ADSENSE HERE!
SCHOOL BULLYING
A. Pendahuluan
Pendidikan dan pengajaran memang tidak identik
dengan kekerasan, baik di masa yang lalu apalagi sekarang ini. Tapi
kekerasan sering kali dihubung-hubungkan dengan kedisiplinan dan penerapannya
dalam dunia pendidikan dengan Istilah “tegas”. Banyak guru yang bilang kalau
tidak dihukum nanti jadi tidak disiplin.
Banyak kekerasan yang
dilakukan oleh guru kepada siswa seperti dilempar penghapus dan penggaris,
dijemur di lapangan, dan dipukul, disuruh berdiri dengan kaki satu dan menjewer
telinga dan siswa juga mengalami kekerasan psikis karena dibentak-bentak dan
dimaki-maki, seperti bodoh, goblok, kurus, ceking dan gendut, item dan sebagainya.
Banyak juga kasus-kasus kekerasan pendidikan yang kita ketahui dari berita-berita
yang menyiarkan pelecehan oleh guru terhadap sejumlah muridnya, kemudian
dilanjutkan dengan tawuran, perkelahian antargeng siswa perempuan, bahkan ada
pula video kekerasan perkelahian dua siswa perempuan disaksikan teman-temannya
dan seorang gurunya menjadi wasit. Lalu bagaimana nasib pendidikan Indonesia saat ini jika siswa yang didik
untuk jadi pemmpin bangsa seperti itu ?
B. Pengertian
School Bullying
Dalam bahasa Indonesia, secara
etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah.
Istilah bullying dalam bahasa Indonesia bisa menggunakan menyakat (berasal dari
kata sakat) dan pelakunya (bully) disebut penyakat. Menyakat berarti
mengganggu, mengusik, dan merintangi orang lain.
Sedangkan secara terminologi menurut
Olweus bullying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam
keadaan tidak nyaman / terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang, pada
dasarnya bullying adalah perilaku negatif yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang yang dapat merugikan orang lain.
Berdasarkan definisi diatas, dapat
kita simpulkan bahwa bullying adalah perilaku agresif dan negatif seseorang
atau sekelompok orang secara berulang kali yang menyalahgunakan
ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan menyakiti targetnya (korban) secara
mental atau secara fisik. Kalau hanya kadang-kadang, biasanya tidak dianggap
sebagai bullying, kecuali jika sangat serius. Misalnya, kekersan fisik atau
ancaman kekerasan fisik yang membuat korban merasa tidak aman secara permanen.[1]
C.
Faktor-faktor Penyebab Kekerasan dalam Dunia Pendidikan
1.
Guru
a.
Kurangnya pengetahuan bahwa kekerasan itu tidak
efektif untuk memotivasi siswa atau merubah perilaku,
b.
Persepsi yang parsial menilai siswa. Misalnya,
ketika siswa melanggar, bukan sebatas menangani, tapi mencari tahu apa yang
melandasi tindakan itu,
c.
Adanya hambatan psikologis, sehingga dalam
mengelola masalah guru lebih sensitive dan reaktif,
d.
Adanya tekanan kerja : target yang harus
dipenuhi oleh guru, seperti kurukulum, materi, prestasi yang harus dicapai
siswa, sementara kendala yang dihadapi cukup besar,
e.
Pola yang dianut adalah mengedepankan factor
kepatuhan dan ketaatan pada siswa, mengajar satu arah (dari guru ke murid),
f.
Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan
kognitif dan cenderung mengabaikan kemampuan efektif, sehingga guru dalam
mengajar suasananya kering, stressful, tidak menarik, padahal mereka dituntut
mencetak siswa-siswa berprestasi,
g.
Tekanan ekonomi, pada gilirannya bisa menjelma
menjadi bentuk kepribadian yang tidak stabil,seperti berpikir pendek,
emosional, mudah goyah, ketika merealisasikan rencana-rencanayang sulit
diwujudkan.
2.
Suasana Proses Belajar Mengajar (PBM)
a.
Ada anggapan belajar terus membebani, membuat
siswa strees,
b.
Tugas, PR, aturan disiplin, sikap guru yang
killer atau memaksakan kehendak membuat siswamerasa berada didalam tempat
penyiksaan,
c.
Siswa merasa dijejali dengan materi pelajaran
tanpa sempat mencerna bagian sesuai dengan tuntutan kurikulum.
d.
Siswa masih saja dianggap sebagai objek,
e.
Siswa masih diposisikan sebagai orang yang
tertindas, orang yang tidak tahu apa-apa, oaring yang harus dikasihani, oleh
karenanya harus dijejali dan disuapi,
f.
Masih ada pendidikan yang
memaksa siswa kerap diminta mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan cara yang
sangat tidak manusiawi, misalnya dibawah ancaman pukulan
3.
Siswa
Sikap siswa yang tidak bisa lepas dari dimensi psikologis dan kepribadian,seperti;
Sikap siswa yang tidak bisa lepas dari dimensi psikologis dan kepribadian,seperti;
a.
Perasaan diri lemah,
b.
Tidak pandai,
c.
Tidak berguna,
d.
Tidak berharga,
e.
Tidak dicintai,
f.
Kurang diperhatikan,
g.
Rasa takut,
h.
Superior/inferior yang dikompensasikan dengan
menindas pihak lain yang lemah supaya dirinya merasa hebat.
4.
Keluarga
a.
Orang tua yang sangat memanjakan anak,
b.
Orang tua yang emosional,yang bisa menimbulkan
persepsi pada anak bahwa mereka tidak dikehendaki,jelek,bodoh,tidak
baik,dll.Dampaknya,anak cenderung menarik diridaripergaulan,jadi
pendiam,pemurung,penakut,dsb.
c.
Orang tua mengalami psikologis yang
berkepanjangan atau berlarut-larut. Hal ini bisa mempengaruhi pola hubungan
orang tua dan anak. Misalnya, stress, sensitif, kurang sabar, mudah marah,
melampiaskan kekesalan pada anak. Lama kelamaan kondisi ini bisa mempengaruhi
kehidupan anak. Misalnya ia bisa kehilangan semangat belajar, daya
konsentrasi,jadi sensitif, cepat marah, dsb.
d.
Keluarga yang mengalami disfungsi, misalnya
salah satu anggota keluarga sering anggota keluarga lainnya,
e.
Keluarga yang sering konflik terbuka,
berkepanjangan dan tidak ada solusi alternatifnya. Dampaknya sering dijumpai
anak bermasalah.
5.
Lingkungan
a.
Anak yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan
tindakan kekerasan, dan anggota kelompok yang sangat toleran terhadap tindakan
kekerasan.
b.
Ada kesan budaya kekerasan itu diwariskan dari
generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, kekerasan yang terjadi mahasiswa
senior kepada mahasiswa yunior.
c.
Tayangan TV yang berbau kekerasan.Akibatnya,
timbul pola pikir yang negatif,jika ingin kuat dan ditakuti, pakai jalan
kekerasan.[2]
D.
Dampak Kekerasan Pada Siswa
1)
Fisik, mengakibatkan organ-organ tubuh siswa
mengalami kerusakan, seperti memar, luka-luka, dll.
2)
Psikologis, rasa takut, rasa tidak aman, dendam,
menurunnya semangat belajar, daya konsentrasi, kreativitas, hilang inisiatif,
daya tahan [mental], menurunnya rasa percaya diri, inferior, stress, depresi,
dsb. Dalam jangka panjang bisa berakibat pada penurunan prestasi, perubahan
perilaku.
3)
Sosial
a.
Bisa menarik diri dari lingkungan pergaulan,
karena;
·
Rasa takut,
·
Merasa terancam,
·
Merasa tidak bahagia berada di antara
teman-temannya.
b.
Jadi pendiam.
c.
Sulit berkomunikasi dengan guru dan
teman-temannya,
d.
Mereka jadi sulit
mempercayai orang lain.
E. School
Bullying
dalam Tinjauan
Hukum
a. Bilamana
kasus school bullying dilaporkan ?
Dalam rangka menanggulangi bullying disekolah, perlu
ada upaya-upaya bimbingan konseling yang terintegrasi. Pelaksanaan pemberiaan
bimbingan konseling kepada siswa sebagai pelaku dan penderita bullying atau
guru-guru dan staf sekolah sebagai pelaku bias dengan bimbingan kelompok atau
konseling individual. Yang jelas, sebisa mungkin masalah bullying dicegah dan
ditangani secara intern dilingkungan sekolah. Meskipun demikian, tidak menutup
kemungkinan pihak berwajib terpaksa dilibatkan sebagai upaya terakhir atau
karena berdasarkan pertimbangan berbagai faktor berikut :
1. Kasusnya
berpotensi dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang serius terhadap korban.
2. Cara lain gagal
atau tidak tepat karena masalahnya serius sehingga dengan melaporkan kepada
polisi dan diharapkan kasus bullying tidak akan terjadi lagi dan akan membantu
korban.
3. Ada juga
kemungkinan dimana kasus bullying terjadi tidak hanya didalam tapi juga diluar
lingkungan sekolah. Dalam hal demikian, guru dan orang tua perlu bekerja sama
dengan polisi.
Pemberian sanksi kepada pelaku school
bullying dalam perspektif ilmu hukum memasuki ranah hokum pidana. Sanksi pidana
pertanggungjawabannya dibebankan kepada setiap individu pelaku tindak pidana
(individual responsibility). Intervensi Negara dalam penegakan hukum pidana
menjadi signifikan. Institusi kepolisian dan instiusi kejaksaan menjadi ujung
tombak untuk mengungkapkan tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat. Dalam
konteks school bullying, sudah seharusnya kepolisian dan kejaksaan memainkan
otoritasnya sebagai penegak hukum.[4]
b. Manfaat dan resiko penyelesaian
school bullying melalui jalur hukum
Bagi anak-anak yang pernah berkonflik dengan hukum,
pengalaman menghadapi penyidik dikantor polisi merupakan catatan tersendiri.
Pada saat penyelidikan berlangsung, anak-anak sering dipukul, dibentak-bentak,
dan dipaksa untuk mengaku. Penyelidikan dikantor polisi biasa dilakukan tanpa
kehadiran pendamping atau pembela hukum sehingga anak –anak mengalami tekanan
psikis. Kekerasan polisi terhadap tersangka anak terjadi di kantor-kantor
kepolisian yang tidak memiliki Ruang Pemeriksaan Khusus (RPK). Didalam
institusi ini anak-anak ditahan bersama-sama dengan tahanan dewasa, dalam ruang
tanpa penerangan yang cukup dan perasaan ketakutan yang luar biasa.
Sebenarnya hal itu tidak akan terjadi apabila sebisa
mungkin masalah bullying dicegah dan ditangani secara intern dilingkungan
sekolah. Namun sayangnya, tidak semua sekolah sebisa mungkin tanggap terhadap
kasus-kasus school bulying.[5]
F.
Solusi Alternatif Untuk Mengatasi Kekerasan Pada Siswa di Sekolah
1.
Sekolah
a.
Menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah
b.
Mendorong/mengembangkan
humaniasi pendidikan.
c.
Menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran,
d.
Membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan
sekaligus,
e.
Suasana belajar yang meriah,gembira dengan
memadukan potensi fisik, psikis, menjadi suatu kekuatan yang integral.
f.
Hukuman yang di berikan berkolerasi dengan
tindakan anak,
g.
Terus menerus membekali guru untuk menambah
wawasan pengetahuan, kesempatan, pengalaman baru untuk mengembangkan
kreativitas mereka.
h.
Konseling.Bukan siswa saja membutuhkan
konseling, tapi juga guru. Sebab guru juga mengalami masa sulit yang
membutuhkan dukungan, penguatan, atau bimbingan untuk menemukan jalan keluar
yang terbaik.
i.
Segera memberikan pertolongan bagi siapa pun
juga yang mengalami tindakan kekerasan di sekolah,dan menindak lanjuti serta
mencari solusi alternatif yang terbaik.
2.
Orang Tua atau Keluarga
a.
Perlu hati-hati dan penuh pertimbangan dalam
memilih sekolah untuk anak-anaknya agar tidak mengalami kekerasan di sekolah,
b.
Menjalin komunikasi yang efektif antara guru dan
orang tua untuk mementau perkembangan anaknya,
c.
Orang tua menerapkan pola asuh yang lebih
menekankan pada dukungan daripada hukuman,agar anak-anaknya bertanggung jawab secara
sosial,
d.
Hindari tayangan TV yang tidak mendidik,bahkan
mengandung unsur kekerasan,
e.
Setiap masalah yang ada, sebaiknya di carikan
solusi alternatif yang terbaik dan jangan sampai berlarut-larut,
f.
Konsultasilah kepada ahli psikologi atau pihak
profesional jika persoalan dalam rumah tangga semakin menimbulkan tekanan
sehingga menyebabkan salah satu anggota keluarga mengalami hambatan dalam
menjalankan kehidupan mereka sehari-hari.
3.
Siswa yang Mengalami Kekerasan segera konsultasi ke orang tua atau
guru yang dapat dapercaya menganai kekerasan yang dialaminya sehingga siswa
tersebut segera mendapat pertolongan untuk memulihkan kondisi fisik dan
psikisnya.[6]
G. PENUTUP
Kesimpulan :
bullying
adalah perilaku agresif dan negatif seseorang atau sekelompok orang secara
berulang kali yang menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan
menyakiti targetnya (korban) secara mental atau secara fisik.
Faktor-faktor penyebab kekerasan dalam dunia pendidikan seperti
kurangnya pengetahuan guru bahwa kekerasan tidak efektif merubah prilaku
siswa,ada anggapan belajar adalah membebani dan membuat stress dan lain-lain.
Dampak kekerasan pada siswa bukan hanya kekerasan fisik saja tapi
juga kekerasan psikologis. Solusi alternatif untuk mengatasi kekerasan pada
sisw perlu adanya upaya dari sekolah, orang tua atau keluarga.
Saran :
Bagi semua semua
pihak yang berperan dalam pendidikan termasuk guru, orang tua dan siswa untuk
memahami bahwa kekerasan bukanlah solusi alternative yang terbaik, tapi akan
menimbulkan masalah baru.
Diharapkan, penerapan metode pembelajaran yang
humanis,interalisasi nilai-nilai agama, moral dan budaya nasional ke dalam
keseluruhan proses pendidikan dapat mengurangi dan bahkan menghilangkan praktek
kekerasan di dalam lembaga pendidikan di Indonesia.
SCHOOL BULLYING
Daftar
Pustaka
Ardy Wiyani,Novan.2012. Save Our Children From School Bullying.Yogyakarta
:Ar-Ruzz Media
Wahyu, Artikel Kekerasan dalam Dunia Pendidikan, http://Wahyu.Blogspot.com/2013
/03 /Artikel-Kekerasan-Dalam-Dunia-Pendidikan.html. diakes pada hari 29 Mei
2014 Pukul 14.05
[1] Novan Ardy Wiyani, Save Our Children From School Bullying,
(Yogyakarta :Ar-Ruzz Media), 2012 hal 11-14
[2] Wahyu http://Wahyu.Blogspot.com/2013
/03 /Artikel-Kekerasan-Dalam-Dunia-Pendidikan.html. diakes pada hari 29 Mei
2014 Pukul 14.05
[3] Wahyu http://Wahyu.Blogspot.com/2013
/03 /Artikel-Kekerasan-Dalam-Dunia-Pendidikan.html. diakes pada hari 29 Mei
2014 Pukul 14.05
[4] Novan Ardy Wiyani, Save Our Children From School Bullying,
(Yogyakarta :Ar-Ruzz Media), 2012 hal65-70
[5]Ibid.hlm 70-74
[6] Wahyu http://Wahyu.Blogspot.com/2013
/03 /Artikel-Kekerasan-Dalam-Dunia-Pendidikan.html. diakes pada hari 29 Mei
2014 Pukul 14.05
ADSENSE HERE!
No comments:
Post a Comment