkungan hidup, pesatnya kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis pegetahuan, kebangkitan industri kreatif dan budaya pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas tekno-sains, mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan, serta materi TIMSS dan PISA yang harus dimiliki oleh peserta didik.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, kurikulum harus membekali peserta didik dengan berbagai kompetensi. Kompetensi yang diperlukan dimasa depan sesuai dengan perkembangan global antara lain: kemampuan berkomunikasi, kemampuan berfikir jernih dan kritis, kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu tindakan, kemampuan menjadi warga negara yang bertanggung jawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal, memiliki mina luas dalam kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja, memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat atau minatnya dan memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan.[4]
C.           Pengaruh Kekuasaan Terhadap Perubahan Kurikulum
Salah satu faktor terjadinya perubahan kurikulum adalah faktor penguasa. Di Indonesia, pemegang kekuasaan sosial-politik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan Balitbangdikbud. Pada pendidikan dasar dan menengah, kekuasaan penyusunan kurikulum sepenuhnya ada pada pusat, sedangkan pada perguruan tinggi rektor diberi kekuasaan untuk menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam penyusunan kurikulum.[5]
Dapat dikatakan bahwa berubah atau tidaknya kurikulum yang berlaku ditentukan oleh kebutuhan pemerintah yang merasa jika kurikulum yang akan dirubah sudak tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Lembaga yang mempunyai kewenangan yang dapat merubah kurikulum adalah pemerintah melalui Kemendikbud. Oleh karena itu kekuasaan pemerintah sangat berpengaruh terhadap perubahan ataupun pergantian kurikulum
D.           Kesimpulan
Kurikulum sebagai jalan yang harus ditempuh dalam dunia pendidikan hendaknya sesuai dengan perkembangan zaman serta relevan dengan masing-masing tingkat pendidikan. Kurikulum pendidikan Indonesia pada setiap zamannya memiliki ciri khas serta keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Perubahan-perubahan kurikulum yang terjadi tentu tidak serta merta tanpa alasan yang jelas. Namun karena memang perubahan-perubahan itu dirasa perlu guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai zamannya dan faktor-faktor lainnya.
Pemerintah selaku penentu kebijakan juga turut andil dalam perubahan dan pengembangan kurikulum dalam hal ini Kemendikbud. Pemerintahlah yang berhak menentukan masih layak atau tidaknya sebuah kurikulum. Pendidikan di Indonesia juga tidak jarang masuk dalam bidikan politisi. Ketika orde lama berkuasa, pertentangan ideologi juga menyusupi dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Sekolah sempat dijadikan wahana ideologisasi atau proses internalisasi sosial komunis. Begitu pula ketika orde baru memimpin, maka pelanggengan kekuasaan juga dikoarkan dalam dunia pendidikan dengan pendidikan Pancasilanya, dan menghilangkan hal-hal yang berbau orde lama.
Meski demikian, sejarah kurikulum pendidikan nasional senantiasa mencari formula sesuai dengan perkembangan zaman. Ketika posisi sentralisasi pendidikan dianggap sudah usang dan kurang relevan dengan otonomi daerah, maka pendidikan juga turut mengalami desentralisasi dengan memberikan daerah otonomi sendiri. Bahkan terakhir, pemerintah pusat memberikan kebijakan kepada masing-masing satuan pendidik untuk menentukan silabus yang sesuai dengan kondisi peserta didik. Pemerintah pusat dalam hal ini hanya menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya.
PENGARUH KEKUASAAN TERHADAP PERUBAHAN KURIKULUM

Daftar Pustaka

Mulyasa, E .2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya,
Nasution, S.  2009. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara
Soemanto, Soetopo 1991 Pembinaan Dan Pengembangan Kurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara,
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2009. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek
Bandung: PT Remaja Rosdakarya




[1] S Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, cet. 5 (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hlm. 5
[2] Soetopo dan Soemanto, Pembinaan Dan Pengembangan Kurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan(Jakarta: PT Bumi Aksara, 1991) hlm.38
[3] E Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 60-61
[4] Ibid, hlm. 62
[5] Nana Syaodih Sukmadinata,Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2009) 
ADSENSE HERE!

No comments:

Post a Comment

Copyright © Blog Rujak : Kumpulan Makalah Online Lengkap. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design